Pilkada
DKI Jakarta sungguh menarik. Pilgub di ibukota menenggelamkan pemberitaan
pilkada di tempat lain. Faktor Ahok salah satu pemicunya. Juga soal dugaan
penistaan agama. Di tambah anggapan bahwa pilgub DKI bercitra rasa Pilpres.
Tarik menarik kepentingan para tokoh nasional seperti Jokowi, Maegawati,
Prabowo, tak ketinggalan SBY. Pilkada DKI menjadi panggung politik nasional.
Intrik, saling jegal pun sudah mulai memanas. Hasil survei bertaburan. Ada yang
ilmiah. Ada juga yang partisan dan dianggap
abal-abal.
Masing-masing calon mengklaim akan
menang. Bahkan calon No. urut dua menargetkan menang dalam satu putaran. Ini
sah. Namanya juga kompetisi. Semua pasti ingin menang. Wajar juga jika mematok target
terbaik. Adapun hasil, tunggu setelah tanggal 15 Februari nanti ketika
masyarakat telah menentukan pilihan. Menurut anda kira-kira siapa yang menang?
Pasti sulit menjawabnya. Jawaban akan cenderug subyektif.
Dalam tulisan ini saya ingin mengajak
anda berandai-anadi. Bagaimana jika Agus menang? Atau Ahok yang menang? Atau
Anies yang jadi gubernur? Berikut angan-angan saya ketika salah satu dari
mereka menang.
Jika Agus Yudhoyono
Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)
berpasangan dengan Sylviana Murni. AHY muncul ke permukaan secara mendadak. Tak
pernah disebut sebelumnya. AHY-Sylviana merupakan akibat dari pecahnya koalisi
kekeluagaan. Koalisi (PD, PPP, PAN) ini
dibidani oleh mantan Presiden SBY di Cekeas. Di awal kemunculannya, kemampuann
AHY banyak diragukan. Dia dianggap mendompleng popularitas sang ayah. Bahkan,
pengamat politik dari LIPI Ikarar Nusabakti menyebutnya sebagai anak ingusan.
Beda dulu beda sekarang. Suara AHY
merangkak naik, membaik. Paling tidak itu yang diyakini oleh pendukungnya.
Terlebih, setelah Ahok ditetapkan sebagai tersangka. Nampaknya, upaya berbagai
pihak termasuk SBY menggoreng kasus penistaan agama membuahkan hasil. Dalam survei Lingkaran Survei Indonesia
(LSI) Denny JA, elektabilitas Agus-Sylviana meningkat 10 persen. Menurut survei
tersebut, AHY menempati urutan kedua terpaut tipis dengan Anies-Sandi.
Terlepas jika survei itu salah
(seperti dituduhkan banyak pihak), AHY-Sylviana sekarang layak diperhitungkan.
Pasangan ini menjadi kuda hitam yang bisa jadi membuat kejutan di akhir pilkada,
bisa memenangkan. Kemenangan satu putaran kelihatannya sulit sebab kontestan
berjumlah tiga pasang. Jika AHY-Sylviana berhadapan dengan Anies seperti hasil
survei LSI milik Denny JA, maka partai pendukung Ahok akan terbelah. PDI-P
dipastikan bergabung ke Anies. Rasanya tak mungkin ke AHY melihat perseteruan
Mega-SBY yang hingga kini belum selesai bahkan berlanjut ke Jokowi. Sedangkan
Nasdem, Golkar dan Hanura juga ke Anis. Mereka masih kompak sebagai pendukung
Jokowi-JK maka pilihannya adalah Anies mengekor PDI-P.
Jika dalam putaran kedua AHY berhadapan
dengan Ahok, dipastikan partai pendukung Anies terbelah. PKS mendukung AHY,
sedangkan Gerindra akan mendukung Ahok (jika melihat gelagat kedekatan
Jokowi-Prbowo akhir-akhir ini). Bila mengabaikan Faktor Jokowi-Prabowo,
Gerindra dipastikan merapat kembali ke AHY. Bukankah mereka adalah koalsi
kekeluargaan sebelumnya.
Kemudian andai AHY memenangkan
pertarungan pasti orang yang sangat bahagia adalah SBY, sang ayah (disamping
Anisa Pohan tentunya). Karena SBY-lah yang meminta AHY memutuskan keluar dari militer. AHY digadang-gadang
sebagai putra mahkota dinasti politik Cikeas mendatang setelah karir Ibas
meredup, tak memenuhi harapan. Sementara Megawati akan meratapi kekalahannya
yang ketiga setelah dua kali kandas jadi Presiden melawan SBY.
Jika
Ahok
Basuki Tjahja Purnama (Ahok)
berpasangan dengan Djarot Saeful Hidayat (Badja), sebagai petahana awalnya
elektabilitasnya melambung tinggi, meninggalkan yang lain. Kasus dugaan
penistaan agama membuat Badja terseok-seok. Aksi damai 4 Nopember digunakan
senjata bagi lawannya guna mengikis habis kepercayaan rakyat Jakarta. Kasus
hukum tersebut bergeser dari relnya. Terlebih setelah ditetapkan sebagai
tersangka suara Ahok berpotensi pindah ke pasangan yang lain.
Tapi bukan Ahok kalau tidak beda
dengan yang lain. Justru dengan statusnya sebagai tersangka ia menggenjot team
sukses dan para pendukung guna berjuang keras memenangkan Pilgub dalam satu
putaran. Keteguhan hati, optimisme tergambar jelas saat status tersangka
disandang. Dengan besar hati dia menerima ke keputusan itu. Lebih dari itu,
Ahok bahkan mengucapkan terimakasih kepada Polri yang memproses kasusnya secara
profesional. Dia pun memutuskan menerima, tak akan mengajukan praperadilan. Sikap
berbeda seperti itu yang meneguhkan hati pendukungnya untuk berjuang, berjuang
dan berjuang. Masih banyak waktu yang tersisa. Dua bulan lebih bisa membuat
segalanya berubah.
Untuk menang satu putaran rasanya
berat. Walau tak mustahil, bisa saja. Saya memperkirakan Pilkada Jakarta
selesai dalam dua putaran. Jika Ahok berhadapan AHY, maka pendukung partai Anies
masih akan kompak. PKS pasti merapat ke AHY. Mustahil ke Ahok. Sedangkan Partai Gerindra juga ke AHY. Walau
ada kemungkinan ke Ahok. Tapi kecil potensinya.
Dan bila Ahok berhadapan dengan Anies
di putaran kedua. Partai pendukung AHY diperkirakan terpecah. Demokrat pasti
mengalihkan dukungan ke Anies. Sedangkan PPP dan PAN berpotensi ke Anies juga
ke Ahok.
Nah, jika Ahok yang menang Jokowi
pasti senang. Sebab disamping karena PDI-P yang mengusung juga akan sejalan
dengan dirinya dalam membangun mimpi menjadikan Jakarta sebagai ibukota termaju
di asia. Selain Jokowi, partai pendukung juga ikut bergembira ria. Dan yang
paling sedih adalah SBY. Anak kesayangannya harus kalah pada pentas pertama
dalam kanca politiknya. Terlebih melihat Megawati tersenyum menyaksikan anak
ideologinya menang.
Jika
Anies
Anies dengan pasangannya Sandiaga Uno
sejak awal diposisikan sebagai kuda hitam. Populariatas Anies diyakini
menandingi Ahok. Anies yang pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan Nasional
itu didaulat oleh Gerindra dan PKS menjadi Cagub DKI. Massa PKS yang militan
dan suara Gerindra yang signifikan bisa jadi modal awal, memenangkan putaran
pertama.
Jika Anies berhadapan dengan AHY.
Partai pendukung Ahok berpotensi bulat mendukung Anies. PDI-P akan mempengaruhi
Nasdem, Golkar dan Hanura. Terlebih jika melihat konfrontasi Jokowi dengan SBY.
Jokowi akan lebih nyaman jika berurusan dengan Jakarta melalui Anies yang
mantan anak buahnya ketimbang AHY.
Dan Jika berhadapan dengan Ahok, partai pendukung AHY
diperkirakan terpecah. Demokrat pasti mengalihkan dukungan ke Anies. Sedangkan
PPP dan PAN berpotensi ke Anies juga ke Ahok.
Kemudian kalau Anies yang menang,
Probowo yang paling senang. Paling tidak, Prabowo bisa memberikan mandat ke
Anies dalam Pilpres 2019 jika dirinya enggan maju. Sandiago diplot jadi
gubernur. SBY akan bersedih hati menyaksikan anaknya gagal. Sedangkan Jokowi
tak terlalu resah walau Ahok kalah. Demikian dengan Megawati.
Walhasil, siapa pun yang menang dialah
gubernur Jakarta. Semua pihak diminta menerima. Sekarang saatnya semua
konstestan berkompetisi secara sehat. Jangan ciderai demokrasi dengan anarki,
fitnah, atau isu SARA. Raih kursi DKI-1 dengan jujur dan adil. Selamat
berdemokrasi. Wa Allahu Alam (Ditulis 20 Nopember 2016 di Indonesiana.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar