Setiap
tanggal 17 Ramadhan umat Islam memperingati turunya Al Quran atau nuzulul
Quran. Peringatan nuzulul Quran merupakan momentum bagi setiap muslim untuk
mengingat, mengenang serta mengkaji kembali perintah pertama Allah SWT sebelum
kewajiban salat, zakat atau lainnya. Adalah perintah membaca menjadi perintah
pertama sebelum Allah SWT memerintahkan hal lainnya. Allah SWT menyampaikan
firman-Nya yang pertama kepada nabi Muhamad SAW dengan kata Iqra, bacalah.
Membaca
adalah perintah pertama Allah SWT yang tidak banyak dari kita yang
menyadarinya. Kalau mengacuh kaidah ushul fiqhi, al amer yadullu alal wujub, kata perintah menunjukkan kewajiban
sesuatu maka membaca hukumnya menjadi wajib. Hanya kesadaran terhadap kewajiban
membaca terasa lebih tak terasa bila dibandingkan dengan kewajiban lainnya
seperti salat. Saat meninggalkan salat seseorang merasa berdosa, tapi saat meninggalkan kewajiban membaca tak ada yang
mengganjal di hati dan pikirannya seakan ia tak berdosa. Padahal baik salat
maupun membaca sama-sama kewajiban.
Dalam kamus besar
Indonesia Departemen Pendidikan (2008) membaca diartikan melihat serta
memahamiisi dari apa yg tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati). Menurut
Richard C. Anderson membaca adalah melakukan suatu proses untuk membentuk sebuah
makna dari teks tertulis. Dewasa ini, membaca tidak hanya dapat dilakukan
melalui buku saja. Membaca dapat dilakukan melalui media internet. Dari sini, membaca
tidak hanya dipahami sebagai melek aksara tetapi lebih jauh sebagai media menerima informasi, mempelajari dan
memahami sesuatu, serta mengkajinya lebih jauh.
Dalam surat Al Alaq
1 (ayat pertama turun) kita diperintahkan membaca dengan menyebut nama tuhanmu
yang telah menciptkan, Iqra bissmi
rabbikal ladzi kholaq. Bahwa membaca itu harus dibarengi degan niat karena
Allah dengan senantiasa menyebut nama-Nya. Dalam membaca (apapun yang dibaca)
kita akan menemukan kebesaran Allah SWT, saat itu kita dianjurkan untuk
mengingat dan menyebut nama-Nya. Bukankah Dia sumber ilmu pengetahuan? Bukankah
Allah SWT sumber segala sesuatu? Bukankah Dia pencipta alam semesta, termasuk
kita di dalamnya?
Mendengar, Membaca,
Menulis
Mendengar, membaca, menulis adalah tahapan budaya yang
harus dilalui oleh setiap bangsa dalam membangun peradaban. Pertama, budaya mendengar. Ini tahap
awal dimana orang tak bisa membaca atau belum gemar membaca. Informasi
diperoleh hanya dari mendengar. Kata kuncinya adalah katanya, katanya. Informasi
disampaikan dalam bahasa verbal atau bahasa tulisan. Kedua, selangkah lebih maju budaya membaca. Menerima informasi
tidak hanya dari katanya, atau bahasa lisan yang disampaikan oleh lawan bicara.
Tapi melalui membaca. Membaca buku, koran, majalah, atau lainnya dijadikan
sumber informasi dan refrensi ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Untuk
sekarang sumber bacaan sangat beragam dan banyak. Tidak terpaku dalam tulisan
di atas kertas, tapi lebih dari itu sistem digital telah mendominasi dalam kehidupan
saat ini. Ketiga, budaya menulis. Ini
tahapan tertinggi. Puncaknya kita harus banyak mendengarkan informasi, membaca
refrensi kemudian menulis segala hal yang kita pahami dan kuasai agar pikiran,
gagasan kita bisa sampai ke orang lain, menembus ruang dan waktu. Tulisan kita
menjadi karya yang akan dinikmati oleh banyak generasi. Karena bahasa lisan
hilang saat orang berhenti bicara, tapi bahasa tulisan akan abadi. Tulisan kita
akan dibaca oleh bukan saja orang yang sejaman dengan kita, tapi anak cucu kita
pun bisa mewarisi pemikiran kita dalam tulisan tersebut.
Sekarang bagaimana dengan kita semua? Berada di posisi
keberapa? Merasa nyaman di budaya mendengar? Atau sudah gelisah merambah ke
membaca dan menulis? Pengamatan saya, (semoga saja salah) bangsa kita ini masih
pada tahapan bangsa pendengar. Budaya kita baru pada tahapan katanya, katanya.
Yakni sebuah ungkapan yang refensinya mendengar. Ukuran sederhanaya, kita ini baru dinyatakan melek aksara
beberapa tahun yang lalu. Sebelumnya masih banyak anak bangsa yang belum dapat
membaca. Yang dapat membaca malas membaca. Mari mengintropeksi diri, mari kita
mengukur diri. Sehari kita membaca berapa halaman? Berapa buku? Jujur harus
diakui masih jauh. Jangankan masyarakat biasa masyarakat terdidik saja misalnya
guru-dosen, juga siswa atau mahasiswa tidak sedikit yang malas bahkan jarang
membaca. Padahal semestinya membaca menjadi teman bagi mereka. Coba tanyakan
kepada mereka sebulan berapa buku yang dibeli? Mungkin hanya sebagian kecil
dosen, guru atau atau mahasiswa yang biasa membeli buku. Itu
pun saat masih di kampus. Begitu lulus, menjadi sarjana mereka berlebur dengan
yang banyak menjadi malas kembali membaca, apalagi menulis. Membeli buku? Tentu
tidak.
Peringatan Kewajiban Membaca
Peringatan nuzulul Quran menjadi peringatan bagi kita
semua, umat Islam akan kewajiban
membaca. Kemudian muncul pertanyaan apa yang harus dibaca? Dalam Islam tidak
dibatasi apa saja yang harus dibaca dan apa yang tak boleh dibaca. Semua ilmu,
informasi, bacaan bisa kita pelajari, kita baca. Yang penting bacaan kita
mendatangkan manfaat buat kita juga orang lain.
Akhirnya, berdosalah kita bila tidak mau membaca, tidak mau
mempelajari, tidak mau mengkaji. Apa yang kita baca, kita pelajari, kita kaji,
diusahakan mendatangkan manfaat buat semua. Maka bacalah dengan menyebut nama
tuhanmu. Wa Allahu ‘Alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar