Menjadi tradisi, pejabat baru menawarkan
sesuatu yang baru. Terlebih sekelas menteri, rasanya tak hebat kalau tidak
segera menggagas, menciptakan gebrakan dengan mengeluarkan kebijakan baru. Di
antara menteri baru hasil rushufle mutakhir yang sedang melakukan gebrakan
adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Muhadjir Effendy menggagas sistem "full day school"
untuk pendidikan dasar (SD dan SMP), baik negeri maupun swasta. Alasannya
sangat sederhana agar anak tidak sendiri ketika orang tua mereka masih bekerja.
Dengan sistem full day school ini secara perlahan anak didik akan
terbangun karakternya dan tidak menjadi liar di luar sekolah ketika orangtua
mereka masih belum pulang dari kerja.
Menurut
Muhadjir Effendy, kalau anak-anak tetap berada di sekolah, mereka bisa
menyelesaikan tugas-tugas sekolah sampai dijemput orangtuanya seusai jam kerja.
Selain itu, anak-anak bisa pulang bersama-sama orangtua mereka sehingga ketika berada di rumah mereka tetap dalam
pengawasan, khususnya oleh orangtua.
Untuk
aktivitas lain misalnya mengaji bagi yang beragama Islam, menurut Mendikbud,
pihak sekolah bisa memanggil guru mengaji atau ustaz dengan latar belakang dan
rekam jejak yang sudah diketahui. Jika mengaji di luar, mereka dikhawatirkan
akan diajari hal-hal yang menyimpang.
Menyinggung
penerapan full day school dalam pendidikan dasar tersebut, mantan
Rektor UMM itu mengatakan bahwa saat ini
masih terus disosialisasikan di sekolah-sekolah, mulai di pusat hingga ke daerah.
Dan kedepan akan dipersiapkan payung hukumnya, yakni peraturan menteri (Permen).
Bersekolah
sepanjang hari alias full day school sebenarnya sudah dijalankan banyak
sekolah, terutama sekolah swasta. Seperti diakui oleh Muhadjir gagasan itu juga
diilhami sekolah-sekolah tersebut.
Selain itu, program itu diharapkan dapat menghindari penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi di luar jam sekolah.
Gagasan
full day school telah disampaikan sang Menteri ke
Wakil Presiden, Jusuf Kalla. Dalam keterangan pers usai menghadap, Menteri
Muhadjir menegaskan bahwa Wakil Presiden menyetujui dan mengamini gagasannya.
Hanya, Jusuf Kalla memita untuk dikaji lebih jauh sebelum diberlakukan.
Hal senada diungkapkan oleh
Wakil Ketua Komisi X DPR Ferdiansyah. Dia meminta Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan melakukan kajian mendalam sebelum memperpanjang jam sekolah bagi
para siswa hingga sehari penuh. Kalau tidak dikaji secara mendalam bisa muncul
ekses. Menurut Ferdi, ada sejumlah hal yang perlu dikaji sebelum penerapan
wacana tersebut. Kemendikbud harus mengkaji apa saja aktivitas yang akan dilakukan
oleh para siswa jika sekolah hingga pukul 17.00 WIB. Sekolah tak boleh hanya
melakukan kegiatan belajar mengajar seperti biasa karena akan mengganggu
psikologis anak.
Selain itu, Mendikbud juga
harus memikirkan kegiatan anak-anak yang biasanya dilakukan sepulang sekolah. Ada
anak-anak yang membantu orangtuanya sepulang sekolah. Sebab itu, Mendikbud
harus berkomunikasi dengan orangtua murid terkait hal ini. (http://nasional.kompas.com/)
Apa Full day school itu?
Full day
school, berasal dari bahasa Inggris, berarti sekolah sepanjang waktu. Full day
school menurut istilah adalah sebuah sekolah yang membeiakukan jam belajar sehari
penuh antara jam 07.00- 16.00. Full day school merupakan program sekolah dimana proses pembelajaran
dilaksanakan sehari penuh di sekolah. Dengan kebijakan seperti ini maka waktu
dan kesibukan anak-anak lebih banyak dihabiskan di lingkungan sekolah daripada
di rumah.
Full day
school merupakan model sekolah umum yang memadukan sistem pengajaran agama
secara intensif yaitu dengan memberi tambahan waktu khusus untuk pendalaman
agama siswa. Dengan jam tambahan dilaksanakan pada jam setelah sholat dhuhur sampai
sholat ashar, praktisnya sekolah model ini akan masuk pagi dan pulang sore hari.
Menurut
Sismanto, full day school merupakan model sekolah umum yang memadukan sistem
pengajaran Islam secara intensif yaitu dengan memberi tambahan waktu khusus
untuk pendalaman keagamaan siswa. Biasanya jam tambahan tersebut dialokasikan
pada jam setelah sholat Dhuhur sampai sholat Ashar. (www.referensimakalah.com)
Tak Terukur
Sebagai
sebuah gagasan, Full day school
merupakan wacana yang menarik. Hanya persoalannya, apa gagasan itu tepat untuk
sekarang? Menjawab pertanyaan ini memerlukan kajian dan pemikiran mendalam. Kemudian
gagasan tersebut dinilai tak terukur jika diterapkan saat ini. Ada beberapa hal
yang kudu diperhatikan. Ada banyak masalah yang menjadi persoalan baru
sekaligus ganjalan. Sebelum lebih jauh, saya ingin berbagi pengalaman. Sebagai
guru di salah satu sekolah dasar, saya kerap kali mendengarkan keluhan peserta
didik. Di antara keluhan mereka yang paling risih didengar adalah saat mereka
merintih minta pulang. Jam terakhir menjadi waktu yang tidak menarik bagi guru
dalam mengajar karena kondisi fisik anak yang sudah lelah, tak fresh lagi, berbeda di pagi hari.
Analisa
saya sementara, mereka minta pulang itu karena merasa tak betah berlama-lama di sekolah (baca:di
kelas). Tak betah di sekolah disebabkan lingkungan sekolah yang tak menarik. Di
tambah lagi jika proses belajar mengajar disajikan secara asal oleh guru. Maka
lengkaplah penderitaan peserta didik. Sekolah seperti penjara. Apalagi bila
proses pendidikan dan pembelajaran jauh dari prinsip memanusiakan manusia.
Ruang kelas tak layak huni, guru killer, sekolah tak mengakui perbedaan dan
keragaman potensi dan bakat peserta
didik dan lainnya.
Karena
itu, menurut saya sebelum full day school diberlakukan ada banyak hal yang
wajib disiapkan terlebih dulu. Pertama, faktor
guru. Guru harus menarik dan menyenangkan. Untuk menjadi seperti itu, guru dituntut untuk selalu
mengembangkan potensi dan kompetensi. Guru harus menjadi pembelajar abadi. Guru
pembelajar sudah digagas oleh Anies Baswedan, menteri Pendidikan sebelumnya.
Sekarang sedang diupayakan dengan berbagai cara, kegiatan seperti pendidikan
dan pelatihan juga lainnya. Termasuk di dalamnya program Ujian Kompetensi Guru
(UKG) dan tindak lanjutnya.
Disamping
itu, kebutuhan guru sekarang masih cukup tinggi. Banyak sekolah yang kekurangan
tenaga pendidik. Ini menjadi problematika tersendiri ketika full day scholl
diterapkan. Menutup kekurangan guru, sekolah mengangkat tenaga honorer. Ini
pula persoalan, mereka akan dibayar berapa dalam sistem full day scholl? Apa
sekolah mampu membayarnya?
Kedua, sarana. Sarana pendidikan meliputi
ruang kelas, media pembelajaran serta sarana lain seperti mushollah, WC/kamar
mandi. Faktanya banyak sekolah yang belum (baca:tidak) memenuhi standar terkait
dengan prasarana pendidikan. Di kota besar semisal Jakarta mungkin tak ada
masalah. Tapi sebaliknya, di daerah masih banyak sarana sekolah yang jauh dari
layak.
Ketiga, kurikulum. Maksudnya adalah rencana
kegiatan mengisi waktu sampai sore hari. Saya yakin sepanjang hari itu peserta
didik tidak hanya belajar di kelas.
Sebab itu akan merampas hak bermain anak, juga melelahkan. Maka, idealnya perlu
dibuat kurikulum pembelajaran yang bemuatan permainan. Atau bisa juga berbentuk
kegiatan ektra kurikuler.
Keempat, sistem full day school akan
bertabrakan dengan keberadaan madrasah diniyah.
Apa madrasah akan ditutup? Padahal hampir di semua wilayah keberadaan
madrasah diniyah mulai diperhatikan pemerintah daerah. Point ini menjadi sangat
serius yang harus dikaji ulang terkait sistem full day school.
Walhasil,
masih banyak yang wajib disiapkan sebelum full day school diberlakukan. Maka,
selayaknya jika menteri baru ini tidak gegabah. Jangan hanya karena ambisi
membuat gebrakan, gagasan bagus seperti itu dipaksakan pada waktu yang tak
tepat. Sehingga hal tersebut tidak dapat memperbaiki pendidikan nasional,
justru sebaliknya hanya akan menambah persoalan.Wa Allahu Alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar