Dalam tulisan 2016 Politik Teduh, Mungkinkah? kemaren (6/1), saya sedikit meragukan
politik akan menjadi lebih teduh di tahun ini. Harapan masyarakat agar para
poltisi, pejabat, elit negeri untuk bersikap dan bertindak lebih dewasa di 2016
itu seperti api jauh dari panggang. Saya menyebutkan ada beberapa fakta dan
realitas yang meruntuhkan harapan dan optimisme itu. Diantara fakta itu ialah
isu reshufle kabinet jilid dua yang kembali memanas, rencana pansus Freepot
yang diduga sebagai ajang balas dendam dewan terhadap sejumlah pihak, konflik
internal beberapa partai politik yang tak berujung seperti yang dialami Partai
Persatuan Pembangunan (PPP) dan Parta Golkar, serta legalitas Partai Golkar.
Sekarang kegaduhan itu ditabuh kembali,
dimulai. Adalah Yuddy Crisnandi, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) yang membuka dan mengawali kegaduhan politik di
tahun ini. Politikus Partai Hanura itu melakukan penilaian akuntabilitas terhadap instansi dan
lembaga pemerintah dalam satu tahun.
Penilaian ini dilakukan oleh 5 lembaga yakni MenPAN-RB, Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementerian Dalam Negeri,
Badan Pusat Statistik (BPS).
Adapun Kementerian yang mendapatkan nilai rendah di antaranya
Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah,
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, dan
Kementerian Pemuda dan Olahraga. Yuddy Chrisnandi menegaskan, penilaian akuntabilitas
kementerian yang dilakukan pihaknya tak terkait rencana reshuffle. Menurutnya,
penilaian ini adalah tugas yang diamanatkan dalam UU dan instruksi presiden. (http://www.merdeka.com/)
Penilaian
Yuddy di atas memyulut emosi banyak pihak terutama kalangan partai politik.
Penilaian tersebut dianggap sarat dengan muatan politik, disamping tak etis
tentunya. Yuddy dituduh sedang bermanuver untuk mempertahankan keberadaan
dirinya dalam kabinet kerja. Dia dianggap berusaha mencari muka di hadapan
Presiden di saat isu reshufle bergulir. Karena, entah secara kebetulan atau
memang sudah disetting sebelumnya, kementerian yang dipimpinya bertengger di
posisi tiga terbaik dengan nilai 7,7.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengkritik keras apa yang dilakukan
Menteri PAN-RB Yuddy Chrisnandi yang membeberkan hasil rapor akuntabilitas
kinerja menteri kabinet kerja ke publik. Menurut Hasto yang berwenang
mengevaluasi kinerja menteri adalah Presiden. Hasto mengatakan Presiden yang
memilih dan menempatkan menteri dalam jajaran kabinet kerja. Karenanya
mengevaluasi kinerja menteri itu adalah kewenangan presiden.
Kritik lebih tajam disampaikan Partai Kebangkitan Bangsa
(PKB). Ketiga Menteri yang berasal dari PKB, semua berada di posisi buncit
dalam rapor penilaian itu. Sekretaris Fraksi PKB DPR, Jazuli Fawaid mengatakan
penilain itu seperti jeruk makan jeruk. Mana bisa menteri mengevaluasi menteri?
Penilaian itu sebenarnya langkah politik Yuddy Crisnandi yang
tendesius, membuat gaduh suasana.
Idealnya evaluasi diserahkan ke lembaga yang lebih kompeten, bukan MenPAN-RB. Jazuli
bahkan menegaskan Yuddy layak dirushufle karena kerapkali membuat gaduh.
Menanggapi serangan berbagai pihak terkait penilain tersebut,
Yuddy Crisnandi mengaskan bahwa apa yang dilakukannya adalah konstitusional.
Penilaian itu berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2014 tentang
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Hanya persoalannya kenapa
dipublikasikan ke publik? Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(SAKIP) itu harusnya disampaikan ke Menteri Keuangan. Kemudian Menteri Keuangan
menyampaikannya ke Presiden. Ini yang menyebabkan berbagai kalangan menuding
Yuddy sebagai biang gaduh. Sungguh ironis. Kenapa justru kegaduhan datang dari
anggota kabinet?
Terkait dengan kegaduhan di atas Presiden Jokowi kembali
menegaskan, yang
berhak memberikan penilaian terhadap kinerja para menterinya dalam Kabinet
Kerja adalah dirinya sendiri. Menteri diminta fokus bekerja dan tidak perlu
untuk memberikan penilaian terhadap menteri lainnya.
Sebelumnya Sekretaris
Kebinet, Pramono Anung mengklarfikasi bahwa Presiden tidak pernah memerintahkan
MenPAN-RBYuddy Chrisnandi untuk menyampaikan hasil evaluasi kinerja menteri
yang dilakukan Kemen PAN-RB kepada publik. Pramono mengakui bahwa hasil
evaluasi kinerja kementerian dan lembaga yang dilakukan Kemen PAN-RB telah
disampaikan kepada Presiden Jokowi dan para anggota kabinet lainnya. Namun
demikian, hal tersebut disampaikan dalam forum tertutup. Jadi apa yang dilakukan Menteri Yuddy
adalah bentuk dari kreativitas Yuddy.
Harap-harap cemas
Melihat kegaduhan di
atas, rakyat seperti saya merasakan kecemasan dan harapan bercampur menjadi
satu. Cemas karena mengkhawatirkan kegaduhan sepanjang tahun seperti yang telah
terjadi pada 2015. Namun demikian tentu kita tak boleh putus asa. Kita harus
optimis, kita masih berharap politik menjadi lebih teduh. Sehingga pemerintah
bisa fokus bekerja, bekerja dan bekerja. Rakyat pun akan segera meraskan apa yang
dijanjikan oleh Jokowi-JK saat Pilpres lalu.
Oleh karenanya, sebagai bagian dari rakyat, saya
menyarankan hal-hal berikut, pertama, kepemimpinan
Jokowi di kabinet diminta lebih tegas. Jangan biarkan kegaduhan berkepanjangan
terjadi dalam tubuh kabinet kerja. Jangan abaikan bila para menteri saling
lempar tanggung jawab, saling menyalahkan. Bila dipandang perlu, gunakan hak
perogatif untuk mereka (baca:menteri) yang bandel. Rushufle lebih baik daripada
kegaduhan.
Kedua, para
pejabat negara, elit politik, anggota dewan diharapkan lebih dewasa dalam
bertindak, bersikap. Jadilah para negarawan yang lebih mengutamakan kepentingan
bangsa dan negara daripada kepentingan kelompok dan pribadi. Ingat anda semua
dipilih, digaji oleh rakyat. Kenapa rakyat diabaikan?
Ketiga, khalayak
ramai seperti saya dan anda juga berkewajiban secara moral untuk membantu
menjaga kondusifitas dan stabilitas politik nasional. Karena opini publik pun
bisa jadi memperkeruh, membuat kegaudahan baru. Saya menyaksikan media sosial menjadi tempat atau ruang
kegaduhan publik dimaksud.
Akhir kata, kegaduhan penilaian Menteri Yuddy Crisnandi
harus dapat diambil pelajaran oleh semua pihak. Biarkan ini menjadi kegaduhan
yang pertama dan terakhir di tahun 2016 ini. Terakhir, semoga kegaduhan ini
cepat selesai, berlalu. Amin. Wa Allahu
Alam.
(Tulisan dimuat di Radar Cirebon, 8 Januari 2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar