Senin (23/5) lalu menjadi hari berarti
bagi La Nyalla, Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).
Pasalnya, gugatan praperadilan La Nayalla dikabulkan oleh majelis hakim Pengadilan
Negeri Surabaya, Jawa Timur. La Nyalla yang juga Ketua
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur itu status tersangkanya dinyatakan
tidak sah, batal demi hukum. Ini kali ketiga, yang berangkutan memenangkan
sidang praperadilan.
Kepala Seksi
Penyidikan Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejati Jatim, Dandeni Herdiana,
mengatakan akan tetap mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru
untuk menjerat La
Nyalla. Sebab, menurutnya, bukti La Nyalla merugikan
uang negara sudah sangat jelas.
Dan pasti pihaknya (Kejati) akan membuat sprindik baru. Jumlah alat bukti yang telah kami kantongi cukup kuat. Sayangnya, Dandeni belum bisa
memastikan kapan sprindik baru tersebut akan dikeluarkan untuk menjerat La
Nyalla. Dia hanya berjanji akan mengeluarkan sprindik baru untuk memproses
kembali penyidikan kasus tersebut. (http://jatim.metrotvnews.com/)
Sebelumnya, Kejati
Jatim telah menetapkan La Nyalla sebagai tersangka dalam kasus dana hibah ke
Kadin Jatim dan kasus pencucian uang. Sejak ditetapkan sebagai tersangka, La
Nyalla tidak pernah memenuhi panggilan penyidik kejati. Yang bersangkutan dikabarkan
kabur ke Singapura.
Praperadilan
pertama dikabulkan PN Surabaya pada 7 Maret 2016. Kemudian Kejati menerbitkan
sprindik baru dan dilanjutkan penetapan tersangka pada 16 Maret 2016. Gugatan
praperadilan diajukan dan dikabulkan hakim. Tak lama setelah gugatan
dikabulkan, kejati menerbitkan sprindik lagi. Gugatan itu kembali dikabulkan
kemaren Senin 23 Mei 2016.
Sidang
tersebut dipimpin oleh hakim, Mangapul Girsang. Dia mengabulkan gugatan tentang
dugaan korupsi hibah Kadin Jatim tahun 2012 sesuai sprindik penetapan tersangka
nomor 397/O.5/Fd.1/04/2016 bertanggal 12 April 2016 dan tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang (TPPU) sesuai sprindik nomor 447/0.5/Fd.1/04/2016 tertanggal 22
April 2016. Hakim menilai kedua sprindik tersebut tidak sah dan cacat hukum,
karena dianggap tidak cukup bukti.
Menurut
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Prof. Edward Omar
Syarif Hiariej, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim telah melakukan pembangkangan
terhadap institusi Pengadilan. Penegasan itu disampaikan Edward saat menjadi
saksi ahli dalam lanjutan sidang praperadilan atas penetapan Ketua Umum Kadin
Jatim La Nyalla Mattalitti sebagai tersangka pada perkara penggunaan dana hibah
Kadin Jatim 2012 untuk pembelian saham IPO Bank Jatim, pada praperadilan
sebelumnya. (http://news.okezone.com/)
Kasus
hukum La Nyallah terbilang langkah. Bisa jadi tidak ada contoh lainnya. Tiga
kali memenangkan gugatan praperadilan, Kejati Jawa Timur masih kukuh berniat
mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru. Hal ini yang jadi tanda
tanya bagi khalayak ramai. Ada apa sebenarnya?
Sebagai
orang yang awam hukum, saya melihat dalam kasus ini tersembunyi kebenaran.
Kebenaran itu disembunyikan untuk kepentingan tertentu. Kepentingan siapa? Rasanya sulit bagi masyarakat luas mengungkap
misterinya. Point-point berikut diharapkan menjelaskan lebih jauh. Point
berikut merupakan keraguan dan tanda tanya publik terhadap kasus tersebut. Pertama, jika La Nyalla bersalah, kenapa
praperdilan selalu membatalkan status tersangkanya? Tiga kali sidang
praperadilan memberi posisi kuat pada yang bersangkutan. Apa majlis hakim
keliru memutuskan seperti diyakini Kejati Jatim sehingga meminta Komisi
Yudisial (KY) turun tangan, menyelidikinya? Terlibatnya beberapa hakim dan
pennegak hukum laiinya menimbulkan tanya kembali, apa ketiga hakim sudah
terbeli? Atau memang Kejati tak mampu menghadirkan dua alat bukti sebagai
syarat penetapan status tersangka seseorang?
Kedua,
jika
La Nyalla benar, kenapa Kejati Jatim bersikukuh membuat kembali Sprindik.
Bahkan ada ungkapan sampai seribu kali. Ini mencerminkan keyakinan yang
dipegang oleh Kejati Jatim sangat kuat. Hanya,
kenapa tak mampu menghadirkan dua alat bukti sehingga status tersangka
kembali dibatalkan oleh majlis hakim sidang praperadilan? Apa kenerja mereka
tak profesional? Atau ada kepentingan lain, poltik misalnya. Seperti disebut
beberapa pihak, kasus ini syarat dengan kepentingan politik praktis terkait
kepemimpinan La Nyalla di PSSI.
Ketiga,
terlepas
siapa yang salah? Logika publik menegaskan, tak mungkin keduanya benar.
Sebaliknya tak mungkin keduanya salah. Pasti salah satunya benar. Dan
salah satunya salah. Kemudian siapa yang
salah, siapa yang benar? Waktu akan menjawab berikutnya. Yang pasti masyarakat
luas meyakini bahwa ada sesuatu yang salah. Ada yang ditutupi dari khalayak
ramai.
Memperhatikan ketiga point di atas, saya sebagai salah satu
bagian masyarakat luas berharap hukum dapat ditegakkan. Penegakan hukum harus
tegas, tak pandang bulu. Hukum seyogyanya tajam ke atas juga ke bawah. Hukum
menjadi benteng terakhir setiap konflik atau persoalan yang dihadapi
masyarakat. Hukum tak boleh diperjualbelikan. Tak memutus sesuai kepentingan
atau pesanan pihak tertentu.
Harapan dan mimpi indah di atas menjadi tantangan dan
tanggung jawab semua penegak hukum baik Kepolisian, Kejaksaan, Peradilan,
KPK, KY, juga MA. Ini akan diuji oleh
waktu dan jaman. Tapi harapan mulia tersebut ibarat panggang jauh dari api.
Kenapa? Sebab, akhir-akhir ini sorotan publik sedang tertujuh ke sana. Penegak
hukum sedang mengalami banyak ujian dengan terbelit kasus hukum oleh berbagai
kalangan di ranah hukum. Paling mutakhir, kasus Sekretaris MA, Nurhadi, kasus
Bupati Subang yang melibatkan oknum Jaksa, juga
Ketua Pengadilan
Negeri Kepahiang, Provinsi Bengkulu.
Akhir
kata, publik nampak tak sabar melihat hukum tegak, lurus. Dan Kecemasan
tersebut kudu segera dijawab oleh Pemerintahan Jokowi-JK. Karena bagaimana pun,
sebagai top leader di negeri ini,
mereka berdua berkewajiban merealisasikan janji-janji saat kampanye Pilpres
lalu. Bila ada yang tak sehat di ranah hukum dalam pemerintahan mereka,
secepatnya ditanggulangi, diluruskan. Rakyat Indonesia menunggu.
Kemudian
untuk Pak La Nyallah, pulanglah. Untuk apa kabur, bila anda merasa benar. Apa
anda tak percaya penegakan hukum di negeri sendiri? Hadapi kasus hukum dengan
sportif dan bertanggungjawab. Untuk Kejati Jatim, bekerjalah secara
profesional. Jangan mengedepankan emosi dalam mengakan hukum. Tegakan hukum demi
hukum dan untuk hukum sendiri, bukan untuk kepentingan lain. Wa
Allahu Alam
Dimuat di harian Umum Radar Cirebon, Jumat 27 Mei 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar