Saya seringkali merasa gelisah
menjelang sore, pasalnya setelah shalat magrib saya berhadapan dengan anak yang
kedua, Gifa panggilannya. Nama lengkapnya sih Muhamad Algifary. Anak saya yang
satu ini cukup menguji kesabaran setiap kali diajak belajar. Seketika menjadi
lemas, suaranya menghilang. Berbagai jurus pun dimainkan agar gak jadi belajar.
Apalagi kalau acara televisi lagi seru-serunya. Dan susahnya lagi jam-jam
segitu di sebuah stasiun ditayangkan tayangan yang ia sukai sebut saja serial
upin-ipin, Adit Sopo Jarwo, Alfa,,Wah menjadi lengkap ujian kesabaran buat
seorang ayah seperti saya.
Menghadapi anak-anak memang kita harus
banyak mengalah dan harus bisa memahami kemauan mereka. Kalau menurut pak Munif
Chatib dalam bukunya Orang Tuanya Manusia
anak usia 0-7 tahun itu harus kita perlakukan seperti RAJA. Raja di dunia
bermain. Kita orang tua harus mampu menjadi abdi yang baik baginya. Segala
keinginanya harus kita ikuti, tentu dimbangi dengan kewaspadaan kita tatkala keinginanya membahayakan. Bila kita mampu memperlakukan anak-anak bak RAJA yang menguasai kerajaan bermain maka
akan berdampak baik bagi perkembangan psikologis mereka. Maka saat itu akan
muncul berbagai potensi dan bakat.
Saat mengabdi kepada raja tentu harus
memiliki kesabaran yang cukup. Apalagi sang raja keci, pasti banyak perintah
dan keinginan yang aneh-aneh. Maklum mereka anak-anak. Di sini sebagai orang
tua saya diuji oleh raja kecil saya, Gifa. Kadang saya gak tahan juga
mengahdapinya di meja belajar sehingga melemparkan tanggung jawab ke mamanya.
Jadilah saling lempar diantara kita. Si Gifa hanya terbengong menyaksikan
abdi-abdinya saling melempar tanggung jawab.
Anak saya Gifa ini usianya baru 5
tahunan, ia duduk di TK kelas O kecil. Setiap pagi mamanya mengantar dan
menungguhinya di sekolah. Di sekolah Gifa termasuk anak yang tidak terlalu
aktif, ia cenderung pendiam dibanding teman-teman sekelasnya. Bahkan mamanya
sempat merisaukan hal tersebut. Mamanya bercerita selama belajar Gifa tak beranjak
dari tempat duduknya. Maklum seorang ibu begitu melihat anaknya beda dengan
lainnya kekhawatiran muncul. Pikirnya ada yang berbeda dari anaknya. Tapi walau
pun pendiam dan cenderung pasif, si Gifa kerap kali angkat tangan saat sang
guru menanyakan sesuatu. Ya, walau kadang gak nyambung juga apa yang ditanyakan
dengan jawaban. Dari situ mamanya mengerti bahwa anaknya berani, tidak pemalu
menunjukkan kemampuan walau ia pendiam.
Di TK ternyata anak-anak kita sudah
diajarkan banyak pelajaran. Dalam jadwal pelajaran yang oleh mamanya ditempel
di daun lemari saya melihat mata pelajaran mengaji, membaca, berhitung,
menggambar, bernyanyi, menulis hijaiyah, menulis abjad, doa-doa. Banyak juga,
untuk seukuran Gifa. Saya tidak tahu persis di sekolahnya, pembelajarannya
menyenangkan apa tidak? Ukuran menyenangkan untuk anak-anak adalah bermain.
Artinya kalau proses belajar mengajar dilakukan dengan mengikutsertakan
permainan, maka tentu akan menyenangkan. Tapi bila tidak, bisa jadi sekolah
menjadi tempat yang membosankan bahkan bisa jadi menakutkan.
Sudah menjadi rahasia umum, pelajaran-pelajaran
di sistem pendidikan kita memang dianggap oleh para pakar pendidikan
modern terlalu banyak sehingga tidak
jelas fokusnya di setiap jenjang pendidikan. Pada kurikulum 2013 telah
disederhanakan walau menurut saya masih
cukup banyak. Tapi harus diakui lebih sedikit dibanding KTSP. Kurtilas
nampaknya masih perlu perbaikan dan uji coba lebih jauh sehingga menteri Anis
Baswedan menghentikan pemberlakuannya sementara bagi sekolah yang baru
melaksanakan satu semester.
Muatan pelajaran yang banyak seperti
itu yang menyebabkan raja kecil saya sering berpola saat belajar di rumah. Biasanya
yang paling berat membimbingnya belajar saat materi mengaji. Buku yang
digunakan IQRO. Buku tersebut umum digunakan untuk belajar mengaji di
nusantara. Sebenarnya buku yang ditulis oleh KH. As’ad Human tersebut cukup
sistematis. Buku enam jilid itu
sebelumnya sudah diuji cobakan di kalangan terbatas di Yogyakarta. Hanya
persoalannya menurut saya adalah prihal waktu. Tegasnya, anak seusia Gifa (0-7
tahun) belum saatnya mempelajarinya. Tapi bagaimana lagi,,,semua TK
memberlakukan hal yang sama pada anak didiknya. Saya ingat ketika kecil, saya
belajar mengaji itu di usia SD berkisar 7-10 tahun. Hemat saya ini sedikit
dipaksakan. Tidak heran bila si raja kecil
saya keberatan mengikutinya. Dan pengalaman seperti ini tidak hanya pada Gifa.
Mamanya bercerita, saat menunggu jam mengaji itu banyak orang tua (wali murid)
yang mengeluhkan hal yang sama. Bahkan bagi anak yang malamnya tidak sempat
belajar di rumah orang tuanya mengajarinya saat jam istirahat. Dan tidak
sedikit juga diantara mereka yang marah-marah, tentu karena tidak sabar
membimbing anaknya yang agak telat mengikuti,,LOLA alias loading lama.
Disamping itu, menghafal juga
menyulitkan. Di sekolahnya, Gifa diajarkan menghafal surat-surat pendek,
doa-doa, berhitung sampai sepuluh dengan bahasa Arab serta Inggris. Banyak juga
materinya. Tak mudah bagi anak bisa mengikutinya. Demikian juga membaca. Saya
tidak berpikiran bahwa itu semua tidak baik buat anak didik kita. Tapi sekali
lagi saya tegaskan, materi dan usia anak didik kita yang tidak pas. Nampaknya
ke depan para praktisi, pakar, pendidikan dan pemerintah harus mendaur ulang
kurikulum di TK agar sesuai dengan masa perkembangan anak.
Ada satu materi yang terlihat berbeda
saat Gifa belajar. Dia terlihat senang mengikuti bimbingan saya. Yaitu saat
mewarnai atau menggambar. Biasanya saya menggambar terlebih dahulu kemudian dia
mewarnai atau meggunakan buku mewarnai. Berbagai gambar telah tersedia. Anak
langsung bisa mewarnai. Saya hanya menunjukkan dan menentukan warnanya. Sebab
anak belum bisa menentukan warna sesuatu. Dan bila selesai dengan gembira ia
menunjukkan kepada saya. Ekspresi wajah seperti ini tak saya jumpai saat
selesai belajar mengaji atau menghafal. Entah kenapa? Analisa sementara saya
karena materi cocok dengan usianya. Terlalu dini juga kalau menyebut itu
bakatnya. Karena bakat tidak hanya ditandai
dengan senang mengerjakannya. Tapi masih banyak ciri bakat lainnya
seperti mencari jalan keluar saat dibendung, menghasilkan karya spesial dan
lainnya. Disamping cocok dengan perkembangan, juga karena menggambar atau
mewarnai satu-satunya materi yang paling mudah diikuti dibanding materi-materi
lainnya.
Setiap hari Jumat, Gifa dan teman-temanya
berolahraga. Kadang senam, joget, sering juga jalan kaki ke tempat yang tidak
terlalu jauh dari sekolah. Jumat ini hari yang ditunggu-tunggu, disenangi. Alasanya, bisa dengan cepat saya pelajari.
Karena, baik senam atau lainnya dilakukan di luar kelas. Memang kelas kadang
seperti penjara yang menakutkan apalagi bila gurunya mengelolanya dengan
pendekatan ala tempo dulu yang tidak ada unsur bermain, tidak ada kerja
kelompok, tidak tersedia sudut ekspresi, dan masih banyak lagi.
Melihat ini semua, saya harus merumuskan
strategi untuk menghadapi dan membimbing si raja kecil dalam belajar. Saya tak
boleh memaksanya saat dia membaikot, mogok belajar. Saya harus memaklumi
belajar di sekolah saja bisa jadi sudah membuatnya kehilangan banyak waktu
bermain. Belum kesulitan materi yang disampaikan, jelas akan memberatkan
pikiran. Dalam belajar pun saya seringkali menyelipkan hiburan seperti
memutarkannya lagu-lagu yang dia sukai sambil belajar. Kadang belajar di depan
televisi. Walhasil kita mengimbangi semua keinginannya dengan belajar. Nah,
alhamdulillah keadaan belajarnya sedikit lebih ceria. Wa Allahu ‘alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar