Bakat dan minat dua hal berbeda.
Keduanya kadang menyatu pada seseorang. Ada juga yang tak bertemu. Ada orang
berbakat juga berminat. Ada yang berbakat tapi tak berminat. Sebaliknya, ada
yang berminat tapi tak berbakat. Bakat dan minat dibutuhkan untuk mengantar
kesuksesan seorang.
Menurut Wijaya
(1988), bakat adalah suatu kondisi pada seseorang yang memungkinkannya dengan
suatu latihan khusus mencapai suatu kecakapan, pengetahuan, dan keterampilan
khusus, misalnya berupa kemampuan berbahasa, kemampuan bermain musik, dan lain
sebagainya. Dalam hal ini seseorang yang berbakat musik, misalnya, dengan
latihan yang sama dengan orang lain yang tidak berbakat musik, akan lebih cepat
menguasai keterampilan musik tersebut.
Menurut
Sumadi Suryabrata (1988), minat
adalah kecenderungan dalam diri individu untuk tertatik pada sesuatu objek atau
menyenangi sesuatu objek . Johny Killis (1988), mendefinisikan minat
sebagai pendorong
yang menyebabkan seseorang memberi perhatian terhadap orang, sesuatu,
aktivitas-aktivitas tertentu.
Seperti
dengan yang lain, menulis membutuhkan bakat juga minat. Seorang yang berbakat
menulis tapi tak berminat tentu sulit mewujudkan tulisan bagus. Sebaliknya,
seorang berminat kuat untuk menulis tapi tak berbakat. Sekarang bagaiamana
menghadirkan keduanya pada diri kita.
Ada
anggapan bahwa bakat adalah bawaan dari lahir. Tak bisa dicari. Bakat tak
diperoleh dengan usaha, kerja keras, berlatih, atau belajar. Apa benar anggapan
seperti itu? Apa benar orang yang tak berbakat menulis misalnya tak akan bisa
menulis walau dengan belajar, berlatih?
Menjawab
pertanyaan ini sangat penting. Sebab, banyak orang tak mau berusaha karena
menganggap dirinya tak berbakat. Tak sedikit orang yang tak mau menulis karena
beranggapan dirinya tak mempunyai bakat. Tidak ada keturunan penulis. Ini
sebenarnya salah kaprah. Salah dalam memahami makna bakat.
Sesungguhnya
manusia itu memilki potensi yang sangat majemuk. Dalam bahasa Munif Chatib
(2012), dalam diri manusia terdapat harta karun yang melimpah. Harta karun
dimaksud adalah potensi terpendam yang ada pada seseorang. Gardner (1983)
menyebut potensi majemuk tersebut sebagai kecerdasan. Potensi-potensi itu mesti digali terus.
Potensi yang sudah tergali disebut sebagai bakat. Dengan demikian, setiap dari
kita memiliki potensi bakat dalam banyak hal.
Setiap
orang sejatinya berpotensi menjadi penulis. Menulis itu sekadar mengubah ide
yang ada dalam pikiran dalam bentuk tulisan. Apa yang terlintas dalam pikiran
dan hati digoreskan di atas kertas, itulah menulis. Setiap saat akal dan
hati berpikir. Berpikir tentang
keinginan, harapan, mencari jawaban atau solusi hidup dan lainnya.
Hanya
permasalahannya, banyak orang tak biasa menuliskan apa yang dialami, dirasakan,
dipikirkan. Sehingga potensi terpendam itu tak tergali. Untuk itu, bagi yang
ingin menemukan bakat menulis maka tak ada cara lain kecuali memulai
membiasakan menulis setiap hal. Menulis apa yang dirasakan, dilihat, dan
dipikirkan.
Tapi
tak semua orang berminat untuk menulis. Sebab, mereka belum merasakan manfaat
menulis. Minat mengalami pasang surut termasuk dalam hal menulis. Saya sendiri
tak jarang merasakan kejenuhan. Malas menulis. Selera menulis tiba-tiba
menghilang. Saat minat menulis menurun tentu
akan sulit melahirkan tulisan berkualitas, enak dibaca oleh siapa pun.
Sekarang
apa minat menulis itu bisa diupayakan? Jelas bisa. LN Sumaranje (2014) menyebut
tujuh hal yang wajib dipahami dalam menjaga motivasi dan minat dalam menulis. Pertama, niatkan menulis untuk ibadah.
Ibadah itu tak melulu bersifat ritual. Mendatangkan manfaat bagi orang banyak
juga termasuk ibadah. Ibadah sosial namanya. Dan tulisan akan sangat bermanfaat
bagi orang yang membutuhkan. Tulisan kita akan memberi sumbangsi terhadap
peradaban manusia di waktu mendatang.
Kedua, melihat penulis yang perjuangannya lebih sulit. Sudah
menjadi rumus kehidupan, jika kita melihat yang berada di bawah kita, maka akan
tumbuh kesadaran bahwa kita masih beruntung. Berkacalah pada penulis-penulis
besar tempo dulu. Di tengah keterbatasan dalam segala hal seperti tekhnologi
saat itu mereka mampu melahirkan puluhan bahkan ratusan buku berkualitas yang
masih dibaca sampai hari ini. Kalau mereka saja bisa, kenapa kita tidak bisa?
Bukankah zaman kita lebih mudah? Berbagai fasilitas mengiringi kita dalam
menulis.
Ketiga, menulis dengan atau tanpa mood. Menulis terbaik adalah
saat hati lagi mood lagi enak. Tapi usahakanlah menulis dalam setiap keadaan
baik lagi bahagia, sedih, bahkan marah. Menulislah saat lapang, sempit. Saat
banyak uang atau “saku rata”. Menulis adalah keniscyaan. Dengan demikian
kebiasan menulis akan terbangun.
Keempat, bergabung dengan komunitas penulis maka semangat menulis
akan selalu terjaga. Bergabunglah dengan komunitas menulis seperti “Kelas menulis”, ‘Sekolah Menulis”
atau lainnya. Di sana kita membiaskan menulis, membaca tulisan sesama penulis.
Juga, terpenting bisa menjaga minat dan motivasi dalam menulis.
Kelima, terbuka pada perkembangan terbaru. Kecepatan informasi
makin tak terbendung. Segala metode, kiat, cara atau how to di semua bidang sedemikian cepat. Perkembangan itu kudu
diikuti. Carilah hal-hal terbaru. Hal terbaru akan menjadi inspirasi atau ide
menulis. Silakan beradu cepat menulis tentang hal-hal yang baru denga sesama
penulis lainnya. Untuk itu, perbanyaklah membaca, lakukan terus goegliing di
dunia maya.
Keenam, yakinlah kualitas dan kuantitas tulisan akan berkembang.
Karya lebih banyak, tulisan lebih bagus. Tak mungkin tak ada perubahan jika
kita memaksimalkan ikhtiar dan doa. Tidak mungkin kita berjalan di tempat,
apalagi mundur ke belakang. Jika kita mampu memompa motivasi menulis secara
terus menerus, Allah pasti memberikan jalan, menganugrahkan perubahan ke arah
yang lebih baik dalam hal menulis.
Ketujuh, jadikan menulis seperti bernapas. Saat menjadikan
menulis sebagai aktivitas rutin maka menulis akan menjadi napas hidup kita.
Anggapan seperti ini tak berlebihan. Bagi seorang berjiwa penulis hidup tak
lepas dari tulisan. Menulis akan menyatu. Maka mewujudkan menulis seperti napas
tak lain cara hanya dengan menulis, menulis dan menulis. Menulislah setiap
waktu kosong anda.
Akhir
kata, baik bakat maupun minat menulis, keduanya bisa diupayakan. Bakat menulis
bisa digali oleh setiap orang. Minat menulis juga dapat dijaga. Sekarang
bagaimana dengan kita? Apa kita siap menggali kemampuan atau potensi menulis
yang ada pada diri kita? Saya dan anda wajib menjawabnya. Jawaban saya dan anda
akan berpengaruh pada budaya literasi bangsa kita yang masih tertinggal jauh
dengan bangsa lain lain. Wa Allahu Alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar