Seiring
dengan diberikannya Tunjangan Profesi Guru (TPG), profesi guru tak lagi dipandang
sebelah mata. Harkat. Derajat dan martabat guru di tengah masyarakat mulai
terangkat. Profesi guru dianggap menjanjikan secara materi. Kesejahteraan guru di era sertifikasi lebih
baik. Guru tak lagi bersepeda butut. Guru ke sekolah sudah bermobil. Banyak dari
mereka yang bisa menunaikan haji. Jarkasih sebutanya, haji dari hasil
sertifikasi.
Fakultas keguruan pun kebanjiran
mahasiswa. Sebelumnya calon mahasiswa masuk keguruan setelah tak diterima di
fakultas favorit. Sekarang mereka
berebut masuk ke fakultas yang mencetak calon guru tersebut. Ya, minat ke
fakultas keguruan meningkat tajam. Sejumlah perguruan tinggi pun beramai-ramai
membuka fakultas keguruan. Dan akhirnya,
diprediksi sarjana pendidikan akan menjamur. Dari mereka yang benar-benar
kuliah sampai yang memilih jalan pintas.
TPG merupakan bukti komitmen
Pemerintah dalam memperhatikan kesejahteraan guru. Sebagai ujung tombak
pendidikan, guru memiliki peran penting dan strategis dalam memajukan
pendidikan nasional. Mereka berperan besar dalam menciptkan generasi Indonesia
yang diharapkan seperti disebut dalam tujuan pendidikan. Yakni mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Namun,
sepuluh tahunan TPG diberlakukan, kualitas pendidikan dinilai banyak pihak tak
mengalami perkembangan berarti. Sertifikasi guru tak mendobrak kualitas
pendidikan nasional. TPG tak merubah kinerja guru. TPG tak membuat kompetensi guru
Indonesia lebih baik. Program TPG belum bisa menghadirkan guru profesional
dalam sistem pendidikan di Indonesia. Harapan perbaikan kualitas pendidikan
nasional melalui TPG belum terwujud. Sebab itu, wacana penghapusan TPG sempat
muncul ke permukaan.
Ini
menjadi tantangan berat bagi sarjana kependidikan yang akan menjadi guru di
masa yang akan datang. Pasalnya, mereka menjadi tumpuan harapan berikutnya guna
mewujudkan pendidikan nasional yang maju, berkualitas. Jika guru yang ada sekarang
(semoga tidak) tak bergeming, tak mau mengubah diri maka kepada mereka nasib
pendidikan di Indonesia digantungkan. Mereka kudu memilki komitmen kuat dalam
memajukan pendidikan. Mereka dituntut banyak belajar. Menyiapkan diri menjadi
guru profesional seperti harapan Pemerintah. Ini bukan berarti menyerahkan
persoalan kepada mereka. Tanggung jawab pendidikan tetap ada pada para guru
disamping unsur pendidikan yang lain. Mereka sebatas masa depan yang pantas
dipersiapkan.
Tantangan
Permasalahan
di atas sebaiknya dijadikan tantangan bagi sarjana pendidikan, calon tenaga
pendidik di waktu mendatang. Mereka wajib memahami permasalahan pendidikan di
tanah air. Permasalahan yang ada pada dunia pendidikan Indonesia selayaknya
menjadi PR bagi mereka untuk menyelesaikannya kelak ketika menjadi guru, terlibat
langsung dalam pendidikan. Oleh sebab itu, sarjana pendidikan dan calon guru
dituntut menyiapkan diri sebaik mungkin. Berikut hal-hal yang menurut hemat saya
wajib dipersiapkan. Pertama, tanamkan
niat baik. Tekad kuat memperbaiki pendidikan nasional. Jangan ingin menjadi
guru jika hanya untuk mengejar kelebihan materi. Sebab, guru tak hanya soal
profesi atau pekerjaan. Lebih dari itu, guru merupakan ujung tombak dalam
mendidik anak negeri, menyiapkan generasi mendatang. Posisi guru dalam
membangun bangsa sangat menentukan. Di tangan mereka, generasi Indonesia
ditentukan. Karenanya, menjadi guru membutuhkan niat baik serta tekad kuat.
Seorang guru kudu memilki komitmen kuat dalam memperbaiki mutu pendidikan di tanah
air.
Kenapa
pendidikan nasional sekarang seperti berjalan di tempat? Salah satu sebabnya
adalah tak sedikit guru yang tidak memilki komitmen memajukan pendidikan.
Mereka seakan terpaksa menjadi guru. Menjadi guru sekadar pekerjaan memenuhi
kebutuhan hidup. Damayanti (2016) dalam buku Sukses Menjadi Guru, menyebutnya sebagai guru yang tidak tulus
dengan tujuan seadanya. Tipe guru seperti ini menjadi pendidik bisa jadi karena
nasib, tak direncanakan. Tak diinginkan.
Sejak
di bangku kuliah, calon guru sebaiknya menamkan tekad kuat mengabdi untuk
negeri, menyiapkan generasi baru. Sehingga lulus menjadi sarjana pendidikan
mereka siap menghadapi segala tantangan. Keuletan, kerja keras, komitmen serta
integritas mereka akan dibuktikan dalam berkontribusi memperbaiki pendidikan.
Kedua, menyiapkan kompetensi yang
dibutuhkan. Menurut Amirullah Syarbini (2015), kompetensi guru adalah
kemampuan, kecakapan, ketrampilan, dan pengetahuan yang dimiliki seorang guru
yang diperoleh melalui proses pendidikan keguruan, pelatihan, dan pengembangan
sejenis lainnya sehingga ia dapat dinyatakan sebagai guru profesional.
Sementara
itu, dalam Undang-undang No. 14 Tahun
2005 dan Peraturan No. 19 Tahun 2005 dinyatakan bahwa kompetensi guru meliputi;
kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, dan
kompetensi sosial. Sarjana pendidikan selayaknya menyiapkan
kompetensi-kompetensi tersebut secara baik. Keempat kompetensi itu harus diasah
sejak di bangku kuliah. Jangan ketika menjadi guru baru berpikir akan
memperbaiki kompetensi diri.
Ketiga, guru harus kreatif, inovatif. Guru dalam
menjalankan tugas membutuhkan kreatifitas tinggi. Guru kreatif adalah guru yang
tak bisa diam, selalu menciptakan hal-hal baru dalam menjalan tugasnya mengajar
dan mendidik peserta didik. Guru kreatif selalu berinovasi. Memperbaiki,
menyempurnakan hal yang sudah ada. Inovasi adalah menggali permasalahan lebih
dalam sehingga menemukan sesuatu yang baru. Nah, kreatifitas dan inovasi
tersebut mesti dibiasakan oleh mahasiswa keguruan. Kelak ketika lulus menjadi
sarjana, kreatifitas mereka sudah teruji. Maka jadilah mereka guru yang
kreatif. Sebab kreatifitas membutuhkan pembiasaan, latihan serta pengalaman.
Walhasil,
sarjana pendidikan sekarang dihadapkan pada tantangan tak mudah. Ada persoalan
membelit dunia pendidikan di depan mata. Mereka dituntut peduli dan menyiapkan
diri. Di sisi lain, profesi guru sekarang tak sekadar mulia tapi menjanjikan
secara ekonomi. Pemerintah telah memperhatikan kesejahteraan mereka. Program TPG
bukti nyatanya. Hanya, TPG juga menjadi beban seiring dengan harapan
meningkatnya mutu dan kualitas pendidikan nasional. Bagaimana mau menjadi guru?
Silahkan masuk fakultas keguruan! Sarjana pendidikan yang memiliki kualitas
hebat, komitmen kuat serta kriatifitas tinggi akan dibutuhkan di masa
mendatang.Wa Allahu Alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar