Seorang Yahudi mengagumi kepemimpinan Ali bin Abi Thalib. Ia
menilai Ali bin Abi Thalib adalah seorang khalifah, pemimpin yang tegas,
berani, jujur, adil dan sederhana. Ia ingin sekali berjumpa dengan Ali bin Abi
Thalib yang dikagumi itu. Ia pun memutuskan menuju ke Madinah untuk menemui Ali
bin Abi Thalib ra.
Sesampainya di pinggigran kota Madinah ia bertemu dengan seorang yang sedang
tidur di bawah pohon kurma beralaskan tanah dan pasir sahara. Sang Yahudi
membangunkannya lirih, wahai pulan,,bisahkah aku minta tolong padamu? Orang itu
pun bangun dari tidur siangnya, seraya menjawab, tentu bisa apa yang dapat
kulakukan. Yahudi menjawab, tunjukkan kepadaku rumah atau istana khalifah Ali
bin Abi Thalib!. Baik tuan, jawab lelaki sederhana itu. Silakan tuan ikuti,
saya akan mengantarkan anda ke kediaman khalifah. Sang Yahudi memanggutkan
kepala seraya mengikuti langka kaki orang yang berada di depanya.
Sampailah di depan rumah sederhana. Baik tuan ini rumah Ali bin Abi Thalib, sang
khalifah yang anda cari. Sang Yahudi terbengong melihat dan mengamati keadaan
rumah sang khalifah Islam. Ia pun mendekat dan mengetuk pintu seraya memanggil
dan menyapa sang pemilik rumah. Keluarlah dari dalam rumah, seoarang yang sudah
dikenali oleh sang tamu. Sang tamu menyapa, bukankah anda yang mengantarku ke
tempat ini sebelumnya? Sang pemilik rumah menjawab, ya akulah yang anda cari.
Ali bin Abi Thalib? Selah sang Yahudi. Ya benar, akulah Ali bin Abi Thalib
khalifah Islam. Yahudi pun terkejut luar biasa. Ternyata lelaki sederhana yang
tidur di bawah pohon kurma beralaskan pasir dan debu sahara adalah sang
khalifah Islam. Dia pun segera memeluk Ali bin Abi Thalib, menciumi tubuhnya
seraya berkata, maaf aku wahai abu turab, aku telah memperlakukanmu dengan
perlakuan terhadap rakyat jelata. Sang Yahudi pun sepontan bersyahadat masuk
Islam. Sejak itu Ali bin Abi Thalib dikenal dengan sebutan abu turab, yang berartikan ayahnya debu dan pasir.
Abu Turab adalah simbul kesederhanaan pemimpin. Bahwa
seorang pemimpin hakekatnya adalah pelayan umat yang mengabdi untuk masyarakat
yang dipimpinnya. Seorang abdi tentu tidak akan mempedulikan dirinya sendiri
dengan memperkaya diri, meminta fasilitas lebih, gaji yang tinggi, rumah dinas
atau istana megah, mobil mewah, penjagaan ketat pengaawal, dan lainnya.
Seoarang abdi akan melakukan apapun untuk melayani orang lain. Itulah hakekat
kepemimpinan yang dicontohkan oleh sang
Abu Turab yang membuat takajub dan terkagum-kagum setiap orang termasuk sang
Yahudi.
Berkaca ke Abu Turab terlihat jauh bedahnya dengan pemimpin
yang kita miliki sekarang. Bak laksana langit dan sumur. Perbedaan itu dengan
mudah kita saksikan. Perbedaan itu dengan cepat kita temukan. Baru saja
dilantik, pemimpin kita sudah memperlihatkan arogansi, kemewahan, dan tentu tuntutan
ini itu. Fasilitas pribadi jadi target utama program kerja. Sementara rakyat
yang dipimpinya dikesampingkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar