Ramai-ramai partai-partai yang
bergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) menyatakan dukungan ke Pemerintahan
Jokowi-JK. Koalisi yang awalanya menyatakan diri sebagai koalisi permenanen itu
nyaris tak berpenghuni ditinggal anggotanya. Partai Amanat Nasional (PAN)
mengawali, disusul Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), juga
Partai Keadilan sejahtera (PKS) walau secara malu-malu menyatakan mendukung
Pemerintah. KMP hanya tersisa Gerindra. Kalau uluran tangan mereka
disambut, dipastikan koalisi Pemerintah
menjadi gemuk, tambun.
Dalam
sistem bernegara, kita tak mengenal Koalisi. Namun tidak berarti semangat dan
spririt koalisi tidak perlu. Berdasarkan pengalaman selama Orde Baru pelaksanaan
prinsip checks and balances dinilai
tidak seimbang. Kekuasaan Pemerintah (ekskutif) rellatif sangat dominan
sehingga tak terkontrol. Akhirnya Pemerintahan dijalankan secara diktator.
Itulah
sebabnya amendemen UUD 1945 dilakukan untuk menciptakan tata hubungan yang
lebih harmonis dan adil. Dengan penerapan sistem checks and balances,
pemerintahan akan stabil karena dijalankan secara efektif dan efisien untuk
memenuhi tujuan negara seperti yang telah digariskan dalam konstitusi.
Koalisi tambun
satu sisi menguntungkan Pemerintah karena barisannya lebih kuat yang secara
otomatis mempermudah dalam setiap pengambilan kebijakan tanpa harus adu
argumentasi di Parlemen yang menguras energi seperti yang selama ini dirasakan
oleh Pemerintahan Jokowi-JK.
Tapi gambaran
indah seperti di atas kerapkali tidak terwujud karena adanya persoalan internal
Pemerintahan. Gangguan dan rintangan tidak lagi di Parlemen tapi justru muncul
di dalam Pemerinatahan. Kepentingan partai pendukung yang sangat beragam
menjadi kendala yang lumayan serius, yang bisa menghambat laju cepat pelaksanaan
pembangunan.
Berdasarkan
pengalaman sebelumnya di era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono telah
menunjukkan bahwa koalisi tambun tidak menjamin roda pemerintahan berjalan
efektif. Kita menyaksikan di antara anggota koalisi saling sikut, saling
berkonfrontasi, menyandera, bahkan berseberangan dengan kebijakan pemerintah. Hal-hal seperti ini yang
mengkhawtirkan kita semua terhadap apa yang disebut kolisi tambun.
Barisan KMP seperti PAN, Golkar, PPP dan laiinya memang bertekad merapatnya
mereka ke barisan partai pendukung pemerintah membawa misi agung demi
kemaslahatan rakyat, bangsa dan negara. Namun, sulit untuk dimungkiri bahwa di
'panggung belakang' mereka bergerilya dan bernegosiasi untuk meraih hal-hal di
luar misi mulia tersebut. Ambisi mereka meraih kekuasan tak dapat ditutupi.
Publik dengan mudah memahami seperti dalam isu rushufle kabinet jilid II
beberapa waktu lalu.
Jokowi harus tegas
Kekhawatiran rakyat terkait koalisi tambun harus disikapi
oleh Presiden Jokowi. Jangan sampai rakyat kecewa. Kenapa? Saya masih ingat
saat kampanye Pilpres, Jokowi menjanjikan kolaisi ramping dengan selogan
koalisi tanpa syarat. Waktu itu Jokowi
terlihat tidak membutuhkan Parpol. Jokowi sangat percaya diri dengan
dukungaan rakyat yang sangat besar. Sekarang rakyat menanti sikap tegasnya
terkait keinginan parpol-parpol merapat ke Pemerintah.
Jokowi harusnya tidak
menampung semua keinginan Parpol. Parpol sepatutnya diuji terlebih dulu, apa betul
keinginan bergabung dengan pemerintah untuk kepentingan rakyat? Atau sebenarnya
mereka sedang mengincar jatah, “kue pembangunan”? Ketulusan mereka harus
dibuktikan. Jika ada Parpol yang sedari awal saja sudah meminta bahkan
mentarget posisi menteri, maka Jokowi sepantasnya mengabaikann. Karena Parpol
semacam ini yang kelak menjadi benalu di kabinet. Atau Parpol yang dari awal
sangat keji menyerang dengan berbagai fitnah, sepatutnya Jokowi tidak meladeni
bujuk rayu mereka. Karena perubahan sikap yang sangat mencolok itu tidak
mungkin bila tidak dilatarbelakangi motif tersembunyi yang bisa jadi menjadi
tujuan utamanya.
Kenapa khawatir?
Ada beberapa
alasan, menurut hemat saya kenapa kita khawatir terhadap koalsisi tambun, pertama, kekuasaan
yang terlampau absolut, tanpa kekuatan penyeimbang, sangat rawan diselewengkan.
Begitu pun dengan pemerintah yang terlalu jemawa, amat mungkin jalan mereka
lebih mudah salah arah. Demokrasi tersesat. Ujung-ujungnya seluruh negeri ini
yang bakal kena getah.
Kedua, oposisi atau apa istiliahnya dapat berfungsi sebagai
pengontrol, pengawas setiap kebijakan pemerintah. Sistem
checks and balances yang dilakukan oposisi di Parlemen diharpkan dapat
mengendalikan, mengontrol Pemerintah di rel yang dimaui rakyat. Pemerintah bisa
saja keluar rel bila tidak ada pihak yang menjadi pengawasnya. Karena idealnya
agar checks and balances berjalan dengan seimbang komposisi pemerintah dan
oposisi berada pada 50-50 persen dari komposisi kekuatan parpol yang ada.
Bolehlah Pemerintah lebih sedikit.
Ketiga, karena
diawasi, diplototi, Pemerintah akan selalu waspada, bekerja dan bekerja.
Pemerintah akan hati-hati jangan sampai kebijakanaya tidak menguntungkan
rakyat. Pemerintah tak bisa santai apalagi tidur sebab oposisi di Parelemen
selalu memolototi setiap apa yang dilakukan. Dan koalisi tambun bisa mengubah
dari kerja keras menjadi lebih santai, ritme kerja menjadi lamban sebab
Pemerintah merasa tidak ada yang ditakuti. Tidak ada oposisi.
Keempat, koalisi tambun dikhawatirkan Pemerintahan
tidak akan berjalan efektif. Hal ini
yang pernah dialami Partai Demokrat selama 10 tahun berkuasa, di mana Presiden
SBY selalu terlibat tarik ulur kepentingan dengan partai-partai pendukungnya
dalam menelurkan setiap kebijakan.
Akhir
kata, koalisi tambun menjadi kekhawatiran bagi rakyat sekarang setelah parpol
di KMP ramai-ramai menyatakan dukungan
ke Jokowi – JK. Jokowi sepatutnya tegas menolak parpol bila mamang dipanndang
tak perlu. Koalisi ramping seperti sekarang membuat langkah Pemerintah lebih
cepat. Walau diakui kegaduhan di Parlemen akibat ula oposisi di Parlemen
membuat rakyat muak sebab kritik dan pengawasan mereka kebablasan. Sekarang
saatnya Presiden memilih parpol yang ada (menyatakan dukungan) yang diyakini
bisa diajak kerja sama. Satu partai lagi saya pandang cukup untuk memberi
keseimbangan dan mengurangi kegaduhan. Wa
Allahu Alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar