Terkejut. Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan masuk dalam gerbong reshufle yang
diumumkan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu. Mantan Rektor Universitas
Paramadina itu digantikan Prof
Muhajir Effendy, mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang. Banyak pihak
mempertanyaan pergantian tersebut. Alasan pergantiannya tak banyak dipahami
publik. Selama ini, Anies Baswedan dinilai bekerja dengan baik. Bisa jadi, itu belum cukup bagi presiden Jokowi. Atau
Jokowi punya agenda khusus untuk Pak Aniies.
Rumor yang berkembang (semoga ini salah),
pergantian beliau sekadar untuk memenuhi keterwakilan unsur Muhamadiyah di
pemerintahan Jokowi-JK. Sebelumnya tidak satu menteri pun yang merepresentasikan
ormas keagamaan terbesar kedua itu. Tentu itu sah saja, asal pergantian
dimaksud disertakan pertimbangan profesionalitas. Artinya, ini menjadi
tantangan bagi Prof Muhajir Effendy untuk menunjukkan kinerja lebih baik lagi,
memajukan pendidikan nasional.
Sebagai orang yang berkecimpung dalam
dunia pendidikan, saya melihat Pak Anies Baswedan sebagai menteri yang memiiki
visi jauh ke depan, berintegritas tinggi serta memilki komitmen kuat memajukan
pendidikan di Indonesia. Beliau sangat
humanis. Dalam pandanganya, mendidik itu pada hakekatnya memanusiakan manusia.
Sebab itu dalam pendidikan tidak boleh ada kekerasan baik fisik maupun psikis.
Mendidik itu harus menyenangkan. Dalam istilah Kihajar Dewantara, sekolah itu
harus seperti taman, indah dan menyenangkan.
Kaitan
dengan memanusiakan manusia, Anies Baswedan
mengajak para guru dan orang tua agar
memperlakukan anak seperti benih, bukan kertas putih. Mengapa harus dianggap
benih? Karena dalam benih belum terlihat
mana akar, batang, daun atau rantingnya. Seperti itulah bakat seorang anak. Maka
menjadi tugas orang tua dan guru menggali, mencari dan menumbuhkan benih itu agar bisa berkembang
dengan baik dan sempurna. Anak kerapkali kesulitan untuk melihat apa passion
sebenarnya yang ia minati. Dan proses ini memang butuh waktu dan tidak mudah.
Menemukan potensi pribadi tidak bisa
dilakukan dengan cepat. Selama ini orang
tua dan guru kurang memahami bagaimana membantu anak menemukan minat dan bakat
mereka.
Selama 20 bulan memimpin dunia
Pendidikan di Indonesia, banyak karya besar telah dilahirkan. Pak Anies Baswedan
telah membuat sejarah baru dalam merestorasi pendidikan di tanah air. Berikut
karya nyata beliau yang tak akan bisa dilupakan
oleh kita semua, civitas pendidikan. Pertama,
mengubah paradigma Ujian Nasional (UN). Di tangan beliau, UN tidak lagi
menjadi penentu tunggal kelulusan peserta didik. UN, dibuatnya tidak lagi
menkutkan seperti sebelumnya. UN menjadi tidak sakral lagi. UN sebatas untuk pemetaan
mutu program dan/atau satuan pendidika, dasar
seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, serta pembinaan dan pemberian
bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu
pendidikan. Tidak lebih dari itu.
Kedua, gerakan literasi sekolah (GLS). Fakta
yang menunjukkan rendahnya minat baca bangsa kita mendorong Kemendikbud
menerbitkan Permendikbud No.23 Tahun 2015 Tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Permendikbud
tersebut mengharuskan peserta didik untuk membaca buku non pelajaran selama 15
menit sebelum proses pembelajaran dimulai. Ini merupakan upaya pembiasaan
sekaligus mendekatkan anak didik pada buku. Juga menanamkan kecintan mereka
pada membaca dan buku. GLS merupakan terobosan yang visioner, melesat jauh. Bila gerakan ini dijalankan
secara baik, saya yakin budaya literasi bangsa kita akan membaik pada masa
mendtang.
Ketiga, gerakan mengantar anak ke
sekolah di hari pertama. Gerakan ini baru saja bisa dinikmati oleh para orang
tua pada awal tahun pelajaran ini.
Gerakan mengantarkan anak menjadi trending topik pemberitaan di media
massa baik eloktronik, cetak juga media sosial. Masyarakat luas nampaknya mulai
menyadari pentingnya mengantarkan ke sekolah di awal tahun pelajaran. Mereka
juga mulai menyadari manfaatnya. Gerakan yang dimulai setahun lalu tersebut
mendapat respon sangat positif dari para orang tua. Mereka bahkan telah
menikmati budaya bangsa yang baru digagas sang menteri itu.
Keempat, mengubah
sistem orientasi siswa. Kementerian pendidikan dan
kebudayaan RI telah mengeluarkan dan memberlakukan Permendikbud Nomor 18 Tahun
2016 Tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah. Dengan diterbitkannnya Permendikbud
tersebut maka Permendikbud Nomor 55 Tahun 2014 tentang Masa Orientasi Peserta Didik Baru
dinyatakan tak berlaku lagi. Sebab itu, mulai tahun pelajaran 2016-2017 ini. MOS
tidak boleh diselenggarakan lagi. Sekolah wajib melaksanakan Pengenalan
Lingkungan Sekolah (PLS).
Pengenalan lingkungan sekolah (PLS) adalah kegiatan pertama
masuk sekolah untuk pengenalan program, sarana dan prasarana sekolah, cara
belajar, penanaman konsep pengenalan diri, dan pembinaan awal kultur
Sekolah.
PLS bertujuan untuk a) mengenali potensi diri siswa baru, b)
membantu siswa baru beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan sekitarnya,
antara lain terhadap aspek keamanan, fasilitas umum, dan sarana prasarana
sekolah, c) menumbuhkan motivasi, semangat, dan cara belajar efektif sebagai
siswa baru, mengembangkan interaksi positif antara siswa dan warga sekolah lainnya,
e) menumbuhkan perilaku positif antara lain kejujuran, kemandirian, sikap
saling menghargai, menghormati keanekaragaman dan persatuan, kedisplinan, hidup
bersih dan sehat untuk mewujudkan siswa yang memiliki nilai integritas, etos
kerja, dan semangat gotong royong.
Sistem PLS diharapkan mampu menghapus praktek-praktek
perpeloncoan yang selama ini sering terjadi. PLS menjadi babak baru peserta
didik baru mengenal lingkungan sekolah dangan senang, bahagia dan tentu aman. Mereka
tidak perlu takut lagi. Mereka akan menikmati seluruh rangkaian kegiatan pengenalan
lingkungan sekolah. PLS akan menjadi pintu masuk peserta didik dalam proses
pembelajaran di sekolah yang menyenangkan.
Kelima, mengubah
PUEYD menjadi PUEBI. Anies mengeluarkan Permendikbud No. 50 Tahun 2015 tentang
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Permendiknas 46/2009 tentang Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku. Anies menjadi orang yang mengubah PUEYD menjadi PUEBI setelah digunakan
sejak masa pemerintahan Presiden Soeharto. PUEBI adalah sebuah terobosan
pedoman kebahasaan karena lebih lengkap, lebih sederhana, dan lebih mudah
digunakan siapa pun.
Keenam,
Indonesia menjadi menjadi Guest of Honour dalam Frankfurt Book Fair 2015. Pelaksanaan FBF 2015
menjadi momentum istimewa bagi Indonesia karena didaulat sebagai Tamu
Kehormatan (Guest Of Honour). Tentu saja menjadi Tamu Kehormatan pada FBF 2015
merupakan sebuah kebanggaan tersendiri mengingat Indonesia hanya memerlukan
waktu lima 5 tahun untuk menjadi tamu kehormatan, sementara negara lainnya
membutuhkan waktu yang lama. Sebut saja Finlandia yang merupakan negara dengan
sistem pendidikan terbaik di dunia, harus sabar menanti selama sekitar 26 tahun
untuk bisa menjadi Tamu Kehormatan pada FBF. Ini tak terkecuali karena upaya
dan dukungan penuh Mendikbud. Anies Baswedan ingin menjadikan Frankfurt
Book Fair 2015 sebagai pameran peradaban Indonesia. Dan itu berhasil, sukses.
Akhir kata,
menteri boleh berganti. Tetapi semangat juang Pak Anies harus tetap ada di
dunia pendidikan kita. Kita berharap kepada penggantinya, Prof Muhajir Effendy dapat berbuat lebih baik dan lebih
banyak lagi. Sehingga cita-cita Pak Anies dan kita semua mewujudkan pendidikan
nasional yang maju, berkualitas menjadi kenyataan. Akhirnya, kita hanya mampu
mengucapkan terima kasih Pak Anies. Wa
Allahu Alam