Kurikulum
2013 (K13) akan diberlakukan kembali setelah sebelumnya sempat dihentikan
sementara oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Rencananya, K13 akan
diberlakukan pada tahun pelajaran 2016-2017 mendatang. Perjalanan K13 memang
berbeda dengan kurkulum lain seperti KTSP. Diberlakukan di akhir pemerintahan
SBY. Kemudian dibekukan sementara di era awal pemerintahan Jokowi. Waktu itu, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, Anis Baswedan beralasan pembekuan sementara itu
terkait persiapan yang dianggap belum maksimal seperti masalah distrubusi buku
guru dan buku siswa yang telat. Juga ada beberapa hal yang dianggap perlu
perbaiakan seperti rumitnya penilaian
yang dikeluhkan banyak guru.
Pemberlakuan
K13 berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 160 Tahun 2014 tentang Pemberlakukan
Kurikulum Tahun 2006 dan Kurikulum Tahun 2013 pasal 4. Dinyatakan bahwa satuan
pendidikan dasar dan pendidikan menengah dapat melaksanakan Kurikulum Tahun
2006 paling lama sampai tahun pelajaran 2019/2020.
Ketentuan
di atas, memberi kesempatan kepada sekolah yang belum siap melaksanakan K13
untuk melaksanakan Kurkulum 2006. Tapi, diminta untuk menyiapkan diri sehingga
selambat-lambatnya pada tahun 2019/2020 semua sekolah dituntut dapat
melaksanakannya. Dalam hitungan Kemendikbud, tahun pelajaran mendatang
(2016-2017) 25% dari jumlah sekolah akan memberlakukan K13. Contoh di Jawa
Barat , untuk jenjang SD K13 akan diberlakukan di 5001 (25%) dari populasi SD.
Yakni 510 adalah SD sasaran implementasi K13 tahun 2015 dan sebanyak 4491 SD
sasaran tahun 2016. Begitu tiga tahun pelajaran berikutnya 2017-2018,
2018-2019, dan 2019-2020 sasaran pemberlakuan akan diperluas masing-masing 25%.
Sehingga diyakini pada tahun pelajaran 2019-2020 seluruh sekolah secara
nasional telah melaksanakan K13.
Sejak
tanggal 22 Juni 2016 kemaren, saya mengikuti
Pelatihan Guru Sasaran Pelaksana Kurikulum 2013 Jenjang SD di SDN
Jatibarang II Kab. Indramayu. Diklat yang dilaksanakan sampai 27 Juni 2016 itu,
seperti saya baca dalam panduan,
bertujuan memberi pemahaman kepada guru sasaran berupa konsep dan
implementasi Kurikulum 2013. Selama mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh
Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Kemendikbud itu saya tidak banyak
menemukan perbedaan yang berarti di K13 perubahan tersebut. Rasanya sama saja.
Hanya beberapa poin, memang berbeda.
Menurut
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendikbud Totok
Suprayitno, ada lima poin
perbedaaan dalam K13 peubahan. Pertama,
adalah meningkatkanya hubungan atau keterkaitan antara kompetensi inti (KI) dan
kompetensi dasar (KD).
Kedua, penyederhanaan aspek penilaian siswa oleh guru. Pada
K13 versi lawas, seluruh guru wajib
menilai aspek sosial dan spiritual (keagamaan) siswa. Sistem ini yang lantas
dikeluhkan banyak guru. Dalam
skema yang baru, penilaian sosial dan keagamaan siswa cukup dilakukan oleh guru
PPKn dan guru pendidikan agama-budi pekerti. Sementara guru fisika dan mata
pelajaran lainnya hanya menilai aspek akademik sesuai bidang yang diajarkan
saja. Guru mata pelajaran lain boleh menilai aspek sosial sewajarnya. Seperti
terkait kenakalan atau misalnya saat siswa ketahuan mencontek.
Ketiga, proses berpikir siswa tidak dibatasi. Pada kurikulum yang
lama, berlaku sistem pembatasan. Yaitu, anak SD sampai memahami, SMP
menganalisis, dan SMA mencipta. Pada
kurikulum hasil revisi ini, anak SD boleh berpikir sampai tahap penciptaan.
Tentunya dengan kadar penciptaan yang sesuai dengan usia.
Keempat, teori 5M (mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, dan
mencipta) tidak sebatas menjadi teori saja. Tetapi, guru dituntut untuk
benar-benar menerapkan dalam pembelajaran.
Kelima,
struktur mata pelajaran dan lama belajar di sekolah tidak diubah. Meski tidak banyak perubahan, Kemndikbud berharap K13 versi
baru ini bisa mengahadirkan proses belajar di kelas yang menyenangkan.
Sedangkan untuk nama tidak mengalami perubahan, tetap kurikulum 2013. (http://www.jpnn.com/)
Catatan
Terkait dengan rencana
pemberlakuan K13 pada tahun pelajaran 2016-2017 mendatang, saya ingin sedikit
memberi catatan. Catatan ini anggap saja sebagai saran, koreksi untuk kita
semua terutama pengambil kebijakan bidang pendidikan di negeri ini. Juga, untuk para guru seperti saya. Pertama, distribusi buku guru dan buku
siswa tidak terlambat lagi. Ini penting. Hal ini juga yang sebelumnya dijadikan
alasan penundaan pelaksanaan K13 pada tahun
pelajaran sebelumnya. Berdasarkan pengalaman saya mengikuti Diklat Guru
Sasaran Pelaksana K13 yang dilaksanakan LPMP Kemendikbud, hal yang sama masih
terjadi. Selama pelatihan kita masih kesulitan memperoleh buku siswa dan buku
guru hasil revisi. Ini menjadi kesulitan tersendiri bagi kami pseserta diklat
juga para intruktur dalam proses pembelajaran selama diklat. Kejadian ini
mestinya menjadi pelajaran. Tahun pelajaran yang baru tinggal menghitung hari.
Sampai saat ini buku siswa dan buku guru belum sampai di sekolah. Apa kita akan
mengulangi kesalahan yang sama? Distribusi buku siswa, buku guru terlambat
kembali? Saya masih ingat, ketika K13
diberlakukan pertama kali, buku siswa baru diterima oleh sekolah pada semester kedua.
Kedua, perangkat administrasi pendidikan
seperti raport, buku penilaian dan lainnya seharusnya disiapkan lebih dini.
Jangan kembali terlambat. Hal tersebut akan mempersulit guru di lapangan. Bisa
saja guru melakukan kreatifitas, membuat sendiri. Tapi tentu lebih baik jika
dipersiapkan sehingga tidak akan ditemukan perbedaan nantinya.
Ketiga, guru seperti saya harus siap
mengikuti setiap regulasi pemerintah. Termasuk terkait dengan rencana K13, guru
diminta menyiapkan diri. Diklat Guru Sasaran Pelaksana K13 seperti yang saya
ikuti merupakan kepedulian dan bagian
tanggung jawab pemerintah dalam membantu kesiapan guru menghadapi pelaksanaan
K13. Niat baik pemerintah tersebut kudu direspon secara positif oleh guru. Guru
wajib memaksimalkan manfaat dari kegiatan
itu. Lebih jauh, guru bisa mengembangkannya sendiri. Sehingga mereka
betul-betul siap, melaksanakan K13.
Walhasil, K13
segera diberlakukan. Semua elemen yang terkait harus siap. Penundaan sebelumnya
akibat ketidaksiapan yang maksimal tidak boleh terulang lagi. Apa kita mesti
jatuh pada kesalahan yang sama? Tentu tidak.
Mengutip UU
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Butir 1,
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia dan ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Gambaran pendidikan di atas diharapkan bisa terwujud dalam
pelaksanaan dan pemberlakuan K13
mendatang. Semoga. Wa Allahu Alam
Dimuaat di Harian Radar Cirebon, Jumat 27 Juni 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar