Pembicaraan
kasus HAM, terbunuhnya Munir yang sedang kembali dibicarakan semakin menarik.
Paling aktual cuitan mantan presiden SBY terkait masalah tersebut. Selama ini
publik mempertayakan hilangnya dokumen
laporan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir. Setelah Komisi Informasi Publik
(KIP) mengabulkan gugatan para aktivis yang memerintahkan pemerintah membuka
informasi laporan TPF ke publik, sekretariat negara mengaku tak memiliki
dokumen tersebut. Ini memang sangat aneh, ganjil. Arah pembicaraan mengarah ke
SBY. Sebab seperti disampaikan berbagai pihak yang menyaksikan, dokumen
tersebut langsung diterima SBY. Belakangan Presiden menunjuk Jaksa agung
mencari dokumen dimaksud. Dan Jaksa Agung pun berjanji akan menemui SBY.
Kemaren (23/10), seperti biasanya, mantan Presiden
keenam itu menyampaikan unek-uniknya di media sosial. Dalam
akun Twitter pribadinya, @SBYudhoyono, SBY bicara mengenai ramainya pemberitaan
media dan perbincangan publik terkait hasil temuan TPF Munir dalam dua pekan
terakhir."Saya amati
perbincangan publik ada yang berada dalam konteks, namun ada pula yang bergeser
ke sana ke mari dan bernuansa politik," kicau SBY.
Kami buka
kembali semua dokumen, catatan, dan ingatan kami apa yang dilakukan pemerintah
dalam penegakan hukum kasus Munir.Yang ingin kami konstruksikan bukan hanya
tindak lanjut temuan TPF Munir, tetapi apa saja yg telah dilakukan pemerintah
sejak November 2004.
Kemudian
SBY sedikit kilas balik bercerita. Ketika aktivis HAM Munir meninggal, saya
masih berstatus sebagai capres. tiga minggu setelah jadi Presiden, Ibu Suciwati
(istri almarhum) temui saya," kata SBY. Kurang dari seminggu
setelah pertemuan itu (TPF Munir belum dibentuk) kita berangkatkan Tim
Penyidik Polri ke
Belanda.
Sebenarnya
yang diinginkan publik sederhana, apa dukumen itu ada di tangan Bapak? Pak SBY
sebenarnya cukup menjawab pertanyaan ini. Jika ada, beliau segera serahkan ke
pemerintah. Jika tidak ada, Pak SBY bis menjelaskan apa yang diketahui.
Barangkali penjelasan beliau dapat membantu Kejaksaan agung dalam menemukan
dokumen penting negara itu.
Tapi
bukan SBY jika simpel seperti itu. SBY lebih suka berbelit. Nampaknya, SBY
seperti mendapatkan panggung guna tampil ke publik. SBY berencana akan
menjelaskan apa saja yang telah dilakukan pemerintah di eranya terkait kasus
Munir.
Sebagai
orang awam, saya melihat hal itu tidak perlu. Apa yang sudah berlalu biarlah
sejarah yang mencatat. Lagi pula, masyarakat sudah dapat menilai, membaca dan
mempelajari. Kenapa?
Pertama, akan memperlebar persoalan.
Belum lagi, kepentingan politik praktis yang menyertainya. Padahal persoalannya
sangat simpel. Dokumen yang membuat geger negeri ini ada di Bapak atau tidak?
Kedua, jika melebar akan mengaburkan
masalah sesungguhnya. Publik sekarang sedang menanti apa hasil temuan TPF itu?
Selanjutnya biarlah pemerintah yang sekarang yang menindaklanjuti temuan itu.
Atau kalau memang sudah ditindaklanjuti, berilah kesempatan Pemerintah
Jokowi-JK meneruskannya. Yang pasti keadilan belum berdiri tegak. Hukum baru
menyentuh eksekutor belum sampai pada otak pembunuhan itu.
Singkatnya,
sudahlah jangan berbelit-belit. Kalau Pak SBY memegang, menyimpan, atau mengetahui
dokeumen itu sebaiknya secepatnya menyampaikan ke Kejaksaan Agung. Kalau Pak
SBY mau bernyanyi misalnya,,lain waktu saja. Di panggung lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar