Satu tahun terakhir hiruk pikuk politik
nasional tak pernah sepi. Isu ke isu mewarnai. Rakyat hampir kehabisan
kesabaran menyaksikannya. Pasalanya, para politisi itu hanya menciptakan
kegaduhan yang tak membawa manfaat apa-apa bagi rakyat. Kegaduhan telah
menyebabkan instabilitas yang bisa menghambat laju pembangunan dan gerak
perekonomian. Kegaduhan telah memecah konsntrasi, menghabiskan waktu dan energi
elemen bangsa dalam mengisi pembanguan. Kegaduhan politik hanya mencerminkan
sifat kekanak-kanakan, ambisi, egois, kepentingan golongan atau pribadi. Rakyat
sekadar dijadikan seperti barang yang diperjuangkan. Sebenarnya apa yang sedang
mereka perjuangkan?
Dalam salah satu acara televisi swasta
nasional, salah satu redaktur Media Indonesia, ketika mengomentari Yuddy
Crisnandi terkait menteri menilai menteri, mengatakan Yuddy adalah politisi
sejati. Apa yang dilakukannya selalu berorientasi pada kepentingan politik
praktis untuk dirinya. Ungkapan tersebut, menurut saya, berlaku tak hanya untuk
Menteri dari Partai Hanura itu. Tapi hampir semua politisi baik yang di
legislatif maupun Pemerintah melakukan
hal sama. Tidak tercermin dari mereka sikap seorang negarawan.
Politisi memang beda dengan negarawan.
Mungkin adegium populer
dalam bahasa Inggris ini dapat memberi pemahaman akan perbedaan tersebut, ‘The state-man (great leader) think the next
generation, the politician leader think the next election’. Negarawan
memikirkan masa depan bangsa dan negara, sedangkan politisi hanya memikirkan
masa depan Pemilu dan Pilpres. Tidak hanya menjelang pemilu, politisi kita
bahkan sepanjang waktu mengejar, bertarung, berebut kepentingan dan kekuasaan.
Alasan ini barangkali yang melatarbelakangi mereka disebut politisi sejati.
Mantan Ketua Umum Muhamadiyah, Syafiih
Ma’arif (2013) membedakan keduanya sebagai berikut, negarawan adalah seorang yang bervisi ke depan untuk kebesaran
bangsa dan negara jauh melampaui usianya. Kekuasaan baginya hanyalah sebuah
wahana untuk mewujudkan cita-cita mulia politiknya demi tegaknya keadilan dan
terwujudnya kesejahteraan bersama, dan untuk tujuan itu dia sangat rela
menderita. Sebaliknya, politisi adalah seorang pragmatis yang pada umumnya
tunavisi, tetapi syahwatnya terhadap kekuasaan demikian dahsyat. Dengan
kekuasaan di tangan, banyak kenikmatan duniawi yang dapat diperoleh. Nyaris tak
ada kepedulian terhadap tegaknya keadilan dan terciptanya kesejahteraan umum
bagi semua. (www.rumahpemiluh.org)
Perbedaan itu yang membedakan cara mereka dalam meraih apa yang
dicita-citakan. Bagi politisi apa pun dapat dilakukan asal kepentingan tergapai.
Berbeda dengan negarawan, mereka selalu mementingkan maslahat bangsa dan negara
yang lebih besar.
Di antara hiruk pikuk politik nasional yang berlarut-larut
adalah konflik internal di tubuh partai-partai besar seperti Partai Golkar dan
PPP. Konflik internal kedua partai peninggalan orde baru itu sudah setahun
lebih berlangsung. Kedua kubu yang berkonflik hanya mempertahankan ego dan
ambisi masing-masing. Tak terlihat mereka berpikir kepentingan bangsa dan
negara yang lebih besar. Pantas kalau rakyat mempertanyakan, apa tidak ada
negarawan di kedua partai tersebut? Apa semuanya politisi sejati? Sebenarnya
bukan hanya Parta Golkar atau PPP, lebih jauh negara dan bangsa kita membutuhkan, sedang mencari
para negarawan yang berjuang semata-mata untuk kepentinga rakyat.
Karakter
negarawan
Nah,
selanjutnya seperti apa negarawan yang diinginkan itu? Menurut hemat saya ada
beberapa hal yang harus dimiliki seorang negarawan. Saya menyebutnya sebagai
karakter, yaitu, pertama, negarawan
harus memiliki sifat wajib bagi rasul yakni amanat, cerdas, jujur, dan pandai
berkomunikasi. Amanat berartikan dipercaya. Seorang dipercaya karena antara
ucapan dan tindakan sama, tidak bertolak belakang. Lebih jauh disebut jujur
yaitu orang yang tak pernah berdusta. Kemudian
cerdas dalam membaca situasi dan keadaan serta mampu menghadirkan solusi
setiap persoalan. Negarawan harus pandai
berkomuniakasi atau menyampaiakan dan menjelaskan apa yang menjadi visi-misinya
secara jelas dan gamblang kepada rakyat.
Kedua, berpikir
visioner jauh ke depan. Pemikiran negarawan tidak dangkal, sesaat, tetapi
melesat jauh ke depan. Kadang pemikirannya baru dapat dibuktikan setelah sekian
lama, puluhan tahun. Dan pemikiran seperti membutuhkan kedalaman ilmu, juga
keikhlasan semata-mata untuk kepentingan orang. Pemikiran melesat seperti tak
mungkin muncul bila dibarengi dengan kepentingan sesaat, ego pribadi.
Ketiga, mengedepankan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan apa pun. Ini ciri dominan
yang membedakan negarawan dengan politisi. Politisi mengejar kepentingan pribadi
atas nama kepentingan rakyat. Sementara negarawan berpolitik semata-mata untuk kepentingan bangsa dan negara. Untuk
alasan tersebut mereka rela berkorban. Di sini dapat dikatakan, tidak semua politisi itu negarawan. Namun
semua negarawan adalah politisi. Karena seorang negarawan dalam memperjuangkan
kepentingan bangsa dan negara selalu dengan cara berpolitik.
Keempat, mampu
menjadi teladan. Keteladanan untuk semua elemen bangsa. Tidak hanya untuk
sesama politisi, juga untuk rakyat. Mereka diteladani karena jasa, prilaku dan
tindak tanduknya dalam berpolitik, memperjuangkan kepentingan rakyat. Mereka
menghadirkan keadilan, kesejahteraan bagi masyarakat. Karenanya mereka dicintai
oleh rakyat, sebaliknya mereka pun sangat mencintai rakyat.
Akhir kata, saat ini bangsa dan negara kita sangat
membutuhkan kehadiran para negarawan. Kebutuhan ini harusnya disadari dan
dipahami oleh para politisi. Sehingga mereka mampu mentransformasi diri menjadi
negarwan yang akan mendatangkan kesejahteraan, keadilan dan kemakmura bagi
rakyat. Wa Allahu Alam
http://www.slideshare.net/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar