Publik kembali terkejut. Gayus
Tambunan, narapidana 30 tahun dalam kasus pajak diketahui keluar meninggalkan
lembaga pemasyarakatan. Gayus Tambunan terlihat dalam sebuah photo yang
diunggah oleh Baskoro Endrawan di media sosial Faacebook. Gayus Tambunan sedang
makan bersama dua orang wanita di sebuah restoran di Jakarta. Gayus tampak memakai kaos biru, celana
jeans dan topi biru serta memakai jam tangan. Sebuah telepon genggam pun tampak
berada di atas meja di hadapannya. Setelah dikonfirmasi ke berbagai pihak,
ternyata benar Gayus Tambunan keluar dari lembaga pemasyarakatan Sukamiskin
Bandung Rabu, 9 September 2015 untuk keperluan menghadiri sidang di Pengadilan Negeri
Jakarta Utara dalam kasus gugutan cerai dari istrinya. Keberadaan Gayus yang
bisa menghirup udara bebas di tengah masa tahanan pun dipertanyakan banyak
kalangan.
Kejadian
semacam ini bukanlah yang pertama bagi Gayus Tambunan. Sebelumnya, 24 September
2010 dengan paspor palsu atas nama Soni Laksono Gayus Tambunan pergi ke Makau.
Kemudian dilanjutkan jalan-jalan ke Singapura pada 30 September 2010. Gayus
Tambunan pernah terlihat menontoton pertandingan tenis di Bali pada 26 Nopember
2013. Dan sekarang seakan tak pernah kapok ia berulah kembali.
Ini
yang menyebabkan Menteri Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly berang dengan ulah
terpidana Gayus Tambunan yang kembali membuat kontroversi dengan terlihat di
publik. Pak Menteri seperti kebakaran jenggot. Beliau nampak marah bercampur
kecewa, mengancam memindahkannya ke lapas Gununung Sindur Bogor. Ancaman itu
terbukti, menjadi kenyataan pada Selasa
22 September 2015. Di Lapas Gunung Sindur, Gayus menempati kamar
khusus. Yaitu kamar yang ada di blok A yang merupakan blok khusus tahanan narkoba. Sebenarnya apa salah Gayus Tambunan sehingga
membuat berang sang Menteri.
Bagi
politisi Demokrat, Ruhut Sitompul, kaitan dengan Gayus, Menkum HAM sebagai pejabat
negara tidak perlu marah, memaki-maki, menyalahkan Gayus. Namanya
narapidana pasti berusah ingin menghirup udara bebas. Dan untuk hal itu mereka
melakukan apa saja. Lebih elok bila pak Menteri mengevaluasi dan mengoreksi
anak buahnya di tingkat bawah. Karena terbukti dari rentetan plesiran
(baca:keluar Lapas) Gayus Tambunan, justru yang terbukti bersalah adalah aparat
hukum. Tercatat puluhan aparat hukum yang dijatuhi sanksi baik berat, sedang,
maupun ringan karena ulah plesiran Gayus
Tambunan. Diantara mereka adalah Kepala Rutan
Brimob Iwan Siswanto, Bambang Heru Ismiarso mantan Direktur Keberatan
dan Banding Pajak, Poltak Manulang Direktur Pra Penuntutan (Pratul), Jaksa
Cirus Sinaga, dan masih banyak lagi.
Kesalahan Gayus sebenarnya hanya berusaha
keluar di masa tahanan dari Lembaga Pemasyarakatan. Uang yang dimilki
dijadikannya sebagai alat untuk tujuan itu. Uang digunakannya untuk menyuap
semua oknum aparat terkait, yang memiliki kewenangan di Lapas, yang bisa
membantunya keluar, menghirup udara bebas. Dan selebinya adalah kesalahan
aparat penegak hukum. Dari kasus ini terlihat betapa bobroknya mental sebagian
aparat hukum kita. Dan inilah persoalan yang seharusnya menjadi perhatian
kementerian Hukum dan HAM untuk perbaikan ke depan. Sekarang Menteri Hukum dan HAM dituntut untuk dapat
membersihkan praktek-praktek ala mafiah yang ada di dalam Lapas. Menurut,
Muthiah Alhasany (2015),saat menceritakan pengalamannya, mengaskan bahwa mafia Lapas tidak berdiri sendiri, tetapi menjadi satu kesatuan dengan
oknum kepolisian dan pengadilan. Trio setan yang membuat hukum menjadi tumpul,
lebih banyak merugikan rakyat daripada membantu menegakkan keadilan. Karena
mereka terdiri dari orang-orang yang paham dan ahli hukum, maka sulit untuk
dijerat. Justru hukum menjadi sumber mata pencaharian mereka yang luar biasa. (http://www.kompasiana.com)
Izin Keluar Lapas
Sebenarnya tidak mudah bagi seorang
warga binaan untuk meninggalkan Lapas. Ada aturan yang sangat ketat mengaturnya. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No 32/1999 tentang Syarat dan Tata
Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, ada beberapa hal (syarat) yang membolehkan warga binaan keluar. Dalam
Pasal 11 ayat 2 meninggalkan Lapas karena untuk urusan pendidikan. Disebutkan, apabila Narapidana atau
Anak Didik Pemasyarakatan membutuhkan pendidikan dan pengajaran lebih lanjut
yang tidak tersedia di dalam LAPAS, maka dapat dilaksanakan di luar LAPAS.
Dalam Pasal 17 ayat 1, untuk tujuan berobat. Itu pun bila
di LAPAS tidak bisa tertangani oleh layanan kesehatan yang ada. Ditegaskan oleh
ayat tersebut, dalam hal penderita sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3)
memerlukan perawatan lebih lanjut, maka dokter LAPAS memberikan rekomendasi
kepada Kepala LAPAS agar pelayanan kesehatan dilakukan di rumah sakit umum
Pemerintah di luar LAPAS.
Kemudian meninggakan LAPAS
karena hal-hal yang luar biasa. Pasal 52 ayat 1 menyebutkan, Hak keperdataan lainnya dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi: a. surat menyurat dengan
keluarga dan sahabat-sahabatnya;b. izin keluar LAPAS dalam hal-hal luar biasa. Lebih
lanjut terkait hal-hal yang luar biasa, Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang
tata cara pelaksanaan hak warga binaan menegaskan bahwa yang dimaksud hal-hal luar biasa adalah yang sungguh-sungguh luar
biasa sifatnya meliputi :a)meninggalnya/sakit keras ayah, ibu, anak, cucu,
suami, istri, adik atau kakak kandung; b)menjadi wali atas pernikahan anaknya;c)membagi
warisan.
Ada juga hak
cuti seperti yang diatur dalam pasal 41 ayat 1 dan ayat 42, disebutkan Setiap Nrapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan dapat diberikan
cuti berupa:a. cuti mengunjungi keluarga; dan b. cuti menjelang bebas. Untuk
cuti mengunjungi keluarga dibatasi 2X24 jam. Sayangnya, menurut Pasal 36 ayat (1) Peraturan Menkum HAM No 21/2013
menyebutkan bahwa narapidana yang melakukan tindak pidana korupsi tidak berhak
mendapat cuti mengunjungi keluarga.
Nah, sekarang
bagaimana dengan kasus Gayus Tambunan, keluar LAPAS untuk mengikuti sidang
kasus gugatan perceraian dari istrinya? Berdasarkan peraturan yang sudah
dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa hal itu ilegal, tidak ada dasar hukumnya. Bila demikian,
siapa yang salah? Orang yang meminta izin atau yang mengizinkan keluar? Anda
pasti dengan mudah bisa menjawabnya.
Terlepas dari
siapa yang lebih salah, akhir kata, kita
semua harus menyadari bahwa pengelolaan lembaga pemasyarakatan masih sangat
lemah. Kelemahan utama ada pada pengawasan. Namun tidak menutup kemungkinan
pada sektor lainnya. Dan yang paling penting, kita harus mewaspadai,
memerrangi, melawan setiap mafia yang ada, termasuk di LAPAS. Mafia membuat
segalanya menjadi rusak, kacau, dan keluar dari aturan yang ada. Wa Allahu Alam
(Dimuat Di Harian Radar Cirebon, Jumat, 25 September 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar