Dalam
kelas masih ada guru yang beranggapan, memperlakukan peserta didiknya sebagai
anak bodoh karena nilai-nilai latihannya jeblok, sering tidak mengerjakan PR,
atau karena tak bisa menyelesaikan tugas. Guru rupanya masih beranggapan bahwa
kecerdasan itu bergantung pada angka-angka hasil test yang mengacuh pada
kemampuan pengetahuan peserta didik. Bila mengikuti perkembangan teori-teori
kecerdasan, jelas cara pandang guru seperti itu salah. Karena kecerdasan tidak
bisa dilihat dari hanya satu aspek, aspek pengetahuan misalnya dan nilai
berbentuk angka juga tidak bisa menggambarkan seutuhnya kecerdasan seseorang.
Sekarang telah dikenal apa yang disesbut Multiple
Intelgences dalam bahasa Indonesia
diartikan sebagai kecerdasan majemuk, digagas oleh Dr Howard Gardner (1983). Howard Gardner adalah tokoh pendidikan
dan psikologi
terkenal, berkebangsaan Amerika yang lahir dengan nama lengkap
Howard Earl Gardner pada tanggal 11 Juli
1943
di Scranton, Pennsilvania. Ia adalah co-director pada project
Zero, sebuah kelompok penelitian (riset) di Havard School Graduate School of
Education. Howard Gardner dalam
bukunya yang berjudul Frames of Mind: Teori Multiple Intelegences tahun
1983 mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan untuk memecahkan suatu
masalah, menciptakan suatu (produk) yang bernilai dalam suatu budaya. ( http://id.wikipedia.org/wiki/Howard_Gardner)
Kecerdasan
majemuk dapat didefinisikan sebagai pendekatan perkembangan dalam belajar yang
ditandai anak tumbuh dan berkembang sebagai suatu keseluruhan, tidak hanya satu
dimensi saja yang berkembang dalam suatu waktu tertentu atau sebaliknya tidak
semua dimensi memiliki kecepatan perkembangan yang sama.
Adalah Munif
Chatib, pakar pendidikan Indonesia telah mengemas kecerdasan majemuk lebih
menarik lagi. Menurutnya, yang membedakan teori Howard Gardner tentang kecerdasan di banding teori lainnya adalah pertama kecerdasan tidak dibatasi oleh
test formal. Kenapa? Karena kecerdasan seseorang itu dinamis, selalu berkembang,
tidak statis. Test yang dilakukan hanya dapat menggambarkan kecerdasaan
seseorang saat itu, tidak untuk satu bulan, satu tahun apalagi untuk selamanya.Sumber
kecerdasan seseorang adalah kebiasaannya untuk membuat hal-hal baru
(baca:kreatifitas) dan kebiasaannya dalam menyelesaikan masalah (problem
solving). Menurut Valentine Dmitriev, P.hD dalam bukunya Smart Baby, Clever
Child menyebutkan ada dua faktor yang sangat dominan mempengaruhi perkembangan
kecerdasan yaitu faktor gen (keturunan) dan faktor lingkungan. Untuk gen kita
tak bisa banyak berbuat tapi untuk faktor lingkungan kita bisa melakukan banyak
untuk meningkatkan potensi kecerdasan anak.
Kedua, kecerdasan
itu multidimensi. Kecerdasan seorang anak dapat dilihat dari berbagai dimensi
atau bisa juga disebut ranah. Gardner sendiri awalnya menemukan 6 dimensi atau
ranah kemudian menjadi sembilan. Dan seiring berputarnya waktu saya yakin masih
berkembang dan bisa jadi bertambah semakin banyak.
Ketiga, kecerdasan
merupakan proses discovering ability. Yakni bahwa kecerdasan itu lebih
menitikberatkan pada proses untuk mencapai kondisi akhir terbaiknya. Adakalanya
seseorang menemukan kondisis terbaik (baca:kecerdasannya) pada saat usia sudah
tak mudah lagi. Misalnya J.K Rowling adalah seorang penulis terkenal dan
terkemuka yang sangat sukses tentu cerdas. Ia menemukan kecerdasanya dalam
menulis saat berusia 43 saat menulis novel untuk pertama kalinya yang ia beri
judul Harry Potter. Berbeda dengan Imam Syafii (salah satu imam madzhab fiqhi
dalam Islam) dapat menghafal Al Quran dalam usia 7 tahun. Beliau menemukan
kecerdasan yang ada pada dirinya dalam usia yang relatif sangat mudah.
Dimensi
kecerdasan
Dr
Howard Gardner (1993) menyebutkan dimensi kecerdasan majemuk sebagai berikut, pertama, kecerdasan linguistik. kecerdasan
linguistik atau kecerdasan berbahasa adalah kemampuan seseorang untuk mengungkapkan pendapat
atau pikirannya melalui bahasa verbal maupun non verbal. Adalah Agatha Christie
seorang penulis novel misteri dari Inggris, walaupun ia didiagnosa mengalami learning
diisablity, sangat lambat menerima pelajaran tetapi yang sangat cerdas di
dimensi ini. Siswa yang memiliki kecerdasan ini biasanya pandai mengarang,
menulis puisi, berpidato.
Kedua, kecerdasan
logis matematis. Yaitu kecerdasan yang melibatkan keterampilan mengolah angka
dengan baik dan atau kemahiran menggunakan penalaran atau logika dengan benar.
Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada hubungan logis, hubungan sebab akibat,
dan logika-logika lainnya. Proses yang digunakan dalam kecerdasan
matematis-logis ini antara lain klasifikasi (penggolongan/pengelompokan),
pengambilan kesimpulan dan perhitungan. Bill
Gates, pendiri Microsoft merupakan tokoh dunia yang memiliki kecedasan luar
biasa di dimensi ini. Kecerdasan ini dimiliki oleh peserta didik yang pandai ilmu
berhitung seperti Matematika, IPA.
Ketiga, spasial visual. Yaitu kecerdasan yang
menunjukkan
kemampuan seseorang untuk memahami secara lebih mendalam hubungan antara objek
dan ruang. Peserta didik ini memiliki kemampuan, misalnya, untuk menciptakan
imajinasi bentuk dalam pikirannya atau kemampuan untuk menciptakan
bentuk-bentuk tiga dimensi seperti dijumpai pada orang dewasa yang menjadi
pemahat patung atau arsitek suatu bangunan.
Keempat, kecerdasan
musikal. Menurut Howard
Gardner, kecerdasan bermusik mencakup kepekaan dan penguasaan terhadap nada,
irama, pola-pola ritme, tempo, instrument, dan ekspresi musik, hingga seseorang
dapat bermain musik dan menikmati musik. Stevie Wonder misalnya, walau buta
sejak lahir ia masuk dapur rekaman sejak usia 10 tahun. Kelemahannya
(baca:buta) tak menghalanginya menemukan kecerdasan yang terpendam pada
dirinya. Dalam belajar kecerdasan ini kita jumpai pada mereka yang gemar
bernyanyi, menghafal lagu.
Kelima, kecerdasan interpersonal sering
disebut sebagai kecerdasan sosial. Adalah kemampuan untuk mengamati dan
mengerti maksud, motivasi dan perasaan orang lain. Peka pada ekpresi wajah,
suara dan gerakan tubuh orang lain dan ia mampu memberikan respon secara
efektif dalam berkomunikasi. Kecerdasan ini juga mampu untuk masuk ke dalam
diri orang lain, mengerti dunia orang lain, mengerti pandangan, sikap orang
lain dan umumnya dapat memimpin kelompok. Di kelas, peserta didik seperti ini
biasanya selalu menjadi pemimpin bagi teman-temanya baik saat belajar kelompok
atau lainnya.
Keenam, kecerdasan intrapersonal, yakni kepekaan seseorang terhadap perasaan
dirinya sendiri sehingga mampu mengenali
berbagai kekuatan maupun kelemahan yang ada pada dirinya sendiri. Peserta didik
semacam ini senang melakukan instropeksi diri, mengoreksi kekurangan maupun
kelemahannya, kemudian mencoba untuk memperbaiki diri. Beberapa diantaranya
cenderung menyukai kesunyian dan kesendirian, merenung, dan berdialog dengan
dirinya sendiri.
Ketujuh,
Kecerdasan kinesteti atau kecerdasan anggota
tubuh. Yaitu kemampuan seseorang untuk secara aktif menggunakan bagian-bagian
atau seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan berbagai masalah.Hal
ini dapat dijumpai pada peserta didik yang unggul pada salah satu cabang
olahraga, seperti bulu tangkis, sepakbola, tenis, renang, dan sebagainya, atau
bisa pula dijumpai pada peserta didik yang pandai menari, terampil bermain
akrobat, atau unggul dalam bermain sulap..
Kedelapan, kecerdasan naturalis. Yakni kecerdasan yang menunjukkan kepekaan
seseorang terhadap lingkungan alam, misalnya senang berada di lingkungan alam
yang terbuka seperti pantai, gunung, cagar alam, atau hutan. Peserta didik
dengan kecerdasan seperti ini cenderung suka mengobservasi lingkungan alam
seperti aneka macam bebatuan, jenis-jenis lapisan tanah, aneka macam flora dan
fauna, benda-benda angkasa, dan sebagainya.
Bila melihat kemajemukan kecerdasan di atas, maka dapat
disimpulkan sebenarnya tidak ada peserta
didik yang bodoh. Mereka semua dibekali Tuhan dengan kecerdasan yang berbeda satu
sama lain. Kecerdasan-kecerdasan itu yang harus digali dan dikembangkan oleh
para pendidik. Bila pendidik berhasil menggalinya, berarti telah berhasil proses belajar mengajar atau
pendidikan. Bukankah tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia? Yaitu mengantarkan
manusia menemukan potensi terpendamnya. Wa
Allahu Alam. (Telah dimuat di Harian Umum Radar Cirebon, Selasa 25 Agustus 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar