Malam lebaran lalu saya kedatangan
tamu, anak muda yang bekerja di tempat usaha keluarga. Disamping bersilaturahmi
dan berlebaran, ia meminta izin berhenti bekerja. Saya menanyakan alasannya. Ia
menjawab akan ke Jakarta, bekerja. Ikut saudara berjualan martabak. Ia
berkeyakinan bekerja di kota besar semisal Jakarta akan membawa kehidupan lebih
baik, lebih sejahtera. Ia mengatakan untuk menambah dan mencari pengalaman.
Usai
lebaran, sudah menjadi tradisi masyarakat pedesaan berbondong-bondong
berangkat ke perkotaan, mengadu nasib.
Mereka datang ke kota dengan tujuan mencari pekerjaan. Sebutanya adalah
urbanisasi. WikipidiaIndonesia.org mendefinisikan urbanisasi sebagai perpindahan
penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi adalah masalah yang cukup serius bagi
kita semua. Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dan kota akan
menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan.
Banyak alasan orang beramai-ramai ke
kota. Diantaranya menyempitnya lahan pertanian di pedesaan. Sawah sebagai lahan
perekonomian utama di pedesaan tergerus habis
oleh pabrik-pabrik yang didirikan di wilayah pedesaan. Di kota sudah tak
tertampung. Kota sudah menyempit sehingga wilayahnya melebar ke pedesaan.
Ditambah lagi, sebagian masyarakat pedesaan tak tertarik lagi bertani.
Pekerjaan sebagai petani dianggap tak bergengsi, tak menghasilkan banyak uang.
Selain itu, terbatasnya lapangan
pekerjaan di desa menjadi sebab lain. Harus diakui ekonomi pedesaan tak sebaik
di kota. Seperti diketahui perkembangan dan kemajuan ekonomi Indonesia belum
merata. Pembangunan bertumpuk di kota-kota besar terutama Jakarta sebagai ibu
kota negara. Gagasan pembangunan Indonsesia sentris dimana pembangunan tak
terpusat di Jakarta dan kota-kota besar lainnya yang sering disampaikan
Presiden Jokowi musti didukung oleh semua elemen bangsa. Jokowi meyakinkan,
pembangunan kudu dimulai dari desa-desa.
Kemudian ajakan dari mereka yang
sukses. Tak sedikit orang mudik yang sukses di kota. Kesuksesan mereka tentu
menjadi daya tarik tersendiri. Terlebih sebagian mereka aktif mengajak orang lain dengan alasan
berbagi kesejahteraan dengan saudara, teman, tetangga juga lainnya.
Selanjutntnya, soal gaya hidup.
Gemerlap gaya hidup masyarakat kota yang disaksikan melalui TV, media sosial
dan lainnya telah mempengaruhi masyarakat desa untuk pindah ke kota. Mereka
tergiyur oleh gemerlap kehidupan kota. Budaya hedonisme perkotaan dianggap
sebagai sebuah kebahagian yang wajib diperjuangkan. Maka pilihannya tak lain
kecuali pindah ke kota guna mengejar mimpi tersebut.
Urbanisasi merupakan persoalan rumit.
Satu sisi tak mungkin kita melarang orang pindah ke kota. Itu melanggar
Uundang-undang. Dalam UU Dasar 1945 Pasal 28 A ditegaskan setiap orang berhak untuk
hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Sisi lain, urbanisasi menjadi persoalan
serius bagi tata kelola kota. Sederet dampak negatif menyertai kedatangan para
urban. Urbanisasi menjadi beban yang harus dipikul pemerintah kota. Karenanya,
tak sedikit pemerintah kota yang mengeluh terkait permasalahan ini.
Problematika yang muncul akibat
urbanisasi antara lain adalah menambahnya jumlah penduduk di perkotaan.
Penambahan penduduk yang mencolok menjadi beban berat bagi pemerintah kota. Hal
itu sangat dirasakan dalam tata kelola kota terutama yang terkait dengan keamanan, ketertiban, juga
kebersihan.
Selanjutnya, penganngguran bertambah.
Tidak semua urban memperoleh pekerjaan di kota. Peluang kerja di perkotaan juga
terbatas. Bagi mereka yang tak memiliki ketrampilan akan sulit dapat bertahan
di kota. Maka konsekuensi logisnya angka pengangguran menjadi bertambah.
Padahal angka pengangguran sebelumnya sudah cukup tinggi. Contoh di Jakarta,
seperti disebutkan oleh sindonews.com, pada
tahun 2015 jumlah pengangguran mencapai 7,14 juta orang. Jumlah itu akan
bertambah dengan masuknya para urban di Jakarta tahun ini.
Pada akhirnya, urbanisasi berdampak
pada kerawanan sosial. Angka pengangguran yang tak terkendali mendorong tindak
kejahatan dan kekerasan meningkat. Kehadiran mereka seperti bom waktu yang siap
meledak. Kriminalitas di kota menjadi sesuatu yang menakutkan. Pencurian,
perkelahian, tawuran dan kerusuhan mengancam kenyamanan dan keamanan warga kota
setiap waktu.
Solusi
Sebab itu, menurut hemat saya tradisi
urbanisasi harus didobrak. Kita kudu bisa menekan angka urbanisasi. Sehingga
fenomena urbanisasi tidak lagi menjadi tradisi setiap pasca lebaran. Para pemudik tidak lagi
membawa sanak kerabat ke kota. Dan pada akhirnya, bisa jadi mudik pun tidak
lagi menjadi permasalahan tahunan bangsa ini karena turunya angka pemudik
disebabkan menurunya jumlah orang bekerja di luar daerahnya.
Untuk itu, menjadi PR besar bagi
pemerintah untuk mewujudkannya. Dan berikut beberapa langkah yang dapat
diambil. Pertama, pembangunan
Indonesia sentris. Selama ini pembangunan terpusat di pulau Jawa. Di Jawa sendiri terpusat di Jakarta. Sehingga ketimpangan antara Jawa dan pulau lainnya
sangat mencolok, terlebih bila membandingkannya dengan Jakarta. Contoh konkrit ketimpangan tersebut adalah soal
infrastruktur. Konon perputaran uang 80 persen berada di Jakarta sisanya di
daerah lain. Tak heran jika orang berbondong-bondong masuk Jakarta. Di waktu mendatang pembangunan harus merata
ke seluruh wilayah kesatuan Negara Republik Indonesia.
Kedua,
membangun dari desa. Berbeda dengan sebelumnya, pemerintahan Jokowi-JK
bertekad membangun Indonesia dari desa-desa. Setiap desa akan diberi dana
stimulus berkisar satu milyar. Dana tersebut diharapkan mendorong laju pembangunan
dan ekonomi pedesaan. Dana desa digunakan untuk membangun infrastruktur
sehingga mendorong perekonomian masyarakat. Terkait dengan dana desa,
pemerintah daerah terutama pemerintah desa seyogyanya siap mengelolanya dengan
baik. Jangan sampai dana besar itu menjadi ladang korupsi baru. Setiap desa
diminta memiliki program jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang
dalam memanfaatkan dana tersebut.
Ketiga,
mengembangkan kota-kota sentra ekonomi. Sampai saat ini kegiatan ekonomi
Indonesia terpusat di Jakarta. Jakarta sebagai ibu kota menjadi pusat
pemerintahan negara sekaligus sentra ekonomi. Kedepan, pemerintah wajib
memindahkannya ke kota lain sebagai sentra ekonomi nasional. Di setiap pulau
besar seperti Jawa, Kalimantan, Sumatera, dan lainnya dipilih kota yang akan
dikembangkan sebagai sentra ekonomi.
Keempat,
memaksimalkan otonomi daerah. Daerah idealnya menjadi ujung tombak
pembangunan dan pengembangan ekonomi nasional. Setiap daerah diminta saling
bersinergi dan tetap terkordinir oleh pemerintah pusat dalam menjalankan
pembangunan dan mengembangkan ekonomi nasional. Otonomi daerah jangan hanya
melahirkan raja-raja kecil yang mengabaikan kesejahteraan rakyat. Setiap kepala
daerah harus berkomitmen guna membangun daerahnya masing-masing.
Kelima,
melanjutkan program transmigrasi untuk pemerataan penduduk. Program transmigrasi yang dilaksanakan sejak
orde baru masih layak diteruskan. Hal itu bertujuan untuk pemerataan penduduk.
Sebab itu, program transmigrasi dikelola lebih baik lagi.
Akhir kata, pembangunan dan
pengembangan ekonomi nasional harus merata. Pemerintah kudu bisa mewujudkannya.
Jika mimpi itu terwujud, tradisi urbanisasi dengan sendirinya akan terdobrak,
terkikis. Orang kampung tak perlu berhijrah lagi ke kota. Kota besar seperti
Jakarta tak akan terkena dampak negtif urbanisasi lagi. Sehingga kesemrautan
ibu kota seperti macet, banjir, pengangguran dan problematika sosial lainnya
akan mudah teratasi. Semoga. Wa Allahu
Alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar