Seorang peserta didik saat
ditanya kenapa tidak berangkat, ia menjawab untuk apa sekolah? Awalnya, memang dia
sering tidak masuk sekolah. Saya jawab, sekolah itu untuk belajar dan menuntut
ilmu guna mempersiapkan masa depan yang lebih baik. Sang siswa hanya tersenyum
mendegar jawaban saya. Senyumnya menimbulkan tanya dalam hati. Apa dia paham
yang saya sampaikan? Atau dia sedang meledek saya dengan senyumnya yang nyinyir
itu?
Pertanyaan siswa di atas sebenarnya
dapat dimaklumi. Kenapa? Dalam kehidupan nyata tidak sedikit orang sukses walau
tidak berbekal pendidikan yang tinggi. Belakangan kita menyaksikan kesuksesan ibu
Susi Pudjiastuti. Menteri Kelautan dan Perikanan itu sebelumnya diragukan
kemampuannya oleh banyak kalangan. Alasan yang digunakan mereka adalah karena
sang menteri nyentrik itu hanya lulusan SMP. Susi dianggap tak layak jadi
menteri. Nyatanya, rakyat Indonesia menyaksikan kehebatan beliau. Susi
Pudjiastuti menjadi pembantu Presiden yang berkinerja sangat baik juga
memuaskan. Susi
Pudjiatuti tak hanya sukses menjadi menteri. Dia juga sukses sebagai pengusaha,
kaya raya.
Orang sukses seperti itu
tak hanya Susi Pudjiastut. Masih banyak yang lain. Sebut saja Presiden
Seoharto. Berbekal pendidikan setingkat
SD, ditambah sejumlah pendidikan militer sukses menjadi penguasa orde baru
selama 32 tahun. Demikian juga Presiden Megawati. Megawati bukan seorang
sarjana. Pendidikan formalnya dihitung hanya setingkat SMA. Presiden Abdurrahma
Wahid atau Gus Dur pun tak menamatkan
kuiiahnya. Jadi, apa penting sekolah
itu? Memahami fakta kesuksesan Pudjiastuti, Soeharto, Megawati dan Gusdur, apa
masih perlu sekolah guna raih sukses?
Menjawab pertanyaan di
atas, perlu saya tegaskan bahwa
sukses itu perlu ilmu. Hanya orang yang berilmu yang akan sukses. Sukses bukan
kebetulan. Sukses itu butuh perjuangan dan kerja keras. Habibie sukses membuat pesawat terbang karena dia menguasai ilmu rancang
bangun pesawat. Habibie adalah doktor ingineering pesawat.
Demikian
kesuksesan Susi Pudjiastuti, Soeharto, Megawati, juga Gusdur. Mereka menjadi
sukses karena ilmu yang dimilikinya. Susi Pudjiastuti sukses sebagai menteri
Kelautan dan Perikanan karena ilmu yang dimilikinya terkait soal kelautan dan
perikanan. Walau ilmu tersebut tak diperolehnya melalui sekolah. Hal yang sama
apa yang terjadi pada diri Soeharto, Megawati atau Gusdur.
Kemudian
bagaimana mendapatkan ilmu? Menuntut ilmu itu ada dua jalur. Pertama, jalur
lewat pendidikan formal di sekolah. Kedua, memperoleh ilmu di luar sekolah
melalui pengalaman atau belajar secara otodidak. Kedua cara ini sah saja
dipilih untuk meraih, merencanakan masa depan yang gemilang.
Baik
belajar di sekolah maupun belajar otodidak sukses dan gagal mungkin saja
terjadi. Artinya, tidak semua yang belajar di sekolah atau belajar secara
otodidak akan berhasil. Begitu sebaliknya. Sukses dan gagal dalam menggali imu
pengetahuan sebagai bekal hidup
bergantung pada usaha seseorang. Kedua jalur atau cara belajar tersebut
memiliki kelebihan dan kekurangan.
Ilmu yang diperoleh dari sekolah adalah
serangkaian pengetahuan yang didapat oleh ratusan bahkan ribuan orang selama
berabad-abad, yang dirangkum secara terstruktur, kemudian diajarkan. Pengetahuan
yang diajarkan di sekolah sifatnya dasar dan umum. Ada juga sekolah kejuruan
yang mengajarkan pengetahuan bersifat lebih khusus.
Kemudian di jenjang universitas, mahasiswa bisa belajar tentang hal-hal yang lebih khusus. Untuk
tujuan itu universitas dibagi menjadi fakultas dan jurusan. Pada tingkat yang
lebih tinggi lagi, orang akan belajar tentang suatu bidang yang sempit tapi
mendalam. Ringkasnya, belajar melalui pendidikan
formal terlihat lebih terstruktur, sistematis, berjenjang serta mengikat.
Bagaimana dengan belajar otodidak? Otodidak merupakan proses belajar secara mandiri, dengan mencoba-coba,
mengutak-atik apa yang dipelajari itu. Otodidak dibantu dengan adanya
keterangan-keterangan dari sumber-sumber. Belajar otodidak bersandar pada
pengalaman nyata dalam kehidupan.
Belajar dengan cara otodidak lebih bebas. Orang dapat menentukan sendiri
apa yang dipelajari. Bagaimana cara memahaminya. Belajar dengan cara ini tak
terikat dengan sistem. Tidak bergantung ke orang lain pada guru misalnya. Dengan
belajar otodidak seorang bebas menentukan apa saja yang akan dipelajari. Metode
apa yang digunakan. Dimana akan mempelajari. Juga lainnya. Walhasil, otodidak
lebih bebas.
Hanya belajar otodidak itu membutuhkan
waktu lebih lama dalam mempelajari sesuatu di banding orang yang belajar secara
formal atau dengan sosok pembimbing. Belajar otodidak juga cenderung melakukan kesalahan dan kegagalan hasil karya saat sedang
bereksperimen dan melakukan praktek atau uji coba. Kegagalan dalam uji coba
tersebut yang terkadang membuat stres, putus asa.
Kembali ke permasalahan, menjaawab pertanyaan siswa saya apa masih perlu
sekolah? Yang pasti diperlukan dalam meraih sukses adalah ilmu pengetahuan.
Soal ilmu bisa diperoleh dari mana saja. Dari sekolah atau belajar dari
pengalaman secara otodidak.
Namun, menurut hemat saya bagi anak-anak belajar di sekolah merupakan
pilihan tepat. Kenapa? Karena anak masih bergantung pada
bimbingan orang lain yang lebih dewasa. Anak yang belum dewasa tak mungkin
dilepas belajar secara otodidak. Paling tidak ada beberapa ilmu dasar yang kudu
dikuasai oleh anak-anak kita sebelum belajar tentang banyak hal secara mandiri
dan otodidak. Dan sekolah adalah tempat yang tepat memperolehnya.
Kemudian kapan mereka diperbolehkan memilih jalur otodidak? Paling tidak
sampai Sekolah Tingkat Atas (SLTA). Soal mau kuliah atau tidak itu terserah.
Tapi ingat, belajar itu tak boleh berhenti. Belajar itu tak ada batas waktu.
Belajar itu harus seumur hidup. Maka belajarlah terus walau tak bersekolah lagi
atau tak masuk bangku kuliah. Sebab seperti yang ditegaskan bahwa ilmu adalah
syarat utama raih sukses.
Walhasil, Soeharto, Megawati, Gusdur, Susi Pudjiastuti, Habibie juga yang
lain tak mungkin sukses bila tak berilmu. Ilmu adalah kunci sukses. Dengan ilmu di tangan kita bisa meraih sukses
dalam hidup. Soal ilmu itu diperoleh dari sekolah atau secara otodidak itu
bergantung pada kita.
Soeharto, Megawati, Gusdur dan Susi
Pudjiastuti adalah contoh orang sukses dengan ilmu yang banyak diperoleh secara
otodidak. Sedangkan Habibie sukses
membuat pesawat dan menjadi presiden RI karena ilmu yang diperolehnya lewat
pendidikan formal, bersekolah. Sekarang mau sukses seperti siapa? Hanya anda
yang akan menjawabnya. Yang jelas jika ingin sukses tak harus sekolah, tapi
wajib berilmu. Wa Allahu Alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar