Gambar palu dan arit menjadi
perbincangan khalayak ramai. Beberapa peristiwa di berbagai daerah terkait
gambar itu belakangan dihubungkan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Pihak
keamanan pun telah mengambil tindakan. Tindakan aparat kepolisian menjadi
pro-kontra di tengah masyarakat. Nampaknya, polemik dan diskusi publik terkait
partai terlarang itu tetap menarik. Sebelumnya kita mempersoalkan perlu
tidaknya pemerintah mohon maaf pada korban peristiwa 65, saat PKI dibrangus
oleh pihak yang berkuasa dari bumi nusantara.
Awal tahun ini, Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI Perjuangan Kota
Magelang meminta maaf secara terbuka terkait pemasangan spanduk ucapan HUT
ke-43 PDI Perjuangan yang dianggap mengandung logo mirip palu dan arit. Sebelumnya, petugas gabungan Satpol PP Kota Magelang diketahui
telah mencopot tujuh spanduk yang sebelumnya terpasang di tiang-tiang reklame
di Kota Magelang itu.
Logo tersebut sebenarnya merupakan
hasil kreativitas sejumlah kader. Desain awal dari logo itu hanya berupa angka
43. Namun, desainer kemudian membentuk logo sehingga memicu kontroversi. Gambar
itu dinilai secara kasat mata terdapat unsur palu dan arit lambang PKI. (http://regional.kompas.com/)
Di
Bandar Lampung, seorang
pemuda ditangkap karena mengenakan kaus merah bergambar palu dan arit serta
bertuliskan "CCCP".
Dia diamankan saat tengah mengikuti konser musik di Lapangan Saburai, Minggu (8/5/2016)
pukul 20.15 WIB. Kepala Penerangan Korem 043/Gatam Mayor Inf Prabowo CH
menjelaskan, pemuda itu bernama Urdya Sejiwangga Ardhanggo (23) asal Bandar
Lampung.
Dia
adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Lampung semester X. Menurut
pengakuan pemuda tersebut, dia mendapatkan kaus itu dari temannya. Sedangkan
temannya mendapat oleh-oleh dari
pamannya yang bekerja sebagai protokoler Kedutaan Besar Indonesia di Rusia.
Dalam waktu bersamaan, Aparat gabungan Polri dan TNI membawa
pemilik toko di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Pria berinisial MI dibawa ke
Polsek untuk diminta keterangan karena menjual kaus bergambar palu dan arit. Kapendam
Jaya Kolonel Inf Heri Prakosa mengatakan tim dari Intel gabungan Kodam Jaya dan
Polsek Kebayoran Baru Polda Metro Jaya membawa pemilik kios toko MS di Blok M
Square dan di Blok M Mal.
Di kedua toko itu dijual kaus berlogo palu arit dengan
tulisan kreator. Dari keterangan karyawan pada kedua toko tersebut, kaus
berlogo palu arit sudah dijual sejak kurang lebih 3 bulan lalu. Tim lalu
membawa barang bukti satu lusin kaus berlogo palu arit beserta sang pemilik
toko. (http://news.detik.com/)
Di tempat lain, sebuah
ormas yang aksinya diamini polisi menolak pemutaran film "Pulau Buru Tanah
Air Beta" di Jakarta dan Yogyakarta karena dianggap menyebarkan paham
komunisme. Padahal film itu sebuah dokumenter yang menuturkan
kisah Hesri Setiawan dan Tedjabayu Sudjojono, dua orang yang pernah ditahan di Pulau Buru
sejak 1969 hingga 1978. Dua orang ini datang kembali ke pulau itu dan berkisah
tentang masa-masa mereka menjalani kehidupan di sana. Film tersebut berkisah tentang salah seorang keluarga penyintas yang
mencari informasi tentang apa yang sebenarnya terjadi di balik pembunuhan
anggota keluarganya.
PKI Phobia
Gambar palu-arit
dan PKI ibarat hantu yang menakutkan. Pertanyaanya,
kenapa gambar palu arit dan kata "PKI"
begitu menakutkan bagi kita? Apakah ketakutan itu beralasan? Atau itu hanya ilusi
yang diproduksi oleh kekuatan yang pernah berkuasa di negeri ini pada masa lalu?
Fenomena ketakutan seperti tercermin beberapa kejadian di
atas, menurut hemat saya lebih dapat dimaknai sebagai phobia. Phobia adalah rasa takut pada suatu hal atau
fenomena berlebihan. Hal ini akan berdampak pada emosi seseorang. Phobia biasanya disebabkan karena seseorang
mengalami trauma masa lalu dan biasanya trauma itu membekas di dalam
kesadarannya.
Menurut Franz Magnis Suseno, komunisme boleh saja dilawan. Caranya adalah
dengan mengetahuinya. Bagaimana kita dapat mengambil sikap terhadap salah satu
gerakan politik paling berpengaruh di abad ke-20 apabila dasar-dasar politiknya
tidak dapat kita kritik? Bagaimana kita dapat mengkritik apabila kita tidak
mengerti apa yang mau kita kritik?
Ungkapan Franz
Magnis Suseno menegaskan bahwa kita tak perlu takut pada PKI. PKI memang harus
dilawan. Tapi melawan PKI tak harus takut padanya. Bagaiman kita dapat melawan
bila kita takut? Justru sebaliknya, kita harus berani mendalami, mempelajari.
Penguasaan terhadap ke-PKI-an atau tengtang komunis dijadikan bahan untuk
membuktikan bahwa PKI atau komunis tak layak dianut apalagi dipraktekan dalam
alam demokrasi Indonesia.
Kemudian
bagaimana kita menyikapinya? Menurut hemat saya, terkait PKI kita tidak perlu
bersikap reaktif, juga tak harus sensitif. Sebab reaktif itu mmencerminkan sikap terburu-buru. Dan terburu-buru itu
sering kali mengantarkan pada satu kesalahan dalam mengambil pilihan atau
sikap. Berkenaan dengan persoalan gambar palu dan arit, Ketua MPR RI Zulkfili
Hasan mengatakan, publik tidak kudu reaktif
yang berlebihan dalam menyikapi berita adanya anak muda yang berani menggunakan
kaus bergambar palu arit yang identik dengan logo Partai Komunis Indonesia
(PKI). Sebab, selama ini banyak anak
muda yang menggambar sesuatu tetapi sebenarnya tidak mengerti makna sebenarnya
karena hal tersebut dilakukan hanya untuk gaya
semata.
Selanjutnya,
penegak hukum diminta tak berlebihan dalam menangani kasus-kasus seperti di
atas. Mereka diminta lebih teliti dalam memandang setiap permasalahan terkait
hal-hal yang yang bernuansa komunis atau PKI. Profesionalisme wajib
dikedepankan. Jangan bertindak secara emosional. Penegak hukum kudu bisa
memila-mila antara perbuatan melanggar
hukum dan yang tidak. Kalau sekadar membaca buku tentang PKI misalnya apa harus
ditangkap? Bisa jadi yang bersangkutan tentang menelaah kelemahan atau
kesesatan pikir PKI.
Menteri
Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan meminta aparat bisa selektif dalam menindak
penggunaan logo palu arit. Beliau
mengatakan, kalau ada satu atau dua kasus, itu bisa saja karena lagi menjadi
tren anak muda. Jadi, lihat-lihatlah, jangan berlebihan.
Bagi
saya daripada memakai kaus begambar palu arit atau lainnya, kaum muda lebih
baik mempelajari ideologinya yakni komunis. Dengan mempelajari dan mendalaminya
mereka akan tersadarkan bahaya laten komunis sekaligus PKI. Dengan bekal
pengetahuan dan penguasan tentang komunis mereka dapat melawannya. Kemudian
membuktikan pada dunia bahwa komunis layak dijauhi, ditinggalkan. Tentu kajian
tersebut dilakukan dengan benar. Melibatkan para pakar, juga referensi yang
tepat.
Walhasil,
Komunis atau PKI memang berbahaya. Tapi kita tak harus takut, tak perlu
bersikap berlebihan. Komunis harus dilawan. Karenanya, pemahaman yang mencukupi
tentangnya dibutuhkan. Tak mungkin, memerangi sesuatu yang tak kita pahami.
Mustahil melawan sebuah ideologi tanpa memahaminya terlebih dahulu. Wa Allahu Alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar