Dalam acara
doa bersama untuk keselamatan bangsa yang diadakan Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB) di Jakarta beberapa waktu lalu, Presiden Joko
Widodo menyampaikan kerisauannya terkait
prilaku masyarakat di dunia maya. Di hadapan sekitar 10 ribu ulama, Jokowi
menegaskan media sosial sekarang menjadi
ajang caci maki, saling hujat, saling ejek, fitnah, adu dombah dan provokasi.
Menurut
Presiden keadaan seperti itu kudu diperbaiki. Masyarakat diharapkan menjaga kesejukan
termasuk di media sosial. Prilaku masyarakat di media sosial tak mencerminkan nilai-nilai
asli bangsa Indonesia yang dikenal rukun, santun dan ramah. Nilai ke-Indonesian telah memudar bahkan sirna
seiring cepatnya perkembangan tekhnologi informasi.
Kemajuan dan
perkembangan teknologi telekomunikasi yang pesat memang sangat membantu masyarakat dalam
banyak hal. Tapi dalam waktu yang bersamaan telah menghancurkan batas komunikasi ramah
dan santun. Jika sebelumnya, masyarakat kita
dikenal sopan, lembut berbicara ketika berkomunikasi langsung, di media sosial justru menegaskan sebaliknya.
Jika
sebelumnya gotong royong, saling bantu, dan guyub saat ini masyarakat hidup secara individualis,
menjadi introvert, lebih senang menyendiri. Media sosial membuat yang jauh
menjadi dekat. Yang dekat justru menjadi jauh. Berselancar dengan berbagai kalangan,
menjadi asing di lingkungan sendiri.
Ada data
menyebutkan, Indonesia merupakan pengguna media sosial paling aktif di dunia. Menurut Antonny
Liem, CEO PT Merah Cipta Media masyarakat kita sangat
aktif bermedia sosial. Sebanyak 93% dari pengguna internet di Indonesia, aktif
mengakses Facebook. Bahkan Jakarta tercatat sebagai pengguna Twitter terbanyak,
hingga disebut sebagai ibukota media sosial berbasis teks 140 karakter
tersebut.
Lebih jauh, pimpinan
sejumlah perusahaan konsultan komunikasi, startup incubator, dan berbagai
perusahaan teknologi online di Indonesia tersebut menegaskan jumlah mobile
subscription yang
aktif di Indonesia juga mencapai 282 jutaan. Di mana 74% di antaranya digunakan
masyarakat kita untuk mengakses media sosial. (htp//inet.detik.com)
Data
Global Web Index Survei seperti yang dilansir merdeka.com menegaskan bahwa
Indonesia merupakan negara yang warganya tergila-gila dengan media sosial. Persentase
aktivitas jejaring sosial Indonesia mencapai 79,72 persen, tertinggi di Asia,
mengalahkan Filipina (78 persen), Malaysia (72 persen), China (67 persen).
Bahkan negara Asia dengan teknologi Internet maju pemanfaatan media sosialnya
rendah, contohnya Korea Selatan (49 persen) atau Jepang (30 persen).
Sangat
disayangkan jika pengguna media sosial yang cukup banyak jumlahnya itu terjebak
pada fitnah, adu domba, saling serang dan provokasi. Itu sama saja seperti
menggunakan pisau untuk saling menusuk, membunuh. Alangkah biadabnya bangsa ini.
Bangsa kita berubah menjadi barbar. Yakni bangsa yang gemar menyerang, perang, memfitnah, menghujat. Mendahulukan logika
kekerasan, mengabaikan akal sehat.
Menyikapinya
Sebab
itu apa yang menjadi keprihatinan Presiden sepantasnya kita sikapi bersama. Sebenarnya Pemerintah sudah melakukan upaya
dalam membatasi pengguna sosial media dalam berujar. Undang-undang
No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 27 melarang
muatan informasi terkait asusila,
pencermaran nama baik, perjudian, pemerasan serta ancaman. Dalam Pasal 28
melarang menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian
atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ata
suku, agama, ras dan antara golongan (SARA).
Kemudian Kapolri pun telah mengeluarkan Surat
Edaran Kapolri Nomor: SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian. Surat
Edaran tersebut disamping ditujukan kepada masyarakat luas untuk membatasi,
menjaga diri dalam mengisi ruang publik di media sosial juga sebagai pedoman
kepolisian dalam penanganan perbuatan ujaran kebencian atau hate speech.
Menurut Moch. S Hendrowijono, Hate speech , hujatan, memaki, fitnah, adu domba
dan provokasi, bisa berbalik menjadi tindak pidana ke penulis dan yang
mengunggahnya di media sosial. Namun, masyarakat belum terbiasa melaporkan
hujatan-hujatan tadi sebagai pencemaran nama baik, karena trauma masa lalu. (http://nasional.kompas.com)
Sebagai
media, Facebook, Twiter, juga
lainnya sangat membantu manusia. Maka
sepantas kita menggunakan secara baik. Jangan kotori dengan fitnah, adu domba,
kebencian dan amarah. Gunakan untuk
menyebarkan informasi, ilmu pengetahuan serta
silaturrahmi. Sebarkan kedamaian. Pakai
media sosial guna berbagi dengan sesama.
Komunikasi
tak langsung menggunakan media sosial mendorong orang mudah berbuat tak
semestinya. Berbohong, menghina, menuduh misalnya lebih gampang, lebih berani
dilakukan orang di media sosial. Alasannya tentu karena lawan bicara tak ada di
depan mata. Ini yang wajib disadari oleh setiap pengguna media sosial. Maka
berhati-hatilah.
Sekarang
saatnya melakukan perubahan. Manfaatkanlah media sosial untuk kebaikan. Mulailah
dari diri sendiri. Ajak orang terdekat. Penting pula menjaga media sosial
secara bersama dari muatan atau konten yang mengarah pada segala hal yang
negatif dengan cara saling mengingatkan antara sesama pengguna. Laporkan kepada
aparat keamanan (Polisi) jika ditemukan unsur pidana. Laporan anda akan
memberikan pembelajaran pada yang lain untuk tidak menyalahgunakan media
sosial.
Terakhir,
perlu juga membangun kesadaran bersama. Bahwa media sosial akan menjadi ancaman
serius bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Lebih jauh, akan mengoyak NKRI jika
kita semua memanfaatkannya untuk saling hujat, saling tuduh, menabur kebencian
dan fitnah, memprovokasi massa dan lainnya. Dan saya yakin itu semua bukan
tujuan kita dalam menggunakan media sosial.
Wa Allahu Alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar