Negeri ini tak pernah sepi dari
masalah. Terakhir, terkait pelaksanaan haji. Jumat (19/8) yang lalu, aparat
Filipina menangkap 177
jemaah haji Indonesia yang menggunakan dokumen palsu untuk menggunakan kuota
haji Filipina. Cerita haji ilegal sebenarnya bukan barang baru. Ini menjadi
rahasia umum. Diakui pula oleh oleh Kementerian Agama RI. Dalam konfrensi pers
di Kantor Kemenag, Inspektur Jenderal Kementerian Agama
Mochammad Jasin mengatakan selama ini sebagian orang Indonesia memang sering
mencari jalan ilegal untuk naik haji. Penjelasan
beliau mengisyaratktan, Kemenag sudah lama mengetahui prihal praktek haji
ilegal, menjadi tanya kenapa dibiarkan? Mengapa tak ada upaya pelarangan atau pencegahan?
Praktek haji ilegal biasanya
menggunakan beberapa cara. Pertama, dengan
menjadi pekerja musiman. Pada musim haji, beberapa orang Indonesia menjadi pekerja
musiman di tanah suci. Misalnya, menjadi
pekerja katering. Selaku pekerja
musiman, mereka tak memiliki izin menunaikan ibadah haji. Mereka menjalankan ibadah haji secara sembunyi-sembunyi
mengindari petugas keamanan Arab Saudi.
Kedua, pergi ke tanah suci dengan niat umrah beberapa
pekan sebelum musim haji tiba. Setelah selesai umrah, mereka tidak langsung pulang
ke Indonesia. Mereka kemudian tinggal di rumah kerabatnya yang bekerja di Arab
Saudi. Saat musim haji tiba, mereka menyusup untuk ikut melaksanakan ibadah
haji dengan jemaah haji lain.
Ketiga,
seperti
kasus Filipina.. Berhaji melalui negara lain
dan menggunakan paspor asal negara lain. Beberapa
negara tetangga seperti Malaysia juga Brunai Darussalam disinyalir menjadi
perantara jamaah haji ilegal Indonesia.
Haji
itu kegiatan ibadah. Beribadah mestinya dilakukan dengan cara yang baik. Tapi
kenapa sebagian dari kita melakukan cara ilegal, yang melanggar hukum? Apa
sebenarnya motif jamaah haji ilegal? Paling tidak ada dua hal. Pertama, terkait biaya perjalanan. Haji
resmi dianggap lebih mahal. Orang mengambil jalan pintas dengan cara ilegal.
Niat suci mereka berkunjung ke baitullah dikotori oleh mereka sendiri dengan menempuh cara
ilegal.
Kedua, antrian haji yang tidak hanya panjang tapi
sangat panjang. Kuota yang diberikan Kerajaan Arab Saudi tak sebanding dengan
peminat haji yang demikian tinggi di tanah air. Di Sulawesi utara saja dimana
Islam bukan mayoritas masa tunggunya berskisar 9 tahun. Di Jawa, antrian haji rata-rata sekitar 16 tahun. Antrian
ada yang mencapai 20 tahun lebih seperti di Kalimantan Selatan. Antrian terpanjang
adalah Propinsi Sulawesi Selatan yakni 35 tahun.
Antrian
panjang
Antrian panjang adalah fakta yang harus
dihadapi calon jamaah haji Indonesia. Antrian menjadi persoalan pelik pengelolaan
pelaksanaan haji di tanah air. Namun demikian tak menurunkan minat masyarakat
untuk berhaji. Sebab haji tak soal ibadah melulu. Haji terkait persoalan sosial dan ekonomi. Motif
haji tak sebatas ibadah semata tapi melebar ke persoalan status sosial.
Terlebih kemampuan ekonomi masyarakat pun membaik dari waktu ke waktu.
Untuk mengatasi antrian panjang,
menurut hemat saya ada beberapa langkah yang kudu dilakukan pemerintah.
Diantaranya adalah melakukan morotorium yakni menghentikan sementara
pendaftaran haji. Moratorium
pendaftaran haji penting untuk menata kembali seluruh jamaah haji yang telah
terdaftar dan memperbaiki pengelolaan dana haji yang sudah masuk atas nama
rekening Menteri Agama. Selama pemberhentian, akan dilakukan perbaikan sistem
pelaksanaan haji secara menyeluruh. Wacana ini sebenarnya sudah lama disampaikan
oleh berbagai pihak tapi belum dilakukan pemerintah.
Kemudian, membatasi haji cukup satu
kali. Kewajiban haji itu hanya satu kali dalam seumur hidup. Tidak dianjurkan
seorang mengulang-ulang haji. Apalagi saat kondisi antrian panjang seperti ini.
Mengulang haji sama saja menutup kesempatan atau mempersulit saudara kita yang
belum melaksanakannya. Rasulullah SAW saja selama hidup hanya melakukan haji
satu kali.
Mendahulukan yang lebih tua. Untuk hal
ini sudah ada trobosan dari Menteri Agama Lukman Saifuddin Zuhri dengan sistem pendaftaran
jalur khusus bagi mereka yang berusia 70 tahun ke atas. Tapi cara ini tak
cukup. Faktanya banyak pendaftar yang berusia belia diberangkatkan karena lebih
dahulu mendaftar. Ke depan calon haji yang belum baligh tidak boleh mendaftar
apalagi diberangkatkan.
Pilihan selanjutnya, meminta tambahan
kuota haji. Untuk ini butuh lobi politk kelas tinggi. Indonesia pantas
mengajukan tambahan kuota karena panjangnya antrian, juga tingginya minat
masyarakat disamping karena sebagai negara berpenduduk muslim terbanyak. Bila
perlu, Indonesia sedikit berani dengan mengancam baikot misalnya.
Butuh Komitmen
Selain mengatasi soal antrian panjang,
sistem pelaksanaan haji wajib diperbaiki secara secara menyeluruh. Dan ini
butuh komitmen yang kuat dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama. Soal
haji ilegal di Filipina misalnya, pemerintah wajib serius mengusut,
menyelesaikannya. Bila ada oknum aparat negara yang terlibat, pemerintah harus
berani menindak. Seperti dilaporkan jurnalindonesia.id,
PT Aulad Amin, salah satu travel yang
memberangkatkan jamaah, adalah milik Nasir Amin. Nasir ternyata adalah adik
dari Dirjen Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag Kamaruddin Amin. Sekarang Kemenag
kudu membuktikan komitmenya dalam membersihkan pelaksanaan haji dari
praktek-praktek menyimpang.
Kemenag diminta melakukan sosialisasi
kepada masyarakat tentang haji resmi. Untuk transparansi, Kemenag bisa
mengumumkan pihak ketiga yang bekerja sama dengan pemerintah dalam pengelolaan
haji. Sehingga masyarakat bisa membedakan mana yang legal dan ilegal. Sehingga
di masa mendatang masyarakat tak menjadi korban penipuan seperti yang dialami
177 jamaah haji Indonesia di Filipina.
Tentang komitmen dan tranparansi itu
mutlak dibutuhkan. Dalam ibadah haji dana yang dikelola pemerintah dari setoran
calon jamaah haji cukup besar. Sistem daftar tunggu menumpuk dana miliaran
rupiah dari masyarakat . Belum lagi soal dana abadi umat (DAU).
Walhasil, Kemenag RI saatnya
menunjukkan itikad dan komitmen kuat dalam memperbaiki pelaksanaan dan
pengelolaan haji. Tak hanya persoalan
haji ilegal dan antrian panjang, berbagai masalah menanti seperti soal visa, pemondokan,
katering, dan DAU. Kemenag diminta segera menemukan konsep dan formulasi yang
tepat dalam mengurus berbagai persoalan tersebut. Jika tak ada itikad dan
komitmen kuat, rasanya pelaksanaan haji sulit akan lebih baik di waktu
mendatang. Wa Allahu Alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar