DPR RI kembali berulah. Melalui Komis
I, mereka meminta paspor hitam ke Kementerian Luar negeri untuk 560 anggota
parlemen. Hal itu disampaikan dalam rapat tertutup Rabu (10/2). Sebenarnya ini
bukan yang pertama kalinya. Sebelumnya DPR pernah meminta hal yang sama namun
belum ditanggapi oleh Kemenlu. Paspor hitam merupakan sebutan untuk paspor diplomatik.
Dalam wikipedia.org disebutkan bahwa
paspor diplomatik diterbitkan bagi sebagian orang guna
mengidentifikasi mereka sebagai perwakilan diplomatik dari negara asalnya.
Karena itu, pemegang paspor ini menikmati beberapa kemudahan perlakuan dan
kekebalan di negara tempat mereka bertugas. Di Indonesia, paspor ini diberi
sampul berwarna hitam dan dikeluarkan oleh Departemen Luar Negeri.
Permintaan di atas diamini oleh Wakil
Ketua DPR Fadli Zon. Menurutnya, paspor hitam tak akan bisa
digunakan untuk kegiatan selain urusan diplomatik. Selama ini hanya pimpinan
DPR saja yang mendapatkan fasilitas tersebut dari kalangan legislatif. Namun
demikian Fadli tak mendesak kepada pemerintah untuk menerbitkan paspor
diplomatik untuk anggota DPR. Dia hanya menekankan bahwa penggunaan paspor
diplomatik hanya teknis belaka. (https://news.detik.com)
Berbeda dengan Fadli Zon,
politisi Partai Demokrat menolak dengan tegas usulan tersebut. Menurut Ruhut,
bahaya kalau anggota DPR terlalu dilindungi. Apalagi paspor diplomatik bisa
menghambat penegakan hukum terhadap anggota DPR selama di luar negeri. Ruhut
pun meminta rekan-rekannya di Komisi I DPR tidak memaksakan meminta paspor
hitam. Karena DPR harus memberi teladan kepada masyarakat.
Argumentasi
DPR terkait paspor hitam tersebut adalah amanah undang-undang.
Bahwa DPR punya tugas diplomatik sehingga berhak memperoleh paspor
diplomatik. Hal ini ditegaskan oleh Ketua Komisi I, Mahfud Siddiq. Menurutnya,
selama ini Kemenlu hanya memberikan paspor hitam kepada pimpinan DPR. Padahal
pejabat eselon III di Kemlu saja sudah menggunakan. Terkait kekhawatiran
penyalahgunaan paspor hitam oleh anggota DPR RI, menurut Mahfudz terlalu
berlebihan. Paspor hitam tidak bisa selalu digunakan, harus ada exit permit,
kemudahan secara protokoler.
Bagaiaman
aturanya?
Kementerian Luar Negeri belum mngabulkan
permintaan anggota Dewan. Alasanya tidak ada aturan yang mengatur tetntang hal
tersebut. Dalam Pasal 37 PP Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian, disebutkan sejumlah
posisi yang berhak mengantongi paspor hitam. Di antaranya adalah pejabat
setingkat menteri. Berikut aturan lengkapnya: Pertama, paspor diplomatik diberikan untuk warga negara Indonesia
yang akan melakukan perjalanan keluar Wilayah Indonesia dalam rangka penempatan
atau perjalanan untuk tugas yang bersifat diplomatik. Adapun warga negara
Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Presiden dan Wakil Presiden; b.
ketua dan wakil ketua lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. menteri, pejabat setingkat menteri, dan wakil
menteri; d. ketua dan wakil ketua lembaga yang dibentuk berdasarkan
Undang-Undang; e. kepala perwakilan diplomatik, kepala perwakilan konsuler
Republik Indonesia, pejabat diplomatik dan konsuler; f. atase pertahanan dan
atase teknis yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Luar Negeri dan
diperbantukan pada Perwakilan Republik Indonesia;
g. pejabat Kementerian Luar Negeri yang menjalankan tugas resmi yang bersifat diplomatik di luar Wilayah Indonesia; dan h. utusan atau pejabat resmi yang ditugaskan dan ditunjuk mewakili Pemerintah Republik Indonesia atau diberikan tugas lain yang menjalankan tugas resmi dari Menteri Luar Negeri di luar Wilayah Indonesia yang bersifat diplomatik.
g. pejabat Kementerian Luar Negeri yang menjalankan tugas resmi yang bersifat diplomatik di luar Wilayah Indonesia; dan h. utusan atau pejabat resmi yang ditugaskan dan ditunjuk mewakili Pemerintah Republik Indonesia atau diberikan tugas lain yang menjalankan tugas resmi dari Menteri Luar Negeri di luar Wilayah Indonesia yang bersifat diplomatik.
Kedua, selain diberikan kepada warga negara
Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Paspor diplomatik juga dapat
diberikan kepada:
a. isteri atau suami Presiden dan Wakil Presiden beserta anak-anaknya;
b. isteri atau suami dari warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c, yang mendampingi suami atau isterinya dalam rangka perjalanan untuk tugas yang bersifat diplomatik; c. isteri atau suami dari para pejabat yang ditempatkan di luar Wilayah Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dan huruf f beserta anak-anaknya yang berusia paling tinggi 25 (dua puluh lima) tahun, belum kawin, belum bekerja, dan masih menjadi tanggungan yang tinggal bersama di wilayah akreditasi; atau
d. kurir diplomatik. Kemudian dalam Pasal 38 Paspor diplomatik dapat diberikan sebagai penghormatan kepada mantan Presiden dan mantan Wakil Presiden beserta isteri atau suami.
a. isteri atau suami Presiden dan Wakil Presiden beserta anak-anaknya;
b. isteri atau suami dari warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c, yang mendampingi suami atau isterinya dalam rangka perjalanan untuk tugas yang bersifat diplomatik; c. isteri atau suami dari para pejabat yang ditempatkan di luar Wilayah Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dan huruf f beserta anak-anaknya yang berusia paling tinggi 25 (dua puluh lima) tahun, belum kawin, belum bekerja, dan masih menjadi tanggungan yang tinggal bersama di wilayah akreditasi; atau
d. kurir diplomatik. Kemudian dalam Pasal 38 Paspor diplomatik dapat diberikan sebagai penghormatan kepada mantan Presiden dan mantan Wakil Presiden beserta isteri atau suami.
Saran
Sebagai bagian
dari rakyat yang mencintai wakil-wakilnya di parlemen, saya menyarankan kepada
mereka hal-hal berikut. Pertama, sudahlah,
fokus bekerja. Jangan berpikir yang tidak-tidak. Coba berpikir seperti para pendahulu, apa yang
dapat kita berikan kepada bangsa dan negara? Jangan dibalik, apa yang dapat
negara dan bangsa berikan kepada kita? Saatnya fokus menyelesaikan prolegnas
yang menumpuk. Mari dukung tekad Ketua DPR RI yang baru, Ade Komaruddin yang
menyatakan akan fokus pada legislasi. Bukankah selama ini DPR baru bisa
menyelesaikan tiga Undang-Undang?
Kedua,
pertimbangkan kepentingan yang lebih besar yakni bangsa dan negara. Saya
melihat anggota Dewan yang terhormat kerapkali berputar-putar pada kepentingan
mereka. Coba perhatikan wacana rehab gedung, kenaikan tunjangan, dana aspirasi,
termasuk revisi UU KPK disinyalir sebagai upaya pelemahan dan proteksi diri dari sentuhan hukum KPK. Padahal banyak permasalahan rakyat yang
membutuhkan perhatian dan kerja keras mereka prihal legislasi misalnya.
Ketiga, ingat
janji kepada pemilih. Sebagai wakil rakyat, anggota dewan seyogyanya selalu
ingat janji yang pernah disampaikan pada konstituen. Jangan lupakan mereka.
Anda ada di parlemen saat ini karena suara yang diberikan oleh mereka.
Walhasil, permintaan paspor hitam oleh DPR dipandang oleh
rakyat sebagai sesuatu yang tak perlu,
tidak dalam konteks yang tepat. Guru Besar Universitas Indonesia Prof Hikmahanto
Juwana
menegaskan, tidak perlu (anggota DPR punya paspor
diplomatik) kecuali ada tugas kenegaraan. Ini karena paspor diplomatik ada
pengaturannya secara internasional terkait siapa yang berhak menggunakannya.
Karenanya, bagi anggota DPR selayaknya mengurungkan niat, menuntut paspor
hitam. Lebih baik fokus bekerja, menginggat janji-janji yang telah terucap di
depan pemilih dengan berkonsentrasi merealisasikannya. Kesejahteraan dan
persoalan rakyat harus dikedepankan di atas segala kepentingan. Wa Allahu Alam