Minggu
ini adalah hari-hari menggembirakan bagi peserta didik. Mereka masuk sekolah
untuk pertama kali setelah libur panjang akhir tahun pelajaran, ramadhan dan lebaran.
Lebih lagi bagi mereka yang baru masuk (SD-SLTP-SLTA), menjadi peristiwa yang
akan diingat sepanjang hidup. Satu masa yang telah dinanti oleh peserta didik
baru sejak beberapa minggu sebelumnya. Kegembiraan bagi peserta didik baru
menjadi bertambah saat mengikuti MOPD, kepanjangan Masa Orientasi Peserta Didik
Baru, yang dulu kita mengenalnya dengan sebutan Masa Orientasi Siswa (MOS).
MOS
merupakan sebuah kegiatan yang umum
dilaksanakan di sekolah guna menyambut kedatangan siswa baru. Masa orientasi lazim
dijumpai hampir di tiap sekolah, mulai dari tingkat SMP, SMA, hingga perguruan tinggi.
Tak pandang itu sekolah negeri maupun swasta, semua menggunakan cara itu untuk
mengenalkan almamater pada siswa barunya. MOS dijadikan sebagai ajang untuk melatih
ketahanan mental, disiplin, dan mempererat tali persaudaraan. MOS juga sering
dipakai sebagai sarana perkenalan siswa terhadap lingkungan baru di sekolah
tersebut. Baik itu perkenalan dengan sesama siswa baru, kakak kelas, guru,
hingga karyawan lainnya di sekolah itu. Tak terkecuali pengenalan berbagai
macam kegiatan yang ada dan rutin dilaksanakan di lingkungan sekolah. (id.wikipedia.org/wiki)
Menjadi
rahasia umum, MOPD atau MOS sering kali terjebak pada perpeloncoan siswa baru oleh
senior mereka. MOS menjadi ajang adu
gengsi antara siswa yang menguras emosi peserta. MOS menjadi ujian terberat
bagi peserta didik baru sebelum mereka menikmati semua fasilitas sekolah dengan
berbagai program dan model pembelajaran. Praktek perpeloncoan dalam MOS menghadirkan
tindak kekerasan.
Menurut Thomas Wibowo,
kekerasan itu berbentuk Pertama,
kekerasan verbal. Perilaku ini dilakukan melalui penggunaan stereotip-stereotip
dan penamaan yang berkonotasi seksis, rasis, kultur, sosio-ekonomi, kelemahan
mental, dan homofobik. Misalnya, menyebut siswa si ”kurus” atau si ”gendut”, si
”Batak” atau si ”China”, si ”Hitam”.
Kedua,
kekerasan fisik. Perilaku kekerasan ini dilakukan dalam bentuk mendorong,
mengguncang, memukul penggaris, mencubit, menarik rambut atau telinga, melempar
dengan kapur atau penghapus, menendang, meludah, mencolek bagian tubuh tertentu
(perempuan), dan sebagainya.
Ketiga,
kekerasan psikologis. Kekerasan ini dilakukan misalnya dalam bentuk teriakan,
berbicara secara kasar, menggertak, melempar atau menyobek pekerjaan siswa,
mengacam siswa dengan hukuman, vonis nilai ulangan, mengacuhkan, tidak peduli,
atau melecehkan pendapat/ pertanyaan siswa. (kompasiana.com)_
Pengenalan
Lingkungan Sekolah
Perpeloncoan seperti di atas tidak boleh
terjadi lagi terjadi. Pemerintah telah mengubah sistem MOS. Kementerian
pendidikan dan kebudayaan RI telah mengeluarkan dan memberlakukan Permendikbud
Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah. Dengan
diterbitkannnya Permendikbud tersebut maka Permendikbud Nomor 55 Tahun 2014
tentang Masa Orientasi
Peserta Didik Baru dinyatakan tak berlaku lagi. Sebab itu, mulai tahun
pelajaran 2016-2017 ini MOS tidak boleh diselenggarakan lagi. Sekolah wajib
melaksanakan Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS).
Pengenalan lingkungan sekolah (PLS) adalah kegiatan pertama
masuk sekolah untuk pengenalan program, sarana dan prasarana sekolah, cara
belajar, penanaman konsep pengenalan diri, dan pembinaan awal kultur Sekolah.
PLS bertujuan untuk a) mengenali potensi diri siswa baru, b) membantu
siswa baru beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan sekitarnya, antara lain
terhadap aspek keamanan, fasilitas umum, dan sarana prasarana sekolah, c)
menumbuhkan motivasi, semangat, dan cara belajar efektif sebagai siswa baru,
mengembangkan interaksi positif antara siswa dan warga sekolah lainnya, e)
menumbuhkan perilaku positif antara lain kejujuran, kemandirian, sikap saling
menghargai, menghormati keanekaragaman dan persatuan, kedisplinan, hidup bersih
dan sehat untuk mewujudkan siswa yang memiliki nilai integritas, etos kerja,
dan semangat gotong royong.
PLS dilaksanakan paling
lama tiga hari pada minggu pertama awal tahun pelajaran. Kegiatan dilaksanakan
hanya pada hari sekolah dan jam pelajaran. Penambahan waktu kegiatan
diperbolehkan hanya kepada sekolah berasrama dengan terlebih dahulu melaporkan
kepada dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya
disertai dengan rincian kegiatannya.
Sebelum mengikuti
kegiatan PLS, peserta didik baru diminta mengisi formulir sebagai data awal
bagi panitia untuk mengenal latar belakang peserta. Dalam formulir itu peserta
diminta menuliskan mulai dari nama, jenis
kelamin, jumlah saudara, tempat
tanggal lahir, agama, alamat rumah, asal
sekolah, riwayat keesehatan sampai bakat yang dimiliki peserta
di bidang seni, olahraga dan sains.
PLS terdiri dari kegiatan wajib dan kegiatan
pilihan. Keduanya harus dilaksanakan sesuai dengan silabus PLS seperti
tercantum dalam Lampiran 1 Permendikbud Nomor 18 Tahun
2016. Sekolah bisa memilih berbagai kegiatan pilihan dan menyesuaikannya dengan
kondisi lingkungan sekolah masing-masing.
Kegiatan wajib seperti
mengenalkan visi-misi, program, kegiatan, cara belajar, tata tertib juga
berbagai fasilitas sekolah. Dikenalkan pula semua warga sekolah dari kepala
sekolah, guru, staf TU dan lainya. Kegiatan pilihan misalnya mengenalkan
kegiatan ektrakurikuler sekolah, menginformasikan fasilitas umum di sekitar
sekolah dan lainnya.
Perbedaan PLS dan MOS yang sangat signifikan antara
lain adalah dilarang melibatkan siswa senior (kakak kelas) dan/atau alumni
sebagai penyelenggara serta tidak diolehkan memberikan tugas kepada siswa baru
berupa kegiatan maupun penggunaan atribut yang tidak relevan dengan aktivitas
pembelajaran siswa. Dua hal ini yang memunculkan perpolocohan di masa MOS lalu
sekaligus menjadi sebab atau ajang balas dendam senior ke junior.
Singkatnya, penerbitan Permendikbud
Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengenalan Lingkungan sekolah harusnya
menghilangkan praktek kekerasan dalam MOS. Untuk itu, setiap sekolah kudu mempelajari
dan menjadikan Permendikbud tersebut sebagai pedoman dalam kegiatan PLS untuk
peserta didik baru. Maka di waktu mendatang tak boleh ada perpeloncoan lagi. Wa Allahu Alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar