Di tahun 2016, pemerintahan Jokowi-JK
memberikan perhatian cukup serius terhadap reformasi hukum. Kalau sebelumnya mengeluarkan paket kebijakan ekonomi yang
berjilid-jilid, sekarang Pemerintah
telah mengeluarkan paket kebijakan bidang hukum. Setidaknya ada lima poin pembenahan dalam bidang hukum. Yakni
terkait pelayanan publik, penyelundupan, pelayanan
izin tinggal terbatas, Hak Atas Kekayaan
Intelektual (HAKI) , dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang
over kapasitas. Dan Pemerintah pun berencana akan mengeluarkan
kebijakan-kebijakan susulan.
Hal di atas,
menunjukkan keseriusan Pemerintah dalam membenahi penegakan hukum. Sekarang,
bagaimana hasilnya? Apa sudah terlihat perubahanya? Catatan berikut akan
menjelaskannya lebih jauh. Pertama, KPK
dan korupsi yang masih menggurita.
Sepanjang 2016 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan 16 kali
operasi tangkap tangan dan 110 orang ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak
pidana korupsi. Semua itu dihasilkan semasa kepemipimpinan KPK jilid 4 dengan
Ketua Agus Rahardjo yang memulai kiprahnya di awal 2016. Sejumlah
kasus cukup mendapat sorotan publik karena melibatkan tokoh pejabat penting di
Indonesia seperti Ketua DPD RI, Irman Gusman, juga kasus e-KTP yang menyasar
koruptor kelas kakap dengan angka kerugian fantastis, triliunan rupiah.
Apa yang bisa dipahami dari data di
atas? Keberhasilan KPK? Atau fakta bahwa korupsi masih menggurita? KPK memang
berhasil dalam penindakkan. Pada waktu yang sama korupsi makin menggurita.
Kenapa? Karena KPK tak membuat jerah para pelaku. Hukuman terhadap koruptor
dianggap ringan. Lebih lagi, soal mentalitas korup para pejabat, pengusaha yang sudah mendarahdaging.
Kedua, pungutan
liar. Pungli menjadi pembicaraan publik sejak Kepolisian
RI melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Kementerian Perhubungan terkait
pungli. Dalam OTT tersebut Presiden Joko Widodo melakukan tinjauan langsung.
Jokowi nampaknya merasa geram mendengar laporan tentang hal itu dari Kapolri
Jendral Tito Karnavian. Pasalnya, Presiden Jokowi bersama para menteri baru
saja membahas tentang permasalahan pungli yang marak di tanah air.
Momentum OTT tersebut dijadikan langkah
awal memerangi Pungli secara bersama. Pemerintah dari pusat sampai daerah membentuk
tim Satuan Tugas Bersama (Saber) Pungli. Orang bilang, Pungli sudah membudaya. Sulit dihilangkan. Sebenarnya sulit tidaknya
bergantung pada tekad, komitmen, dan usaha kita. Tak ada yang mustahil di dunia
ini. Apalagi sekadar memberantas pungli. Dan sekarang OTT digelar diberbagai
daerah. Walau belum seutuhnya hilang, keberadaan Saber Pungli menghadirkan efek
kejut pada mereka yang selama ini melakukan Pungli. Ke depan, diharapkan budaya
Pungli bisa hilang dari bumi pertiwi. Karenanya, langkah Saber Pungli tak boleh
berhenti. Terus menerus, secara berkesinambungan.
Ketiga, mafia
peradilan. Adalah perbuatan yang bersifat sistematis, konspiratif, kolektif dan
terstruktur yang dilakukan oleh aktor tertentu ( aparat penegak hukum dan
pencari keadilan ) untuk memenangkan kepentingannya melalui penyalahgunaan
wewenang, kesalahan administrasi dan perbuatan melawan hukum yang mempengaruhi
proses.
Mafia peradilan mencuat tajam ke publik setelah Sekretaris
Mahkamah Agung Nurhadi terindakasi melakukan jual beli kasus. Dia disebut
sebagai promotor perkara Lippo. Dalam persidangan
kasus suap terhadap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, seorang saksi menyebut Nurhadi sebagai
promotor yang mengatur setiap perkara yang melibatkan perusahaan Grup Lippo.
Memang
ironis, jika peradilan bisa dipermainkan. Kepercayaan terhadap penegakan hukum
akan hancur. Sebab itu masyarakat menuntut MA untuk melakukan resformasi
internal. Sayangngya, tim reformasi birokrasi MA justru dibentuk oleh Nurhadi
sendiri. Dalam tim tersebut, Nurhadi diketahui
menunjuk diri sendiri sebagai penanggung jawab, lewat Surat Keputusan
Sekretaris MA Nomor 23/SEK/SK/2016, bertanggal 25 April 2016. Sejumlah pihak pun meminta kepada Ketua MA,
Hatta Ali untuk membubarkannya. Kemudian menggantinya dengan tim yang baru.
Paling
mutakhir, indikasi mafia peradilan kembali terjadi pada kasus La Nyalla
Mattalitti. Mantan Ketua Kamar Dagang
Industri (Kadin) tersebut divonis
bebas oleh majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi. Sebelumnya, La Nyalla didakwa menyalahgunakan wewenang dalam penggunaan
dana hibah dari Pemerintah Provinsi Jawa
Timur tahun 2011 hingga 2014.
Publik
menilai ganjil putusan ini. Terlebih lagi, alasan yang dikemukan atas putusan
bebas dianggap aneh. Yakni, karena
kerugian negara sudah dikembalikan dan pelimpahan wewenang ke bawahan.
Keputusan diambil dengan dissenting
opinion. Tiga hakim karir memutus bebas. Dua hakim ad hoc memutus bersalah.
Kecurigaan publik menjadi kuat melihat fakta bahwa La Nyalla adalah keponakan
Ketua MA, Hatta Ali. Menyedihkan jika peradilan ditegakan secara tidak lurus, pandang bulu.
Keempat, narkoba
dan ribuan nyawa generasi muda. Perang terhadap narkoba berulang kali ditegaskan
oleh Presiden Jokowi. Mantan Gubernur
Jakarta tersebut bahkan bersikukuh guna menerapkan hukuman mati bagi para
bandar narkoba. Walau untuk itu, Jokowi mengahadapi berbagai protes dari beberapa
kepala negara dunia. Juga dari para aktivis HAM baik dari dalam maupun luar
negeri.
Ada sekitar 15 ribu nyawa melayang karena narkoba. Hitung
berapa orang perharinya? Dari hari ke hari, jumlah pengguna narkoba bertambah.
Menurut Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Budi Waseso sekitar 40-50 anak
muda meninggal akibat konsumsi narkoba. Belakangan BNN sangat getol memberantas
peredaran narkoba. Dibawah komando Budi Waseso, BNN terlihat ganas. Semangat
ini wajib dijaga. BNN tak boleh lelah sebagaimana para bandar yang tak pernah
kapok, jerah.
Kelima, teror dan
Polri. Pemberitaan 2016 dibuka dengan aksi teror. Tanggal 14 Januari menjadi titik hitam bagi
Indonesia. Aksi teror kembali muncul, mengusik ketenangan dan ketentraman
masyarakat. Sebuah ledakan terjadi di depan pos polisi Sarinah dan gerai kopi
Starbuck, Jakarta Pusat. Bom Sarinah menyadarkan bangsa ini bahwa terorisme
kudu diwapadai, diperangi terus menurus.
Bom Sarinah menjadi pengingat bagi
Kepolisian. Sehingga Polri dinilai berhasil mencegah aksi teror hingga akhir
tahun. Aparat sedang mengurai jaringan Bahrun Naim. Polri berhasil melumpuhkan
para teroris di berbagai daerah sebelum mereka beraksi. Di bekasi misalnya, Tim
Densus 88 membekuk pelaku aksi teror yang berencana akan meledakkan Istana
Kepresidenan. Bom panci telah disiapkan, Tim Gegana menjinakkan. Yang mengejutkan calon penganten
adalah seorang perempuan. Ke depan, kinerja Polri harus didukung oleh masyarakat
luas dengan cara meningkatkan kewaspadaan. Mereka diminta cepat melapor saat
ditemukan keganjilan.
Akhir kata, hal-hal di atas menjadi
pembelajaran bagi para penegak hukum. Hukum wajib ditegakan secara tegak.
Aparat diminta siaga dalam mencegah tindak pelanggaran hukum. Korupsi, narkoba,
juga aksi teror membutuhkan pencegahan
disamping penindakan. Ketiga hal itu sangat merusak kehidupan bangsa. Wa Allahu Alam