Pengaruh kudeta gagal di Turki sampai
ke tanah air. Kemaren (28/07), Kedutaan
Turki di Jakarta meminta pemerintah
Indonesia untuk menutup sejumlah sekolah
yang terkait dan berfiliasi dengan Fethullah Gulen. Fethullah dituduh sebagai aktor dibalik
kudeta di Turki. Gulen diyakini memimpin
Organisasi Teroris
Fethullah (FETO) yang sangat berbahaya. FETO adalah sebutan dari Pemerintah Turki untuk para
pengikut ulama Fethullah Gulen yang gagal melakukan kudeta beberapa waktu lalu.
Gulen sekarang diketahui telah
mengasingkan diri di Amerika Serikat.
Di Turki sendiri, berdasarkan dekrit yang
ditandatangani Presiden Recep Tayyip Erdogan, sebanyak 1.043 sekolah swasta, 1.229 yayasan
dan asosiasi, 36 institusi medis, 19 serikat dan 15 universitas akan ditutup
dan asetnya disita oleh negara. Dan di
Indoenesia mereka meminta menutup sejumlah lembaga pendidikan. Berikut beberapa
lembaga yang diminta ditutup berdasarkan rilis Kedubes Turki, yaitu Pribadi Bilingual Boarding School yang berada di Depok
dan Bandung, Kharisma Bangsa Bilingual Boarding School di Tangerang
Selatan, Semesta Bilingual Boarding School di Semarang, dan Kesatuan Bangsa
Bilingual Boarding School di Yogyakarta, Sragen Bilingual Boarding School di Sragen,
Fatih Boy’s School dan Fatih Girl’s School di Aceh, serta Banua Bilingual
Boarding School di Kalimantan Selatan.
Permintaan Kedubes Turki atas nama
pemerintahnya merupakan sesuatu yang janggal dan aneh. Apalagi permintaan penutupan
itu tak didahului dengan komunikasi terlebih dahulu dengan Pemerintah
Indonesia. Mantan Ketua Umum Muhamadiyah menyebutnya sebagai sesuatu yang
sangat berlebihan. Menurut Buya, Gulen merupakan ulama moderat yang memiliki
sumbangsih besar dalam dunia pendidikan, baik di Turki maupun di Indonesia.
Sebelumnya, Erdogan dan Gulen berjuang
bersama. Seharusnya ini tidak boleh
terjadi karena sebagai sesama muslim sudah sepantasnya mereka bertemu untuk
saling meluruskan permasalahan. Tidak sebaliknya, saling tuding, saling fitnah.
Menanggapi permintaan Kedubes Turki,
Sekretaris Kabinet Pramono Anung menegaskan,
Indonesia tidak akan memenuhi permintaan tersebut. Urusan dalam negeri
Indonesia tak dapat dicampuri oleh negara lain dan oleh siapa pun. Indonesia adalah negara yang
demokratis, negara yang menjunjung tinggi atau mengedepankan politik
bebas-aktif. Urusan dalam negeri menjadi
tanggung jawab Indonesia. Kedaulatan itu menjadi segalanya serta penting bagi
Indonesia.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri
RI menegaskan pemerintah tidak pernah ikut campur dengan masalah dalam negeri
negara lain. Sebaliknya, negara lain diminta tak mencampuri. Terkait dengan
permintaan penutupan sejumlah lembaga pendidikan di Indonesia oleh Kedubes
Turki, juru bicara Kementerian Luar
Negeri Indonesia Arrmanatha Nasir mengatakan,
pihaknya sedang memperlajari sajauh apa hubungan atau kerja sama
lembaga-lembaga pendidikan tersebut dengan Pemerintah Turki. Kemenlu sedang
melakukan kordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
(http://nasional.republika.co.id/)
Sedangkan Kemendikbud sebagai pihak
yang bersentuhan langsung dengan lembaga-lembaga pendidikan tersebut
menjelaskan kaitan Turki dengan sekolah-sekolah tersebut adalah dalam hal
bantuan manejemen termasuk sejumlah tenaga pendidik asal Turki. Namun, semua
aset sekolah adalah milik dalam negeri. Termasuk kurikulum yang digunakan juga
kurkulum yang digunakan di tanah air. Sebab itu, tak ada alasan untuk
menutupnya. Hanya, mungkin kontrak menajemennya yang akan diselesaikan.(pikiran-rakyat.com/)
Latar
belakang
Mempelajari
permintaan Turki di atas, saya melihatnya ada beberapa sebab yang
melatarbelakangi. Pertama, permintaan
tersebut bisa dipahami sebagai sikap kalap.
Istilah kalap saya gunakan menggambarkan sebuah ketakutan dan kepanikan yang
luar biasa Rezim Erdagon. Erdagon merasa kecolongan. Terlepas apakah kudeta ini
riil dan nyata atau rekayasa belaka seperti dituduhkan sebagian pihak, kepanikan
terlihat jelas dari upaya pemberantasan semua elemen yang terkait dengan Fethullah Gulen sebagai pihak yang tertuduh sebagai aktor
kudeta.
Kedua, upaya represif pemerintah Turki
terhadap segala potensi perlawanan. Permintaan ini merupakan bagian upaya
represif, menekan setiap pihak yang terkait dengan dalang aksi kudeta. Pemerintah Turki nampaknya akan memukul rata
semua pihak. Tak pandang bulu, tak perlu
kajian terlebh dahulu. Ini mirip dengan yang pernah terjadi di tanah air
terkait Partai Komunis Indonesia (PKI). Pemerintah orde baru seperti diketahui
telah memberantas semua yang berbau PKI. PKI diyakini sebagai laten yang sangat
berbahaya. Pengaruh orde baru terkait laten komunis ini masih terasa sampai
hari ini. Kita masih ingat beberapa waktu lalu, energi bangsa ini terkuras
meributkan pesoalan gambar palu arit misalnya.
Ketiga, meminta solidaritas. Salah satu
argumentasi Pemerintah Turki terkait permintaan itu adalah atas nama
solidaritas sesama negara muslim. Alasan solidaritas ini bukan omong kosong.
Sebab sejumlah negara mengamini permintaan tersebut dengan alasan membantu
sesama negara muslim. Sejumlah negara telah membantu Turki menutup sekolah yang
terkait dengan FETO. Negara-negara tersebut adalah, Jordania, Azerbaijan,
Somalia, dan Niger. Sementara itu, Siprus Utara yang masuk dalam bagian
Republik Turki memasukkan FETO dalam daftar organisasi teroris.
Sikap
kita
Apa yang menjadi sikap Pemerintah
seperti disampaikan Sekretaris Kebinet Pramono Anung, Juru Bicara Kemenlu RI Arrmanatha
Nasir dan lainnya adalah tepat dan benar. Kita memang harus bahkan saya
menyebutnya wajib menolak permintaan tersebut. Kenapa? Saya melihat permintaan
itu sebuah intervensi. Sebagai negara
merdeka dan berdaulat kita tak sepantasnya dintervensi, diatur oleh negara
lain. Intervensi adalah bentuk lain penjajahan di era modern. Padahal dalam
pembukaan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa sesungguhnya
kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan di atas
dunia harus dihapuskan. Karena tidak sesuai dengan peri-kemanusian dan
peri-keadilan.
Kemudian
Indonesia menganut Politik bebas aktif. Artinya, dalam percaturan politik
global Indonesia berperan secara aktif dan bebas. Aktif dalam pengertian selalu
mengambil inisiatif dan mengendalikan peran. Indonesia tidak bersifat
pasif-reaktif atas kejadian-kejadian intenasionalnya melainkan bersifat aktif. Sedangkan bebas, maknanya tak
berpihak pada kekuatan manapun baik blok barat atau blok timur. Indonesia bebas
dari Idiologi apa pun. Bebas juga dimaknai, Indonesia tidak boleh berdiam diri
dalam tekanan negara lain. Ini makna
kemerdekaan dalam politik luar negeri kita.
Selanjutnya,
kita pun perlu menunujukkan kemandirian diri kepada bangsa lain. Terkait dengan
kemandirian diri Bung Karno, sang
Proklamator menyebutnya Tri Sakti yaitu berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian secara sosial dan budaya. Kaitan dengan Turki sekarang
kemandirian poltik bangsa kita dipertaruhkan. Maka, jangan sekali-kali tunduk
apalagi merendahkan diri pada bangsa mana pun termasuk kepada Turki.
Akhirnya, tak ada pilihan bagi Indonesia
kecuali menolak permintaan Turki guna menutup sekolah-sekolah yang pernah
memiliki hubungan dengan Turki apa pun alasannya. Itu bagian dari kemerdekaan,
kebebasan dan kemandirian sebagai bangsa merdeka. Momentum !7 Agustus mendatang
kudu menguatkan tekad itu semua. Turki atau negara mana saja, tak boleh
menginjak-injak harga diri bangsa. Mengutip Emha Ainun Nadjib, Permintaan Turki
telah meremehkan Pemerintah Indonesia. Saatnya Indonesia bertindak tegas. Wa Allahu Alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar