Miris
mendengarnya, PT Freeport mengancam Pemerintah akan membawa perbedaan atau
sengketa yang dihadapi ke pengadilan internasional. Freeport berencana akan
mengajukan arbritase jika tak menemukan titik temu dengan Pemerintah terkait tuntutan
berakhirnya kontrak karya dan penetapkan status Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) oleh
Pemerintah Indonesia. Kedaulatan bangsa dipertaruhkan. Di negeri sendiri,
Pemerintah menerima ancaman dan tekanan.
PT Freeport bersikukuh meminta agar kontrak kerja
sama tetap menggunakan Kontrak Karya (KK) yang sudah berlangsung sejak 1991.
Alasannya, aturan itu dinilai memberikan kepastian hukum bagi perusahaan untuk
investasi jangka panjang di Indonesia. Sementara Pemerintah Indonesia menetapkan status Izin Usaha
Pertambangan Khusus (IUPK) bagi Freeport. IUPK berdasarkan UU Mineral dan Batu
Bara tahun 2009 yang kemudian dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1
Tahun 2017. Isinya, seluruh perusahaan tambang mineral di Indonesia, termasuk
Freeport, harus mengubah statusnya menjadi IUPK jika ingin mendapatkan izin
ekspor konsentrat. Sebelumnya, Pemerintah melarang ekspor dilakukan karena
Freeport belum juga merealisasikan pembangunan smelter yang dijanjikan sejak
2014.
Dalam PP Nomor
1 Tahun 2017 tersebut juga ditegaskan bahwa perusahaan tambang asing harus
melepas 51 persen sahamnya secara bertahap kepada pemerintah dalam jangka waktu
10 tahun. Selain skema pajak yang menggunakan sistem prevailing, soal
divestasi saham juga menjadi poin yang ditolak Freeport.
Menanggapi ancaman arbritase, Pemerintah RI berkeras mewajibkan PT Freeport Indonesia mengubah
jenis kontraknya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan membangun
smelter dalam lima tahun. Sikap tersebut disampaikan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral, Ignasius Jonan, dan Wakil Ketua DPR, Agus
Hermanto, menanggapi pernyataan CEO Freeport McMoran, Richard Ackerson, bahwa
pihaknya akan menggugat pemerintah RI ke arbitrase internasional. (http://www.bbc.com)
Kontrak dengan PT Freeport
kali pertama ditandatangani pada tahun 1967. Kontrak berlaku selama 30 tahun.
Kontrak kedua (perpanjangan) ditandangani
pada 1991. Kontrak juga berlaku 30
tahun yang akan berakhir tahun 2021. Dalam kontrak kedua, konon Persiden
Soeharto awalnya menolak. Namun pada tahun itu (1991) Soeharto mendapat tekanan
dari dunia internasional lewat peristiwa “Insiden Santa Cruz” di Provinsi
Timor-Timur. Insiden Santa Cruz
dijadikan alat untuk menekan Pemerintah Indonesia dengan ancaman bahwa kasus
Santa Cruz akan menyeret banyak Perwira TNI ke hadapan Pengadilan HAM Mahkamah
Internasional di Den Hag, Belanda. Tekanan ini yang membuat Presiden Soeharto
tak berdaya, menandatangani kontra perpanjangan dengan PT Freeport
Berbekal pengalaman sejarah diatas, sebagai
bangsa berdaulat kita semua wajib mendukung langkah Pemerintah menghadapi
Freeport. Jangan biarkan kepentingan kapital asing menguras sumber daya alam negeri ini secara tak adil.
Bangsa Indonesia tak boleh berdiam diri melihat, menyaksikan ketidakailan dalam
eksplorasi sumber daya mineral di Papua. Tunjukkan bahwa kita bangsa merdeka,
berdaulat. Buktikan bahwa Indonesia adalah bangsa besar. Dalam kurun waktu
cukup lama, kita merindukan Pemerintahan yang kuat, mandiri, yang tak dapat
diintervensi oleh kepentingan bangsa asing. Saatnya, upaya nasionalisasi
ekplorasi sumber daya mineral seperti dalam kasus Pt Freeport oleh Pemerintah
layak mendapatkan dukungan penuh dari kita, rakyat Indonesia.
Untuk mendukung langkah Pemerintah
terkait PT. Freeport, menurut hemat saya ada beberapa hal yang kudu
diperhatikan, diigat selalu, dan diwaspadai. Pertama, jalin persatuan lebih kuat lagi. Persatuan adalah kekuatan
utama bangsa Indonesia. Sebab itu, Presiden Jokowi selalu mengingatkan. Jokowi
senantiasa membangun kesadaran akan pentingya persatuan dan kesatuan terlebih
dalam menghadapi kepentingan asing seperti kasus PT Freeport. Jokowi merangkul
semua elemen dan kekuatan bangsa ini. Dan alhamdulillah, sampai hari ini kita
semua solid menghadapi PT Freeport. DPR 100% telah mendukung langkah
pemerintah. TNI, Polri bersatupadu mengamankan NKRI. Ormas keagamaan seperti
NU, Muhammadiyah juga telah menyatakan dukungan terkait sengketa dengan PT
Freeport. Semangat persatuan dan kesatuan pada level atas harus dibumikan ke
dalam kehidupan masyarakat sampai ke level paling bawah. Saya yakin, jika kita
bersatu, musuh siapapun dia akan
berpikir ulang mengusik kedaulatan NKRI.
Kedua, mewaspadai adu domba. PT Freeport kata
lainnya adalah Amerika Serikat (AS). AS tak mungkin diam ketika kepentingannya
terusik. Banyak contoh terkait hal itu. Dalam bereaksi Amerika biasanya
menggunakan dua cara yakni embargo dan adu domba. Iran misalnya, adalah negara
yang bertahun-tahun diembargo secara ekonomi. Negeri Kaum Mulah tersebut
berhadapan dengan AS pasca revolusi tahun 1979 di bawah kepemimpinan Imam
Khumaini. Setelah Syah Pahlevi tumbang, kepentingan AS tak aman lagi. Mereka
pun mengembargo bangsa Persia tersebut hingga sekarang. Kemudian cara lain
adalah mengadu domba kekuatan bangsa. Sebaiknya kita semua mewaspadai. Para
politisi, ulama, tokoh nasional dan semua elemen bangsa ini sebaiknya berhati-hati. Jangan pernah mau
dijadikan alat untuk kepentingan mereka. Jangan mau diadudomba.
Ketiga, tentang intoleransi. Diantara cara paling
efektif mengadu domba bangsa berpenduduk mayoritas Islam seperti Indonesia
adalah dengan menghadirkan intoleransi. Indonesia harus belajar dari pengalaman
negara-negara di Timur Tengah. Ada Syuriah, Yaman dan Iraq, hancur lebur dalam
perang saudara berkepanjangan karena intolerasni. Dan di sana AS terlibat dan
melibatkan diri. Di Syuriah misalnya, ISIS dipersenjati melalui kaki tanganya
yakni negara-negara sekutu AS semisal Saudi. Sebab itu, Ketua Umum PB NU, KH Said Aqil Siradj
seringkali mengingatkan, Indonesa jangan mau di-syuriahkan. Tindakan
intoleransi diwaspadai sebagai cara mengadu-domba kita semua.
Keempat, isu sensitif seperti soal PKI, keturunan
Cina, juga Sunni-Syiah. Hal-hal seperti itu berpotensi besar digunakan guna
memecah belah NKRI. Karenanya, masyarakat diminta jangan mudah terpancing.
Jangan terjebak pada jebakan betman. Kita harus cerdas membaca keadaan dan
zaman.
Kelima, menyiapkan SDM Indonesia yang handal. Kedepan,
hal tersebut wajib dilakukan lebih baik lagi. Potensi alam yang dimiliki tak
boleh lagi pengelolaannya dikuasai oleh asing karena keterbatasan SDM kita. Generasi
muda harus belajar terus, mengembangkan kualitas dan SDM.
Akhir kata, Indonesia adalah negara berdaulat. Tak
sepantasnya diintervensi, ditekan oleh siapa pun. Kita semua diminta segera
merapatkan barisan. Bersatu melawan setiap upaya penjajahan. Pemerintah berhak
didukung dalam hadapi arogansi kekuatan kapital asing. Junjung harkat dan
martabat bangsa dan negara. Indonesia pasti jaya. Wa Allhu alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar