Beberapa
hari terakhir lingkungan kita ramai
dengan nuansa merah putih. Ada bendera, spanduk, umbul-umbul dan lainnya. Semua
menggambarkan simbol bendera negara. Dari halaman kantor pemerintah, pusat
perbelanjaan, perbankan, perusahaan swasta,
pasar daerah sampai di depan rumah. Di sepanjang jalan raya,
lorong-lorong sempit, sampai perkampungan kumuh, semua memasang bendera.
Bendera merah putih terpasang di mana-mana. Pemasangan bendera itu bertujuan
untuk menyambut, memperingati Hari Ulang
Tahun RI yang ke 70.
Pemasangan bendera menjelang HUT RI menggambarkan
beberapa hal, pertama, menunjukkan
identitas diri sebagai bangsa. Pengakuan sebagai sebuah bangsa diperlihatkan
dengan menunjukkan identitas. Dan bendera adalah salah satu identitas suatu
bangsa atau negara. Dalam insklopedi bebas Indonesia, bendera diartikan sebagai sepotong kain, sering
dikibarkan di tiang, umumnya digunakan secara simbolis untuk memberikan sinyal
atau identifikasi. Hal ini paling sering digunakan untuk melambangkan suatu
negara untuk menunjukkan kedaulatannya. (id.wikipedia.org/wiki/Bendera)
Menunjukkan identitas diri sebagai
bangsa didasari pada rasa bangga pada bangsa sendiri. Tanpa perasaan bangga,
tak mungkin orang menunjukkan identitas diri. Perasaan bangga sebagai bangsa
adalah sebuah kesadaran diri bahwa ia bagian yang tak terpisahkan dari bangsa
dan negara.
Kedua,
semangat cinta tanah air. Pemasangan bendera juga menandakan semangat cinta
tanah air yang kita miliki. Bendera sebagai simbol negara dikibarkan, dijunjung
tinggi, dihormati menunjukkan kecintaan kita pada tanah air masih cukup
kuat. Kecintaan diungkapkan,
diapresiasikan melalui bendera sebagai simbol negara juga bangsa.
Ketiga,
memeriahkan hari jadi. Fenomena pemasangan bendera menggambarkan
kebersamaan, kekompakan kita semua dalam merayakan hari jadi negara dan bangsa
tercinta, RI. Kemerian seperti itu bisa dimaklumi. Bukankah kemerdekaan
merupakan sesuatu yang sangat mahal, yang barang kali tak ternilai harganya.
Jadi wajar bila HUT RI dirayakan oleh segenap rakyat. Kemeriaan itu juga bisa
dilihat dari digelarnya berbagai macam lomba (di berbagai tempat oleh berbagai
lapisan masyarakat) yang menghibur seperti lomba balap karung, makan kerupuk, tarik tambang sampai panjat pinang. Hanya
yang menjadi pertanyaan, apa benar kita sudah merdeka?
Merdeka atau setengah merdeka
Menyambut, memeriahkan, dan
memperingati HUT RI setiap bulan Agustus harusnya tidak sekadar memasang
bendera tapi menjadikannya sebagai monentum bersama untuk mengevaluasi diri,
apa benar kita telah merdeka? Atau jangan-jangan kita hanya setengah merdeka, bahkan
mungkin juga belum merdeka.
Untuk
menjawabnya mari kita mulai dengan memaknai dan mengartikan kemerdekaan. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, merdeka diartikan sebagai 1 bebas (dari perhambaan,
penjajahan, dan sebagainya); berdiri sendiri; 2 tidak terkena atau lepas dr tuntutan; 3 tidak terikat atau tergantung pada
pihak tertentu; leluasa. (Pusat
Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2008)
Melihat arti di atas,
merdeka dalam konteks kebangsaan dapat diartikan sebagai terbebas dari
penjajahan sehingga bisa berdiiri sendiri, tak bergantung dengan negara lain,
leluasa beerbuat apa pun untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat serta kemajukan
bangsa dan negara. Nah, sekarang mari kita bercermin, mengevaluasi kemerdekaan
kita. Apa kita memang benar-benar merdeka atau sebaliknya?
Melihat bahwa negeri kita tidak dalam keadaan
terjajah secara fisik oleh satu negara manapun tentu kita berani menyebut
merdeka. Tapi, bagaimana dengan penjajahan jenis lain secara ekonomi misalnya,
apa kita merdeka? Jika bangunan ekonomi bangsa
yang ditopang oleh utang luar negeri yang mencekik, tentu kita tidak bisa berteriak “merdeka”. Demikian politik. Saat setiap kebijakan
politik pemerintah terkontrol oleh kehendak asing dalam hal ini dunia
internasioal masih tepatkah mengatakan
bahwa kita bangsa yang merdeka,
berdaulat? Jawabanya jelas tidak tepat lagi. Belum lagi budaya kita? Hukum
kita? Ringkasnya, masih banyak yang harus kita evaluasi untuk membuktikan bahwa
kita benar-benar merdeka. Merdeka dalam segala hal dan bidang. Merdeka di
setiap saat dan keadaan. Merdeka yang memberikan keleluasaan dan kemandirian
untuk menentukan nasib ke depan. Tujuh belas Agustus adalah momentum yang pas
untuk tujuan itu.
Mengisi Kemerdekaan
Karenanya ditegaskan kembali, tak
cukup memperingati HUT RI dengan sekadar memasang bendera. Kita harus berbuat,
mengisi dan memaknai kemerdekaan yang sesungguhnya. Ada beberapa point penting
dalam mengisi kemerdekaan, diantaranya adalah pertama, menjaga persatuan, kebersamaan. Persatuan adalah modal
dasar pembangunan. Persatuan ibarat pondasi yang akan mengantarkan Indonesia
meraih kemajuan. Sebagai negara dan bangsa yang mejemuk baik secara agama, geografis,
etnis, ideologi, budaya dan lainnya Indonesia memiliki potensi konflik yang
cukup menakutkan. Karenanya pemahaman Bhineka Tunggal Ika harus menjadi
ideologi final tentang kemajemukan bangsa. Bhineka Tunggal Ika menjadi harga
mati yang tak boleh ditawar, yang semangatnya harus dijaga terus. Kita bisa
bercermin dengan negara-negara Timur Tengah, konflik berkepanjangan yang
berawal dari koyaknya persatuan dan kebersamaan membuat mereka terjajah oleh
keadaan. Perang saudara tak berakhiran.
Kedua,
mempertahankan, mengamalkan Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara yang
telah digali oleh para pendahulu dari akar budaya yang kokoh harus
dipertahankan, dijaga selamanya. Jangan biarkan bila ada pihak yang mengganggu,
apalagi berniat menggantinya. Karena Pancasila terbukti menjadi solusi tepat
bagi kebersamaan kita sebagai bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Taufiq Keimas, mantan ketua MPR RI, menyebut Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal Ika , juga UUD 1945 sebagai
pilar negara yang harus dijaga. Bila pilar itu runtuh, maka runtuhlah
Indonesia.
Ketiga,
mengutip ungkapan yang sering diucapkan presiden Jokowi kita harus kerja, kerja
dan kerja. Kita harus memberi kontribusi pada bangsa dan negara dengan apa yang
dapat kita lakukakan. Para penyelenggara negara (baca:pemerintah) mengemban
amanat dengan jujur dan baik adalah pengabdian sekaligus wujud nyata mengisi
kemrdekaan. Ambilah kebijakan yang mensejahterakan, jangan mengecewakan rakyat
yang telah memberikan kepercayaan. Dan rakyat jangan tinggal diam, berpangku
tangan. Jangan manja. Bangkit songsong masa depan dengan bekerja siapa pun
anda. Berilah dukungan pada program-program pemerintah, tentu yang positif.
Kekompakan kita semua akan mempercepat mengantarkan kita kepada kemerdekaan sebenarnya.
Akhirnya, memaknai kemerdekaan jangan
terjebak pada kegiatan seremonial yang simbolik semisal pemasangan bendera,
upacara, lomba-lomba. Maknailah kemerdekaan dengan melakukan pembangunan. Bekerja,
bekerja, dan bekerjalah. Sekecil apapun peran kita, akan berpengaruh signifikan
bagi bangsa dan negara. Semoga. (Pernah dimuat di harian Radar, Selasa 11 Agustus 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar