Belakangan
pemberitaan media menyajikan kasus AA Gatot Brajamusti dan Kanjeng Dimas Taat
Pribadi secara fenomenal. Kedua tokoh ini terbelit perkara pidana dalam waktu
hampir bersamaan. AA Gatot Brajamusti di Jakarta. Kanjeng Dimas Taat Pribadi di
Probolinggo Jawa Timur. Berdasarkan geografi Jakarta-Probolinggo adalah ujung
barat dan timur pulau Jawa. Wajar, jika pemberitaan tentang kasus keduanya
mendapat perhatian lebih terutama bagi masyarakat Jawa.
Aa Gatot yang baru terpilih sebagai Ketua Umum persatuan
Artis Film Indonesia (PARFI) periode 2016-2021, bersama Dewi Aminah ditangkap
kasus narkoba. Keduanya ditangkap pada Minggu (28/9) pukul 23.00
WIB di Hotel Golden Tulip kamar 1100 Jalan Jenderal Sudirman No 4
Selaparan, Mataram, NTB.
Setelah dikembangkan, ternyata tak sekadar kasus narkoba.
Gatot terjerat kepemiikan senjata ilegal. Dan mengejutkan khalayak, pendiri Pedepokan Brajamusti tersebut diduga terlibat dalam urusan seks bebas dan
menyimpang. Bertopeng agama, yang bersangkutan membujuk pengikutnya melakukan
ritual seks. Diawali dengan mencekoki mereka dengan sabu, Gatot memaksa mereka
melakukan seks bebas dan menyimpang. Sekarang korbanya bermunculan ke publik. Dari keterangan para korban, mereka
diberikan aspat terlebih dahulu untuk mengusir jin. Tapi pada kenyataannya
aspat itu sabu. Setelah dicekoki sabu, barulah mereka dicabuli.
Setali tiga
uang, 22 September yang lalu, polisi menangkap Kanjeng Dimas Taat Pribadi di
padepokan di Dusun Sumber Cengkelek Desa Wangkal Kecamatan Gading Kabupaten.
Taat Pribadi ditetapkan sebagai DPO sejak 21 September 2016 setelah mangkir
dari panggilan yang berwajib. Dimas Kanjeng diduga terlibat dalam pembunuhan Ismail
Hidayah dan Abdul Ghoni. Keduanya tak lain merupakan pengikut padepokan.
Kasus Dimas
Kanjeng berkembang ke penipuan bermodus penggandaan uang. Seperti diketahui,
Dimas Kanjeng diyakini oleh pengikut atau santrinya sebagai sosok hebat nan
sakti. Kesaktiannya bisa menggandakan uang berlipat-lipat. Pengikutnya beragam,
dari masyarakat kelas bawah sampai kalangan elit. Tercatat, Marwah Daud Ibrahim
tokoh ICMI sekaligus politisi partai Golkan sebagai ketua yayasan. Nampaknya, pengaruh Dimas Kanjeng tak sekadar
menutup akal sehat orang awam, para cerdik cendikia pun terbujuk.
Mengatasnamakan agama, Dimas Kanjeng mempengarui orang lain dan memperdaya
mereka.
Kasus seperti
ini sering muncul di tengah masyarakat. Anda pasti masih ingat Eyang Subur,
Ahmad Mushoddiq, Lia Eden dan lainnya. Mereka yang dianggap sebagai guru
spritual memilki kelebihan luar biasa itu pada akhirnya hanya seorang penipu
belaka. Berjubah agama, mereka mengelabui orang lain. Agama digunakan sebagai
media mempengarui orang lain. Agama telah diperalat.
Agama memang sangat
sakral. Kesakralan agama yang dipahami secara salah akan menutup akal sehat,
membutakan mata hati. Padahal agama itu sejatinya tidak mungkin berlawanan
dengan akal. Hal ini yang dimanfaatkan oleh oknum seperti Dimas Kanjeng, AA
Gatot Brajamusti lainnya. Agama digunakan sebagai alat sesuai kepentingan
mereka. Bahkan dalam ranah politik, kita sering menyaksikan ayat-ayat Tuhan
diperjualbelikan.
Kemudian kenapa
orang mudah terperangkap? Mudah percaya pada hal-hal seperti itu? Menurut hemat
saya ada beberapa hal yang melatar belakangi. Pertama, memahami agama secara dangkal. Minimnya penguasaan terhadap
ajaran agama membuat seseorang mudah mempercayai doktrin yang sebenarnya bukan
bagian dari agama. Demikian juga belajar agama bukan pada ahlinya. Sebab itu
mengetahui jejak atau latarbelakang orang yang akan digurui adalah
keharusan. Terlebih lagi sekarang banyak
orang berbicara tentang agama. Hampir semua kalangan dapat berbicara laksana
ustadz atau kyai.
Kedua,
cinta
dunia yang berlebihan atau serakah. Menurut Endro S Efendy, Setiap orang, pasti punya keinginan untuk memiliki sesuatu.
Tapi keinginan yang berlebihan dan menjurus serakah tak terkendali inilah yang
membuat orang mudah tergiur tipu daya. Keserakahan inilah yang kemudian
menyebabkan benteng pertahanan pada pikiran bawah sadar terbuka lebar. Karena
pagar pembatas pikiran bawah sadar sudah terbuka, maka tidak lagi mengenal baik
dan buruk, pahala dan dosa, atau surga dan neraka. Apa pun yang ditanamkan ke
pikiran bawah sadar, akan diterima dan dijalankan sepenuhnya. (Kompasiana.com)
Ketiga, gaya hidup instan dan hedonis. Hidup instan adalah hidup tak
mau susah. Segala sesuatu ingin diraih secara cepat. Terlebih dibarengi dengan
keyakinan bahwa kebahagian itu terdapat pada hal-hal yang bersifat material.
Nilai sesuatu digantungkan pada materi dan bendawi.
Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi
bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin
menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Hedonisme merupakan
ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup
dan tindakan manusia.
Mewaspadai
Kasus AA Gatot
Brajamusti dan Kanjeng Dimas Taat Pribadi kudu menjadi pelajaran berharga. Jangan
mudah terperdaya oleh penampilan. Jangan cepat percaya sesuatu yang tak masuk
akal. Pelajari terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan. Kritis terhadap
ajaran agama merupakan anjuran agama itu sendiri. Dalam Al Quran misalnya,
banyak ayat yang memerintahkan untuk berpikir dan menggunakan akal sehat.
Ketokohan seseorang tidak sepantasnya menutup pintu kritis kita.
Mewaspadainya
tak lain kecuali dengan memperdalam ilmu agama. Berguru tentang agama pada
mereka yang berkompeten. Jangan asal. Jangan tertipu dengan baju dan sorban
yang dikenakan. Llihatlah kedalaman ilmu, akhlak dan perangai yang ditampilkan.
Akhir kata , mengutip Quraish Shihab, akal dan wahyu harus selalu
dihubungkan, karena akal tidak dapat mencapai arah yang benar kecuali dengan
bantuan wahyu dan wahyu pun tidak menjadi jelas tanpa bantuan akal. Akal
bagaikan mata dan wahhyu adalah sinarnya. Mata tidak berfungsi tanpa ada sinar, dan sinarpun
tidak berfungsi menampakan sesuatu tanpa mata. Akal dan wahyu ibarat dua sisi
mata uang, tak dapat dipisahkan satu sama lain.
Harun
Nasution (1973) menegaskan bahwa manusia dengan akalnya cukup kuat untuk
mengetahui baik dan jahat. Harun Nasution menempatkan akal pada posisi yang sangat
tinggi. Nah, tak salah jika kita mengedepankan akal dalam segala hal. Dan tak selayaknya kita memperalat agama. Wa Allahu Alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar