Guru sering mengeluh kenapa peserta
didik kerapkali minta pulang saat jam belajar. Mereka tertlihat tidak betah
dalam kelas. Banyak di antara mereka yang gemar izin ke kamar mandi/WC. Saya
yakin kamar mandi/WC bukan tempat yang enak, jauh dari kata menyenangkan
apalagi nyaman. Bisa jadi ke kamar mandi/WC hanya tempat pelarian saat mereka
merasa penat di dalam kelas. Dan sebagian guru lebih mudah menyalahkan siswa.
Padahal lebih bijak bila bapak/ibu guru mengintropeksi diri, ada apa dengan
kelas yang diampuhnya? Kenapa mereka tidak betah, tidak nyaman dalam kelas? Apa
yang salah dalam pengelolaan kelas? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu yang
harus dicari dan diselesaikan bila guru ingin mencari solusi atas permasalahan
di atas.
Menurut Ensklopedi Indonesia, ruang Kelas adalah suatu ruangan
dalam bangunan sekolah, yang berfungsi sebagai tempat untuk
kegiatan tatap muka dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM). Mebeler dalam ruangan ini
terdiri dari meja
siswa,
kursi
siswa, meja guru,
lemari kelas, papan tulis, serta aksesoris ruangan lainnya
yang sesuai. Ukuran yang umum adalah 9m x 8m. Ruang kelas memiliki syarat kelayakan dan standar
tertentu, misalnya ukuran, pencahayaan alami, sirkulasi udara, dan persyaratan lainnya yang telah
dibakukan oleh pihak berwenang terkait.( http://id.wikipedia.org/wiki/Ruang_kelas)
Pengertian di atas yang melekat di
kepala kita. Sebuah definisi ruang yang
berbasis pada bangunan fisik. Berbeda dengan Lao-Tzu seorang filosof asal Cina,
ruang bukanlah sebidang tanah dibatasi dingding dan atap, melainkan tempat beraktivitas
dan tak ada ukuran tertentu untuk menentukan ruang. Pengertian ruang ala
Loa-Tzu apabila diterapkan dalam sekolah sebagai tempat belajar sungguh setiap
lingkungan akan menjadi ruang belajar, tidak terbatas hanya pada
dingding-dingding kelas. Misalnya saat tema pembelajaran tentang ikan, siswa
belajar di pinggir kolam, atau sisi laut. Sungguh itu menjadi ruang kelas yang
menakjubkan. Irma Nurul Fathimah (2013) melanjutkan konsep ruang Loa-Tzu dengan
membaginya menjadi empat yaitu: 1.ruang terbentuk dengan peletakan elemen lain
seperti karpet 2. ruang yang terlihat dari peninggian area lantai 3. Ruang yang
terlihat dari penurunan area lantai 4.ruang yang terbentuk dari bayang-bayang
ruangan. Yang ingin ditegaskan di sini bahwa seorang guru sebaiknya tidak mengartikan
sempit ruang kelas sebatas tempat belajar yang berukuran 9X8 meter persegi itu.
Di luar kelas pun bisa menjadi ruang belajar yang menyenangkan bagi peserta
didik.
Kelas
menyenangkan
Kelas berpotensi menjadi penjara bagi
peserta didik juga guru. Kelas yang tidak dikelola dan tidak didesain secara
baik akan menjadi ruang penat, menjenuhkan, menjadikan penghuninya tak betah
tinggal di dalamnya lebih lama. Karena
itu, kelas harus dikelola sedemikian rupa sehingga dapat menyenangkan
siswa-siswi yang belajar juga guru yang mengajar. Bagi siswa, sekolah ibarat rumah kedua. Karenannya kelas
sebagai tempat utama aktivas siswa harus menyenangkan. Dan kelas yang
menyenangkan akan berpengaruh banyak dalam menyukseskan proses belajar
mengajar. Berikut ini beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam menghadirkan
kelas yang menyenangkan. Pertama, penataan
ventilasi udara, cahaya dan warna. Kelas tidak boleh terasa sesak karena
ventilasi udara yang tidak memenuhi standar kesehatan. Keluar masuk udara yang
cukup membuat siswa nyaman lebih lama tinggal di dalam kelas. Demikian juga
pencahayaan ruangan. Cahaya sinar matahari yang masuk lewat jendelah berkaca
membantu siswa dalam belajar terutama untuk membaca tulisan, melihat gambar,
atau media lain di depan. Kelas yang gelap akan menyusahkan. Karenanya setiap
ruang kelas harus ada lampu penerang yang cukup guna mengatasi bila cahaya
matahari tak bisa masuk baik karena mendung atau hujan. Tak kalah penting
adalah pengelolan warna dalam ruang baik tembok kelas, jendelah, pintu dan semua yang ada. Pilihlah warna yang
cerah, enak dipandang. Mengelola warna dalam kelas membutuhkan keahlian
tersendiri. Guru dan unsur yang lain di sekolah harus bisa memperjarinya.
Kedua,
penataan tempat duduk (baca:meja-kursi) sesuai kebutuhan dan kegiatan
belajar mengajar. Hal demikian dilakukan untuk menghindari kejenuhan dan
memudahkan peserta didik mengikuti pembelajaran. Di samping formasi yang
tradisional (biasa), Munif Chatib (2014) menyarankan beberapa formasi
diantaranya 1. Formasi auditorium.
Formasi ini mirip dengan formasi bangku di gedung bioskop. Formasi ini
memberikan keluasan kepada setiap sisiwa untuk dapat fokus mencermati,
mengikuti guru dalam mengajar.2.Formasi
Cevron. Formasi ini membantu mengurangi jarak baik antar siswa maupun jarak
siswa dan guru. Formasi ini menghadirkan sudut pandang yang baru bagi peserta
didik sehingga bisa menghilangkan kejenuhan. 3.Formasi huruf U. Farmasi ini sangat menarik dan mampu mengaktifkan
siswa dalam mengikuti pelajaran. Dan guru akan lebih leluasa bergerak ke semua
arah. 4.Formasi meja pertemuan.
Formasi ini sangat cocok saat guru menggunakan metode diskusi.Siswa dibagi
berdasarkan kelompok. Dan setiap kelompok disediahkan satu meja pertemuan. 5.Formasi konfrensi. Formasi ini tepat
digunakan untuk berdebat yang diawali guru melempar permasalahan. Untuk
membentuk formasi konfrensi, meja siswa disusun menjadi meja panjang berbentuk
persegi panjang. 6.Formasi melingkar.Formasi
ini hanya menggunakan kursi membentuk lingkaran. Guru memposisikan di tengah.
7. Formasi periferal. Formasi ini
menempatkan meja di belakang siswa yang disusun melingkar. Dengan demikian guru
dapat meminta siswa memutar atau membalik kursi-kursinya ketika guru menginginkan
diskusi kelompok.
Ketiga,
menata sudut kelas. Sudut kelas bisa digunakana untuk membaca, namanya sudut
baca. Di sudut baca kita sediahkan rak buku, tentu dengan buku bacaan yang
menarik. Di sudut tersebut siswa bisa membaca buku yang diinginkan. Sudut lain
bisa dijadikan sudut kreasi. Di sudut ini kita sediahkan media untuk siswa
berkreasi. Bisa untuk melukis, berkaraoke ria, juga kreasi lainnya.
Keempat,
Display kelas, yakni hiasan atau pajangan yang menarik perhatian, merangsang siswa untuk melakukan
sesuatu. Dispalay bisa berbentuk gambar,
tulisan kata bijak, bisa juga humor. Display akan memotivasi siswa sesuai
tujuan yang ditargetkan. Nah, di sini guru harus pandai membuatnya. Display
kelas dapat dipasang pada saat atau moment yang pas sehingga lebih bermakna.
Kelima,
memberi nama kelas. Nama kelas menyesuakan jenjang pendidikan juga visi-misi
sekolah. Dan nantinya tema penataan kelas, display yang dipasang, juga semua
yang ada di kelas disesuaikan dengan nama tersebut. Nama kelas bisa
didiskusikan dengan elemen sekolah mulai kepala, dewan sekolah, guru, juga
tidak ada salahnya melibatkan peserta didik, calon penghuni kelas itu.
Selebihnya kembali ke guru. Guru dituntun
memaksimalkan perannya di dalam kelas. Untuk itu guru harus menyiapkan 1001
macam metode dan cara belajar. Guru jangan hanya menggunakan metode ceramah.
Metode yang beragam (baca:berganti-ganti) akan menghindari kejenuhan dan
kepenatan di kelas. Dan akhirnya, langka-langkah di atas tak akan bermakna
apa-apa bila guru tak memaksimalkan peranya.
Wa Allahu Alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar