Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar)
sekarang menjadi pemberitaan hangat di tengah masyarakat. Organisasi ini diributkan, dipersoalkan keberadaanya setelah
ditemukannya seorang bernama dr Rica
Trihandayani yang sebelumnya dilaporkan hilang oleh keluarganya sejak 30
Desember lalu. Dr Rica Trihandayani ditemukan di Bandara Iskandar, Pangkan Bun
Kalimantan Tengah pada 11 Januari dan langsung dibawah ke Polda Yogyakarta. Sebelum
meninggalkan rumah, dr Rica sempat menulis surat pengunduran diri sebagai
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang
dikirimkannnya ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Yogyakarta. Dr Rica tercatat
sebagai pegawai di rumah sakit Dr Sardjito.
Kasus menghilangnya warga tidak hanya
di Yogyakarta tapi di berbagai daerah seperti Banyumas, Purbalingga, juga Garut
Jawa Barat. Di Yogyakarta sendiri tercatat 33 orang yang telah dilaporkan
menghilang oleh keluarga mereka. Menghilangnya dr Rica Trihandayani
dan lainnya diduga, diyakini karena terkait dengan organisasi Gafatar.
Polda Jawa Barat juga telah menerima
laporan hilangnya sejumlah korban yang diduga keras dilarikan oleh Gerakan
Fajar Nusantara (Gafatar). Seorang bernama Heriyady Atmajaya telah melaporkan
ke Polres Garut prihal istri dan kedua anaknya yang meninggalkan rumah sejak 28
Desember 2015. Menurut Heriyady, pembinaan terhadap anak dan istrinya oleh
kelompok Gafatar sejak Agustus 2014. Hal itu diyakini berdasarkan sejumlah
bukti tertulis (buku harian) yang ditemukan di rumah. Juga kegiatan pengajian
yang sebelumnya sempat dicurigai oleh Heriyady.
Gafatar
merupakan organisasi yang telah dilarang pemerintah sesuai surat Ditjen
Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri Nomor 220/3657/D/III/2012 tanggal 20
November 2012. Organisasi ini dilarang lantaran menyebutkan bahwa salat dan
puasa Ramadan tidak wajib. Juga sejumlah ajaran yang diyakini sesat atau
menyimpang.
Menurut
Sekretaris Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama,
Muhammadiyah Amin, ajaran Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) adalah sesat dan
menyesatkan umat Islam sehingga harus diwaspadai. Organisasi itu tidak
terdaftar di Kementerian Agama (Kemenag). Sebelumnya,
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan bahwa Gafatar adalah organisasi ilegal yang tidak
layak diikuti masyarakat.
Lebih jauh, Amin
mengaku prihatin belakangan ini banyak umat Islam, menjadi korban dari kegiatan
organisasi tersebut. Dia menyatakan, bukan hanya kalangan cendekiawan atau
terpelajar, dari kalangan "akar rumput" hingga pegawai negeri sipil
pun menjadi sasaran untuk dijadikan pengikut organisasi itu. Organisasi
tersebut juga menjadikan kalangan orang muda sebagai sasaran rekrutmen. Gafatar
dalam aktivitasnya berselubung menjalankan aksi sosial, tapi di sisi lain dalam
aspek ajaran sudah melenceng dari Islam.
(http://nasional.republika.co.id/)
Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Daerah Istimewa Yogyakarta menyatakan Gerakan
Fajar Nusantara atau Gafatar adalah sesat. Organisasi ini
merupakan metamorfose dari gerakan Al Qiyadah Al Islamiyah bentukan nabi palsu
Ahmad Mushadeq yang telah dinyatakan sesat atau dilarang. Gafatar adalah bentuk
baru dari organisasi yang mengajarkan pemahaman sesat nabi palsu Ahmad
Mushadeq, demikian ungkap Ahmad Muhsin
Akmal, Sekertaris MUI Daerah Istimewa Yogyakarta.
Ahmad Muhsin Akmal menambahkan, MUI Daerah
Istimewa Yogyakarta adalah organisasi pertama yang mengeluarkan fatwa bahwa Al
Qiyadah Al Islamiyah adalah sesat dan menyesatkan. Pada akhir 2007 yang
lalu sedikitnya 900 orang yang telah ikut organisasi ini di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Ratusan orang itu didata polisi dan melakukan pertaubatan massal di
masjid Polda. Gerakan Gafatar dibungkus dengan kegiatan sosial. Seperti
gotongroyong, jalan sehat, khitanan massal, kegiatan pelatihan pertanian, donor
darah, dan bakti sosial lainnya.
(http://nasional.tempo.co/)
Terkait
dengan permasalahan di atas, Presiden Joko Widodo memberikan instruksi khusus
kepada jajajaran di bawahnya. Hal itu ditegaskan oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung, pemerintah
sungguh-sungguh menangani hal-hal yang seperti ini. Kami diminta oleh Presiden untuk
memantau hal yang berkaitan dengan Gafatar.
Pramono melanjutkan, Presiden meminta Polri dan Kementerian Dalam
Negeri untuk mendalami motif berkembangnya paham Gafatar.
Ia menengarai, ada ideologi tertentu yang dikembangkan Gafatar untuk
kepentingan tertentu. Pramono berharap, masyarakat dapat kritis dan menggunakan
akal sehatnya saat mendapati paham-paham tertentu yang baru terdengar.
Kehadiran
pemahaman, gerakan keagamaan semisal Gafatar atau lainnya tak lepas dari
problem keberagamaan kita, umat Islam. Problem keberagamaan itu yang
menyuburkan pemahaman atau gerakan menyimpang seperti Gafatar. Menurut hemat
saya, berikut hal-hal yang menjadi problem keberagamaan kita, Pertama, memahami agama secara parsial.
Islam itu harusnya dipelajari, diamalkan, dihayati secara kaffah yakni sempurna
dan menyeluruh. Jangan memahami, menghayati, mengamalkan Islam secara sebagian
(parsial) kemudian mengabaikan bagian lain. Memahami atau mempelajari Islam
secara parsial akan menjerumuskan pada pemahaman Islam yang salah. Contoh
memahami jihad dengan hanya mengejar predikat syahid tanpa memahami konsep
kepemimpinan, konsep negara, konsep keimanan dalam Islam dan lainnya akan membuat sempit
pandangan sehingga semua orang yang berbeda dianggapnya sebagai kafir yang
harus diperangi. Ini tentu sangat berbahaya.
Kedua,
minim ilmu dan klaim paling benar. Penguasaan terhadap ilmu agama yang
pas-pasan mendorong seseorang mudah merasa paling benar. Perasaan paling benar
adalah penyakit sosial. Syetan terjerumus pada kesesatan abadi menolak perintah Allah untuk hormat pada Adam
as karena perasaan paling hebat, paling benar. Apalagi bila dibarengi dengan semangat menggebu-gebu dan
berlebihan, klaim paling benar dapat mengantarkan pada pengakuan sebagai nabi,
malaikat bahkan tuhan.
Ketiga,
pengajaran agama yang minim di komunitas terpelajar kritis yang memilki semangat
tinggi. Selama ini pemahaman seperti Gafatar itu berkembang pada komunitas
masyarakat yang tak memilki latar belakang pendidikan agama namun memilki
semangat tinggi. Sayangnya, kebutuhan terhadap juru agama yang mempuni tidak
terpenuhi. Ruang kosong itu kemudian dimasuki oleh oknum tertentu, membawa
ajaran yang kerapkali menyimpang. Saya masih ingat, saat kuliah, pemahaman
keagamaan semacam itu tumbuh subur di PT umum yang pemahaman agama mahasiswanya
rendah. Pemahaman seperti Gafatar tak mendapat responds yang positif di IAIN
misalnya.
Akhir kata, keberadaan pemahaman
keagamaan semisal Gafatar tidak hadir begitu saja, tapi terkait dengan problem
keberagamaan kita. Problem keberagamaan tersebut sedikit banyak membuka peluang
untuk tumbuh suburnya gerakan semisal Gafatar. Ini yang harus disikapi oleh
kita, umat Islam. Kita harus mengajarkan, memahami agama secara utuh, sempurna.
Kita tak boleh merasa puas dengan apa yang sudah kita pahami apalagi merasa
paling benar. Dan yang terpenting, kewajiban kita semua menyampaikan pemaham agama yang benar termasuk
pada komunitas masyarakat yang hanya memilki semangat. Wa Allahu Alam
Dimuat di Harian Radar Cirebon, Jumat, 15 Januari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar