Pemberitaan tentang kekerasan seksual
menjadi sajian utama media (cetak, elektronik atau online) dua minggu terakhir.
Kekerasan seksual pada perempuan dan anak seakan mendapat momentum. Berita kekerasan
seksual bermunculan di berbagai daerah di tanah air. Kasus YY di Bengkulu menjadi pembuka serial
panjang kekerasan seksual pada tahun
ini. Gadis berumur 14 tahun itu merenggang nyawa setelah diperkosa 14 pemuda
tanggung. Terakhir, saya membaca di media online seorang kepala Madrasah
Tsanawiyah (MTs) di Yogyakarta memperkosa siswinya.
Deretan panjang berita kekerasan
seksual itu memilukan hati kita semua. Ada apa dengan bangsa kita? Kenapa
prilaku keji seperti itu banyak terjadi,
menimpa anak, orang dekat kita? Dimana para orang tua? Para pendidik? Para
penegak hukum? Kenapa pemerintah absen di sana?
Pertanyaan seperti itu muncul dalam
benak dan pikiran. Pertanyaan itu hadir akibat keterkejutan dan ketidakmampuan
kita semua menyelesaikan masalah secara tuntas selama ini. Kekerasan seksual
ada di tengah masyarakat jauh sebelum kasus YY.
Dari waktu ke waktu data kekerasan seksual baik terhadap perempuan
maupun anak meningkat. Harian Kompas (4/5) melaporkan, berdasarkan catatan
Komnas Perempuan pada tahun 2013-2015 kekerasan terhadap perempuan menunjukkan
tren peningkatan. Pada 2013 tercatat ada
279.760 kasus. Pada tahun 2014 bertambah menjadi 293.220 kasus. Dan tahun 2015
bertambah lagi menjadi 321.752 kasus.
Salah satu penyebab kekerasan seksual,
seperti disebutkan banyak pihak adalah
masalah prilaku seks. Rismijati E Koesma, dosen Fakultas Psikologi Unpad
menyebutkan, mengapa seseorang terdorong melakukakan kekerasan seksual? Karena
kebutuhan seksual itu sesuatu yang alami, sesuatu yang dimiliki setiap orang yang diberi oleh Yang Maha
Kuasa. Gairah seksual adalah sesuatu yang tidak dipelajari, tidak dibentuk
tetapi siapa pun pasti memiliki kebutuhan tersebut. Kebutuhan seksual adalah basic needs yang sama dengan kebutuhan
makan dan minum serta bersifat siklus sehingga kebutuhan ini pada prinsipnya
harus dipenuhi. (Pikran Rakyat 19/5)
Sebagai kebutuhan dasar, prilaku seks
membutuhkan pembelajaran. Pembelajaran tentang bagaimana menyalurkan kebutuhan
gairah seksual secara benar dan sehat itu disebut dengan
pendidikan seks. Pendidikan
seks (sex
education) adalah suatu informasi
mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar. Informasi itu
meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan,
kejiwaan dan kemasyarakatan.
Pendidikan
seks sangat penting. Paling tidak untuk dua alasan. Pertama, untuk membantah
argumentasi bahwa membicarakan seks adalah sesuatu yang tabu, tidak etis dan
tak pantas. Kedua, untuk membekali anak memahami seks secara benar seperti
tentang kesehatan anatomi reproduksi atau lainnya. Sehingga seks bebas tidak
lagi menarik bagi anak mereka.
Kemudian
secara umum tujuan pendidikan seks sesuai dengan interpersonal confence of seks eduction and family planing pada
tahun 1962 adalah untuk mencetak atau menghasilkan manusia dewasa yang dapat
menjalankan kehidupan yang bahagia serta bertanggungjawab terhadap dirinya dan
terhadap orang lain.
Kapan pendidikan seks dimulai? Dan bagaimana pendidikan seks
itu dilakukan? Pendidikan seks dimulai sejak dini dalam keluarga. Orang tua
menjadi guru pertama bagi anak-anaknya. Orang tua wajib menyampaikan informasi
terkait seks secara tepat. Yakni tepat saat dan tepat meteri. Tepat saat
artinya tepat waktu kapan hal itu harus disampaikan. Tepat meteri pengertiannya
adalah materi apa yang pas disampaikan kepada anak. Ukuran ketepatan saat dan
materi ini terkait usia, pertumbuhan dan perkembangan anak.
Orang tua sejak awal kudu menyampaikan berbagai hal terkait
perbedaan jenis kelamin (pria-wanita) misalnya. Mereka juga harus mengawasi
hubungan anak mereka yang berbeda jenis kelamin dalam kehidupan keluarga di
rumah. Orang tua musti menjelaskan batasan-batasan yang dijaga antara lelaki
dan perempuan. Dalam ajaran agama misalnya, Rasulullah SAW memerintahkan
memisahkan mereka (anak laki-laki dan perempuan) saat tidur pada usia tujuh
tahun. Ini contoh nyata pendidikan seks sejak dini yang diajarkan oleh Islam.
Sebagai orang dewasa di rumah, ayah dan ibu sepantasnya memberi
contoh yang baik terkait hubungan laki-perempuan dewasa. Mereka harus bisa
menjaga diri baik dalam berpakaian, bertuturkata. Mereka tak boleh menampilkan
kemesraan berlebihan di depan anak.
Mereka dituntut menampilkan hubungan sepasang suami istri yang baik dan
sehat di depan anak. Sehingga anak bisa memahami bagaimana kehidupan seks
suami-istri itu dilakukan secara benar dan sehat.
Bisa jadi kekerasan seksual yang terjadi di rumah merupakan
akbiat dari tidak adanya pendidikan seks. Seperti diketahui melalui
pemberitaan, kekerasan seks terhadap perempuan kadangkala dilakukan oleh ayah (kandaung
atau tiri) terhadap anaknya. Atau seorang kakak pada adiknya. Majikan terhadap
pembantunya. Sebab itu, pendidikan seks dalam kehidupan keluarga di rumah wajib
dilakukan. Sehingga ke depan, tidak ada lagi kekerasan seksual dalam lingkungan
keluarga.
Kemudian sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Sekolah
seyogyanya mengambil peran dalam pendidikan seks terhadap peserta didik.
Pendidikan seks dalam kurikulum pendidikan kita memang belum pernah ada.
Tentang perlu tidak memasukan pendidikan seks dalam kurikulum masih dalam
perdebatan para pakar pendidikan.
Dalam pendidikan dikenal apa yang disebut dengan hidden kurikulum. Hidden kurikulum yaitu
Kurikulum
tersembunyi atau kurikulum terselubung, secara umum
dapat dideskripsikan sebagai hasil (sampingan) dari pendidikan dalam
latar sekolah atau luar
sekolah, khususnya hasil yang
dipelajari tetapi tidak secara tersurat dicantumkan sebagai tujuan.
Dan
menurut hemat saya, selagi pendidikan seks belum tercantum dalam kurikulum maka
pendidikan seks bisa dimasukan dalam hidden
kurikulum. Di sini, ketrampilan dan kreatifitas guru dalam mengajar sangat
menentukan. Mereka diharapkan memasukan pendidikan seks pada pelajaran yang
terkait atau berhubungan. Kemudian di masa mendatang, dunia pendidikan diminta
mengakomodirnya dalam kurikulum pendidikan sejak di TK sampai perguruan tinggi.
Terakhir
di tengah masyarakat. Masyarakat luas juga memikul tanggung jawab kolektif dalam
mendidik anggota masyarakat. Kita semua punya kewajiban menciptakan lingkuangan
yang bersih dan sehat. Lingkungan sehat tercermin dalam hubungan antara warga
berbeda jenis kelamin yang baik. Lingkungan yang tak mengenal seks bebas.
Lingkungan dimana kaum laki-laki melindungi kaum hawa. Terciptanya lingkungan
sehat seperti itu akan terwujud dengan sendirinya bila setiap keluarga dibangun
dan dibina secara baik seperti dijelaskan sebelumnya.
Akhir
kata, seperti ditegaskan Denyzi
Wahyuadi, Peneliti dari Pusat Kajian Seks dan Gender Universitas Indonesia, pendidikan seks itu harus diberikan
sedini mungkin dan sesuai umur peserta didik. Berdasarkan pengalaman di Belanda
pendidikan seks di sekolah ternyata sangat berpengaruh dalam menunda melakukan
hubungan seksual pertama kali oleh anak remaja. (http://www.republika.co.id/)
Dan
akhirnya sebagai salah satu solusi mencegah kekerasan seksual terhadap perempuan
dan anak, pendidikan seks di rumah, sekolah dan masyarakat luas yang kita lakukan
diharapkan bisa mengurangi terlebih menghapus tindak kekerasan seksual di masa
mendatang. Semoga. Wa Allahu Alam
Dimuat di Harian Umum Radar Cirebon, Jumat 20 Mei 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar