Kamis
14 Januari lalu menjadi titik hitam bagi Indonesia. Aksi teror kembali muncul,
mengusik ketenangan dan ketentraman masyarakat. Sebuah ledakan terjadi di depan pos polisi Sarinah
dan gerai kopi Starbuck, Jakarta Pusat. Peristiwa terjadi sekitar pukul 10.40
WIB. Ledakan pertama
terdengar pukul 10.40 WIB. Lalu, ledakan kedua terdengar sekitar pukul 10.50
WIB, ledakan ketiga pukul 10.56, ledakan keempat pukul 10.58, ledakan kelima
pukul 11.00 WIB, dan ledakan terakhir pukul 11.02 WIB. Menurut keterangan
wartawan di lapangan, tiga ledakan terjadi bersusulan dan polisi menemukan
senjata. Orang-orang di sekitar kompleks gedung-gedung yang berdekatan dengan
Gedung Sarinah berhamburan keluar
setelah ledakan pertama terjadi. Aksi saling tembak antara aparat kepolisian
dan pelaku teror membuat masyarakat
panik, terkejut. Maklum, kajadian seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya.
Pasca
pengeboman di kawasan Sarinah Jakarta, ada hal menarik yang menjadi pemberitaan
publik dan media massa. Ini yang membedakan tragedi pengeboman sebelumnya
seperti bom Bali atau lainnya. Ungkapan “Kami Tidak Takut” menjadi obat
psikoligis sekaligus reaksi warga terkait isu teror yang ditebar para
teroris di ibu kota. Ungkapan itu
mendapat responds sangat cepat di media masa dan dunia maya. Sehingga sehari
selang peristiwa pengeboman Sarinah, “Kami Tidak Takut” menjadi trend topic
dunia. Ini tentu luar biasa.
Ungkapan “Kami Tidak Takut” merupakan
responds positif masyarakat terhadap ajakan Peresiden Jokowi. Seperti
diketahui, Presiden Joko Widodo mengecam aksi teroris di Jalan MH Thamrin,
Jakarta Pusat. Dia mengajak rakyat tak takut dan terkalahkan dengan tindakan
tersebut.
Di
tengah kunjungannya ke Kabupaten Cirebon, Jokowi mengaku telah mendapat laporan
mengenai ledakan di kawasan Sarinah, Jalan MH Thamrin, disusul aksi penembakan.
Presiden Jokowi mengajak rakyat tak gentar menghadapi aksi-aksi teroris. Jokowi mengatakan , rakyat tak boleh
dikalahkan dengan rasa ketakutan yang disebarkan kelompok-kelompok teroris. Kita
tak boleh takut dan kalah dengan aksi teror. (http://nasional.sindonews.com/)
Presiden Jokowi pun tanpa takut langsung
turun ke lokasi ledakan. Kunjungan Jokowi membuat rakyat kaget, terkejut. Jokowi
ternyata tak hanya beretorika dengan mengatakan jangan takut. Jokowi telah
memberi contoh dan teladan bahwa tindak terorisme harus dilawan. Maka dengan
gegap-gempita rakyat pun meneriakkan
kata, Kami Tidak Takut.
Dengan “Kami Tidak Takut”, kita semua diminta
bersatu dan bergandeng tangan. Slogan
itu menyadarkan masyarakat bahwa dalam melawan teroris kita harus bersatu, saling berbagi informasi, bekerja sama dengan
semua elemen baik kepolisian, TNI atau lainnya. Perlawanan kepada teroris bukan saja digaumkan dengan sangat dahsyat di media
sosial, tetapi juga langsung turun ke lapangan. Sejumlah organisasi
kemasyarakatan melakukan gerakan tabur bunga di lokasi pengboman Sarinah dan meneriakkan kembali kata, Kami
Tidak Takut.
Kami Tidak Takut merupakan responds nyata dari masyarakat bahwa
tujuan teroris untuk menakut-nakuti masyarakat telah gagal. Teroris menjadi
terjepit. Gerakan masyarakat yang tidak takut kepada teroris jelas akan
mengubah filosofi para teroris di Indonesia. Jika masyarakat turut serta
memerangi para teroris, maka aksi itu menjelma menjadi kekuatan maha dahsyat.
Apalah arti kepolisian, tentara dan intelijen jika ada banyak masyarakat
mendukung aksi terorisme di negeri ini. Mereka pasti tidak dapat berbuat
banyak.
Belajar pengalaman dar
kawasan di Timur Tengah yang sarat
dengan konflik dan aksi terror, keberadaan polisi juga tentara sama sekali
tidak berdaya menghadapi para teroris.
Karena masyarakat di sana mendukung mereka. Para teroris dengan mudah
membaur dengan rakyat, berlatih, berlindung, lalu kemudian muncul tiba-tiba
dari kerumunan orang melakukan tindakan terror.
Memaknainya
Ke depan semangat dan spirit “Kami Tidak Takut”
harus terus dijaga. Solgan tersebut, menurut hemat saya harus dimaknai sebagai
berikut, pertama, simbol perlawanan
bersama terhadap segala bentuk teror di bumi nusantara. Pemerintah dan rakyat
harus bersatu melawan teorisme dalam bentuk apa pun. Jangan memberi kesempatan
dan ruang gerak sedikit pun pada para teroris. Perlawanan bersama tersebut
harus dilandasi pada kesadaran bahwa aksi teror apa pun motivasinya, siapa pun
pelakunya, apapun organisasinya, juga apapun ideologinya hanya akan
mendatangkan kesengsaraan, bagi orang banyak. Aksi teror adalah tindakan yang
bertentangan dengan nilai-nilai kemanusian univesal.
Kedua,
membangun kesadaran bersama bahwa ideologi terorisme dan radikalisme bisa
ada di mana saja. Karenanya, slogan “Kami Tidak Takut” harus membangkitan
kesadaran bersama untuk memproteksi diri, keluarga, lingkungan terdekat dari
pengaruh paham atau ideologi radikal seperti yang diyakini ISIS misalnya. Bukankah
selama ini kita sering dikejutkan dengan fakta, ternyata di antara mereka (para teroris) berasal dari keluarga,
atau lingkungan kita? Seperti diketahui, kemaren (15/1), kepolisian sedikitnya
telah mengakap 6 orang di wilayah Cirebon dan Indramayu yang diduga terkait
dengan aksi teror Sarinah. Ini harus menjadi pelajaran bagi kita. Diantara cara
meproteksi diri dapat dilakukan dengan mempelajari, memahami dan
mengamalkan agama secara benar. Karena
aksi teror seringkali dibungkus dengan semangat keagamaan.
Ketiga,
peringatan untuk semua bahwa aksi teror bisa datang kapan saja, di mana
saja. Karenanya semua pihak (pemerintah, aparat, juga rakyat) diminta waspada
terus, tidak boleh lengah. Kewaspadaan bersama akan mempersempit ruang gerak
para pelaku teror.
Keempat,
mengingatkan semua elemen bangsa bahwa bagi kita Pancasila dan NKRI adalah
sesuatu yang final. Aksi terorisme biasa berlatar belakang politik, berniat
mengganti ideologi dan bentuk negara. Segala usaha yang mengarah ke arah
tersebut harus ditolak. Bagi bangsa Indonesia Pancasila dan NKRI adalah harga
mati, tak bisa ditawar.
Walhasil, teriakan kita semua “Kami
Tak Takut” menjadikan para teroris terpukul mundur. Mereka akan merasa gagal.
Apalagii teriakan itu dimaknai sebagai simbol perlawanan bangsa ini yang
membangkitkan kesadaran bahaya setiap ideologi yang mengajarkan terorisme. Teriakan tersebut sekaligus menjadi
peringatan atau warning bahwa aksi teror bisa datang kapan saja, di mana saja
yang menjadikan semua rakyat wapada terhadap setiap gerakan terorisme.
Akhirnya, menyadarkan semua bahwa Pancasila dan NKRI adalah final, tak
tergantikan. Jangan mimpi, para teroris bisa merubahnya. Wa Allahu Alam.
Dimuat di Harian RADAR CIREBON, Senin 18 Januari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar