Kita
sudah sampai di penghujung bulan suci Ramadhan. Pertanyaanya, apakah kita
sukses dalam berpuasa? Mengacu surat Al Baqarah 184, tujuan puasa adalah maqam (baca:predikat)
taqwah. Bahwa berpuasa adalah sebuah proses yang mengantarkan kita menjadi
orang yang bertaqwah. Jalaluddin Rakhmat (1995) menyebut puasa sebagai madrasah
ruhani. Yakni wahana dan tempat pembelajaran bagi orang-orang beriman dalam
mensucikan diri dari segala macam
kotoran baik jasmani maupun ruhani. Puasa menjadi sebuah proses seorang hamba
mendekatkan diri pada Tuhannya. Tentu tidak mudah meraih gelar atau predikat
taqwah. Rintangan, halangan, godaan telah menghadang kita selama berpuasa.
Serangkaian Rintangan, halangan, godaan tersebut dapat menghancurkan dan
menghapus pahala berpuasa bila kita tak mampu menaklukkannya.
Ramadhan menggembleng dan melatih kita
untuk selalu mentaati Allah SWT, menjauhi larangan-Nya. Di dalamnya kita
berlatih jujur, peduli dengan sesama dengan merasakan lapar dan dahaga kaum
du’afah (orang lemah). Selama berpuasa kita mengikis habis berbagai penyakit
hati seperti riya’, hasud atau iri dengki, ghibbah (membicarakan orang lain),
nammimah atau mengaduh domba, fitnah (menuduh orang). Dalam berpuasa juga kita
menahan ammarah atau emosi tak terkendali. Ramadhan benar-benar menjadi
madrasah ruhani (baca:tempat belajar jiwa) yang mampu membersihkan dan
mensucikan manusia dari berbagai kotoran dan dosa. Setelah berpuasa kesucian
jiwa kita diharapkan kembali. Itulah makna idul fitri.
Sukseskah
puasa kita?
Kesuksesan berpuasa dapat diukur dengan
mengevaluasi diri, sejauh mana kita meraih tingkatan taqwa. Dan ketaqwaan dapat
dilihat dari ciri-cirinya, yang melekat pada diri muttaqin atau orang yang
bertawa. Al Quran menyebutkan ciri orang bertaqwa di antaranya, Pertama, dalam Al Baqarah ayat 3-4
dijelaskan bahwa ciri orang bertaqwa adalah 1)meyakini hal-hal gaib, 2) gemar
mendirikan salat, 3) suka menafkakan sebagian hartanya kepada yang membutuhkan,
4) menerima, mengimani dengan segala konsekuensinya termasuk pasrah sepenuhnya
terhadap ajaran yang diturunkan kepada nabi Muhamad SAW dan 5) meyakini adanya
hari akhirat.
Jelasnya,
bahwa orang bertaqwa adalah orang yang memilki keimannan yang kuat. Iman yang
melahirkan ketaatan pada Allah dan rasul-Nya. Apa yang diperintahkan Allah atau
rasul-Nya, dilakukan dengan sepenuh hati didasari niat dan tekad untuk mendekatkan
diri kepada-Nya. Ia senantiasa mendirikan salat dengan khusuk dan ikhlas
sehingga salatnya tersebut dapat mencegahnya dari perbuatan keji dan munkar. Ia
selalu berbagi dengan saudara-saudaranya sesama manusia yang membutuhkan baik
dalam keadaan lapang maupun dalam keadaan sempit, baik saat senang maupun saat
susah. Dalam puasa hal-hal di atas telah dilatihkan pada kita. Salat tarawih
menamkan kecintaan pada salat. Zakat, infaq dan sedekah saat berpuasa sangat
diutamakan dalam Ramadhan. Merasakan lapar, dahaga bertujuan berbagi rasa, membangkitkan empati dan
kepedulian terhadap sesama.
Kedua, surat Al Baqarah ayat 177
menjelaskan ciri-ciri orang bertaqwa di samping seperti yang telah disebutkan
dalam ayat 3-4 seperti beriman, mendirikan salat dan lainnya, dalam ayat ini ditambahkan
ciri orang bertaqwah yang lain yaitu
bersedia membebaskan budak, menunaikan zakat, memenuhi janji, bersabar dalam
segala hal.
Bagi
orang bertaqwa zakat adalah kewajiban yang harus ditunaikan. Zakat adalah
ibadah sosial yang memupuk rasa empati dan kepedulian terhadap sesama. Zakat
diwajibkan kepada mereka yang memilki harta lebih. Dalam berpuasa kita
mengakhirinya dengan zakat fitrah untuk membersihkan jiwa kita. Lebih jauh,
bahwa merasakan lapar atau dahaga saja tidak cukup, kita harus segera berbagi.
Memenuhi
setiap janji menjadi karakter lain orang yang bertaqwa. Janji memang hutang
yang harus dibayar. Kemudian orang bertaqwa senantiasa bersabar dalam
menjalankan kehidupan. Sabar dalam artian menerima dengan lapang apa yang
menimpa dirinya, atau apa yang didapat. Dalam sebuah hadis ditegaskan sabar itu
ada tiga macam yaitu sabar dalam menjalankan perintah, sabar dalam menjauhi
larangan, dan sabar saat tertimpa musibah.
Ketiga, dalam Surat Aali 'Imraan 133 –
135 disebutkan, diantara tanda orang bertaqwa adalah menafkan sebagian hartanya
saat lapang maupun sempit, menahan amarah, suka memaafkan, memohon ampun, tidak
berbuat keji. Allah SWT telah berfirman, “Orang-orang
yang menafkahkan , baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang
menahan amarahnya dan mema'afkan orang.
Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.Dan orang-orang yang apabila mengerjakan
perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri , mereka ingat akan Allah, lalu
memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni
dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu,
sedang mereka mengetahui.”
Nah, sekarang saatnya mengevaluasi
diri apakah sifa-sifat di atas sudah tertanam, melekat pada diri kita? Jawaban
kita menjawab sukses tidaknya kita berpuasa. Sukses atau gagal berpuasa
akan terlihat jelas saat meninggalkan
Ramadhan. Coba renungkan, kalau selama ini kita basahi lisan kita dengan
dzikir, salawat, bacaan Al Quran bagaimana setelah Ramadhan? Apakah lisan kita
masih istiqamah? Atau sebaliknya? Lisan yang saat berpuasa digunakan untuk
dzikir, salawat, bacaan Al Quran itu sekarang kita gunakan untuk menggunjing
orang, memfitnah atau mengadu-domba. Begitu seterusnya. Semoga kita tergolong
orang-orang yang dapat mempertahankan kesucian jiwa setelah berpuasa. Selamat
Idul Fitri, mohon maaf lahir bathin.