Kemaren (21/9), saya mendamping anak
didik dalam acara Penulisan Al Quran Sehari. Acara yang diselenggarakan oleh
Dinas Pedidikan Kabupaten Indramayu tersebut bertempat di masjid Agung.
Kegiatan yang bekerjasama dengan Majlis Ulama Indonesia (MUI), Badan Amil Zakat
(BAZ), DKM Masjid Agung serta Musium
Rekor Indonesia (MURI) itu dibuka oleh Wakil Bupati Indramayu Drs. H Supendi,
M.Si.
Penulisan Mushaf Al Quran Sehari merupakan
salah kegiatan dalam rangka menyambut
dan memperingati hari jadi Indramayu yang ke 489, sekaligus bagian dari
Festival Cimanuk tahun 2016. Kegiatan itu diiukuti oleh 489 siswa Sekolah
Dasar. Jumlah peserta diambil dari jumlah halaman Al Quran. Setiap siswa
menulis satu halaman.
Peserta diambil dari 33 kecamatan yang
ada di kabupaten Indramayu. Mereka sebelumnya telah diseleksi di tingkat
Kecamatan. Seleksi dilaksanakan oleh Kelompok Kerja Guru (KKG) mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam. Tulisan mereka nantinya akan dijadikan mushaf setelah
dilakukan pentashihan oleh pihak yang berkompeten.
Dalam sambutannya, Wakil Bupati
Indramayu menegaskan pemerintah berharap kegiatan ini bisa meningkatkan
kecintaan peserta didik atau anak-anak kita pada Al Quran, mendorong guru lebih maksimal lagi dalam
mengajarkan Al Quran. Sehingga ke depan, generasi muda kita menjadi generasi
Qurani. Yakni generasi yang hidup berpedoman pada kitab sucii.
Ini sebenarnya bukan gebrakan pertama
bagi pemerintah kabupaten Indramayu. Sebelumnya, sudah diupayakan pemahaman
terhadap arti Al Quran. Metode Tamyiz yang digagas oleh putra daerah telah
dijadikan kurikulum pelajaran muatan lokal di semua tingkat sekolah dari SD
sampai SLTA. Tamyiz adalah metode
praktis mengartikan Al Quran yang ditemukan oleh Ustadz Zaun Fathin atau yang
dikenal Abaza.
Sebelumnya (sejak15 tahun lalu),
kegiatan membaca Al Quran diwajibkan di sekolah sebelum pembelajaran dimulai.
Hal yang sama dilakukan di setiap perkantoran pemerintahan atau swasta di
Indramayu sebelum bekerja, pagi hari. Ini semua berawal dari kesadaran
pentingnya Al Quran dalam kehidupan manusia.
Di tengah krisis mental dan moral
bangsa ini rasaya tepat jika kita mengevaluasi sejauhmana pemahaman dan
pengamalan Al Quran dalam kehidupan sehari-hari. Kaitan dengan ini, sangat memperhatinkan bila memahami fakta yang
ada di tengah masyarakat. Fakta itu diantaranya menyebutkan tidak sedikt umat
Islam yang tak dapat membaca Al Quran. Bagaimana mereka memahami jika membaca
Al Quran saja tak mampu.
Menurut
pengajar sekaligus penemu metode belajar bahasa Arab Mustaqilli, Agus Shohib
Khoiron, meski
merupakan negara mayoritas Muslim terbesar di dunia, namun hanya sekitar
sekitar 0,5 persen umat Islam di Indonesia yang mampu membaca Alquran dengan
baik. Padahal menurutnya, jika setiap orang mampu membaca dan memahami Alquran
secaran baik, maka dapat meningkatkan ketakwaan, serta mampu mengajarkan kepada
banyak orang. Dengan begitu, akan lahir generasi penerus bangsa yang berilmu,
berahlak, dan beretika. (http://nasional.republika.co.id/)
Apa yang dilakukan Pemerintah
Kabupaten Indramayu layak mendapat apresiasi. Program semacam itu wajib
didukung oleh masyarakat. Dan diharapkan progam semacam itu menular ke daerah
lain. Setiap daerah dituntut lebih memperhatikan pentingnya penguasaan Al
Quran. Al Quran sebagai kitab suci,
prdoman hidup mayoritas bangsa ini (baca:muslim) kudu dipahami, diamalkan. Al
Quran merupakan pusaka yang ditinggalkan nabi Muhamad SAW untuk umatnya. Dalam
sebuah hadits dikatakan, Aku tinggalkan
kalian dua pusaka. Jika kalian berpegang teguh pada keduanya, kalian tak akan
sesat untuk selamanya. Yakni kita Allah (Al Quran) dan Sunnahnya.
Mencintai Quran
Memahami
hadist di atas, kecintaan pada Al Quran menjadi satu tuntutan atau keharusan.
Karena cinta merupakan ikatan seseorang terhadap sesuatu. Sebagai pedoman hidup
Al Quran senantiasa kudu bersama kita. Kita tak bleh menjauh darinya. Apalagi Al Quran merupakan pusaka
(baca:peninggalan) Rasulullah SAW seperti wasiat beliau dalam hadist tersebut. Menurut Wikipedia, ciinta adalah suatu perasaan
yang positif dan diberikan pada manusia atau benda lainnya.
Kemudian bagaimana cara mencintai itu?
Berikut beberapa cara mencintai Al Quran. Pertama,
tak kenal maka tak sayang. Pepatah yang populer di tengah kita ini bisa
digunakan pada Al Quran. Artinya, jika ingin mencintai Al Quran maka kenalilah
terlebih dahulu. Mengenal Al Quran diawali dengan mempelajari cara membacanya.
Setiap muslim sepantasnya mampu membaca Al Quran. Sekarang sudah dikembangkan
cara mudah membaca Al Quran. Berbagai metode telah hadir ditengah kita. Sebut
saja metode Iqro’, Qiroati atau lainnya.
Selanjutnya memahami maknanya.
Memahami makna merupakan upaya menggali kandungan Al Quran. Dengan demikian,
kita dapat menangkap pesan yang disampaikan Al Quran. Pesan-pesan tersebut yang
wajib dijadikan pedoman dalam kehidupan. Pada posisi ini bisa dimengerti betapa
pentingnya memahami arti Al Quran.
Kedua,
dalam pepatah Arab dikatakan man
ahabba syaian kasuro dzikruhu. Barang siapa mencintai sesuatu ia
mengingatnya selalu. Al Quran wajib
diingat selalu. Dalam segala hal, hadapkan wajah pada Al Quran. Al Quran akan
memberi solusi setiap urusan yang kita hadapi. Hanya kita sering menjauh dan melupakannya. Kita lebih sering berpaling dari petunjuk Al
Quran.
Ketiga,
mengamalkan kandungannya. Ini klimaks dari cinta pada Al Quran. Cinta itu
tak cukup dengan kata-kata. Cinta butuh bukti. Dan mengamalkan Al Quran adalah
bukti nyata mencintainya. Sejauhmana kita mengamalkan isi Alquran sejauh itu
pula cinta padanya. Bohong besar jika seorang mengaku cinta tapi perbuatannya
melawan Al Quran. Maka diantara cara mencintai Al Quran itu adalah belajar dan berusaha mengamalkan ajaranya.
Akhir kata, setiap dari kita pasti
mengaku mencintai Al Quran. Cinta itu butuh proses. Cinta setiap orang memilki
kadar berbeda-beda. Untuk mencintai Al Quran, kenalilah terlebih dahulu,
ingatlah selalu dengan menghadapkan wajah padanya, serta mengamalkan
kandugannya.
Anak harus kita dekatkan pada Al
Quran. Itu titik awal mengenalkan pada anak cucu tentang pedoman hidup yang
harus dipegang teguh. Al Quran harus familier dengan mata, telinga dan hati
mereka sejak dini mungkin. Menulis Al Quran terlihat sepele. Tapi senyatanya
sangat bermakna. Kegiatan semacam itu
akan tertanam kuat dalam jiwa anak-anak. Sepantasnya, kita semua mengupayakan
mengapresiasi kegiatan-kegiatan seperti itu di rumah, lingkungan, dan daerah
kita. Harapan mewujudkan generasi Qurani akan menjadi nyata. Amin. Wa Allahu Alam
Penulis adalah Guru Pendidikan Agama Islam, tinggal di
Indramayu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar