Jumlah guru honorer sangat signifikan baik yang mengajar di
sekolah negeri atau sekolah swasta. Di
sekolah dasar saja 33 % gurunya adalah
tenaga honorer, tepatnya 489.459 orang yang tersebar di 33 propinsi. Belum lagi
yang di SMP, SMA dan madrasah yang dikelolah kementerian agama.
Di tengah hiruk pikuk hari buruh,
beberapa serikat buru membacakan tuntutan
mereka. Ada 10 point yang mereka sampaikan, yaitu:
1.Tolak politik upah murah dengan
menuntut kenaikan UMP/K sebesar 32 persen (juga menolak kenaikan upah 5 tahun sekali dan
mendesak pemerintah untuk merubah KHL menjadi 84 item dari 60 Item KHL).
2. Mendesak pemerintah untuk
menjalankan jaminan pensiun buruh wajib pada awal Juli 2015 dengan manfaat
pensiun 60% hingga 75 % dari gaji terakhir (seperti PNS).
3. Mendesak pemerintah untuk menambah
anggaran Jamkes Rp 30 T dari APBN.
4.Mendesak pemerintah untuk segera
menghapus sistem kerja Outsourcing khususnya di BUMN.
5. Menolak kenaikan harga
BBM,Elpiji,TDL sesuai harga pasar.
6.Mendesak pemerintah untuk
menurunkan harga barang pokok.
7. End Coorporate Greed.
8. Mendesak pemerintah untuk mencabut
aturan tentang Objek Vital dan Stop tindakan Union Busting dan kekerasan terhadap
aktivis buruh
9. Angkat guru dan pegawai honorer
menjadi PNS tanpa test lagi.
10. Syahkan RUU PRT dan Revisi UU
perlindungan TKI.
Yang menggembirakan saya dalam hari
buruh tahun ini adalah diakomodirnya kepentingan guru honorer. Tertuang dalam
poin kesembilan, kaum buruh menuntut agar pemerintah Jokowi JK mengangkat para
guru honorer atau honorer lainnya menjadi PNS tanpa tes. Sebuah langka maju
yang harus diapresiasi oleh semua pihak terutama kaum buruh dan para guru
honorer sendiri. Ini harus disambut baik oleh guru atau honorer lainnya. Poin ini menjadi langkah awal memperjuangkan
nasib bersama kaum buruh lainnya. Dan spirit kebersamaan dengan mereka (baca:
buruh) harus dimanfaatkan secara baik oleh guru honorer. Sebab perjuangan
menjadi PNS membutuhkan energi kuat untuk menekan pemerintah merealisasikan
janjinya. Saya teringat saat masih menjadi guru kontrak atau guru bantu sebutan
lainnya. Dijanjikan sejak tahun 2004 oleh pemerintahan Bu Mega terealisasi
pada tahun 2005 dalam bentuk peraturan pemerintah
No.5 tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS kemudian pada tahun 2007
dan 2008 baru mimpi itu terwujud. Sebuah perjalan panjang dan perjuangan tanpa
kenal lelah. Berbagai cara dilakukan mulai audensi dengan berbagai pihak
seperti dengan para menteri terkait, kepala-kepala daerah, sampai demo dengan
jumlah besar. Betul-betul menguras tenaga.
Momentum hari buruh seperti sekarang harus
dimanfaatkan dengan baik oleh guru honorer. Paling tidak bisa menjadi tambahan
energi bagi mereka untuk sama-sama berjuang mengubah keadaan dan nasib.
Terakhir pemerintah mengangkat sebagian tenaga honorer kategori 2 walau dengan
tes. Dan menyelesaikan yang tersisah butuh pengawalan dari banyak pihak
terutama guru honorer sendiri. Terbukti dalam
proses pen-CPNS honorer kategori
2 yang lalu tak sepih rintangan dan halangan sehingga menggugurkan sebagian
mereka di akhir-akhir. Sedih juga mendengarnya. Dinyatakan lulus, pemberkasan
selesai, diverifikasi, ehh tak dbisa terima SK. Sedih bukan? Semoga ini awal
yang baik bagi kalian teman-teman guru honorer. Doa kita semua buat kesuksesan
kalian.
(Tulisan ini pernah dimuat di harian RADAR Cirebon Edisi 5 Mei 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar