Musim haji tahun ini sangat
memperhatinkan. Pasalnya, musibah secara beruntun menimpa jamaah haji, termasuk
dari Indonesia. Diawali dengan jatuhnya alat berat crane di atap
Masjidil Haram karena diterjang angin dan badai yang terjadi pada Jumat
(11/9/2015). Faktor alam
mendominasi sebab musibah, walau ada faktor kelalaian atau human eror. Ratusan
orang meninggal dalam musibah ini, termasuk 11 jamaah haji asal Indonesia. Berdasarkan
hasil investigasi yang dilakukan Pemerintah Arab Saudi, menyimpulkan tidak ada
unsur pidana dalam tragedi ini. Penyebab utamanya adalah kesalahan
pengoperasian crane. Sebagai
pengembang, Group Bin Ladin Saudi bertanggung jawab terhadap sebagian
akibat terjadinya insiden. Kasus ini sudah diserahkan kepada Jaksa Penuntut
Umum, sementara pihak pengembang sedang dicekal atau dilarang bepergian ke luar
negeri dan tidak akan digunakan kembali dalam proyek pemerintahan selanjutnya.
Demikian penjelasan Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, Mustafa bin Ibrahim
Al Mubarak, dalam konferensi pers di Kedubes Saudi Arabia beberapa waktu lalu. (htpp/Tempo.com)
Kemudian,
Kebakaran yang menimpa pemondokan haji 403
yang dihuni jemaah asal Indonesia di wilayah Aziziyah Utara di Kota Mekah, Arab
Saudi, Rabu, 16 September 2015, waktu setempat. Peristiwa kebakaran terjadi
pukul 23.30 di kamar nomor 810. Penyebabnya adalah seorang jamaah memasak nasi
dengan rice cooker lalu kelupaan dan ditinggal pergi ke
Masjidil Haram. Tidak
ada korban dalam musibah ini. Saat terjadi kebakaran, semua penghuni pemondokan
yang berjumlah 1.024 jemaah langsung dievakuasi ke Hotel Holiday Inn, tidak
jauh dari pemondokan.
Disusul, Selasa
(22/9/2015) malam, puluhan tenda jamaah
haji Indonesia di Padang Arafah roboh diterpa angin kencang. Tenda-tenda yang
roboh tersebut berada di maktab nomor 8 dan 9 yang dihuni jamaah haji dari
Banten, Jakarta Selatan, dan Depok. Robohnya tenda disebabkan angin
kencang disertai klat yang menerpa Padang Arafah selepas Isya. Jamaah yang
sedang berada di dalam tenda sudah menduga tenda mereka akan roboh. Mereka pun
memutuskan untuk keluar dari tenda.
Dan yang
terkini, Mina kembali berduka. Ratusan orang meninggal dunia dan terlukaa dalam
musibah ini. Setidaknya ratusan
orang hilang termasuk 225 jamaah asal Indonesia, 717 jemaah haji meninggal
termasuk 3 orang jamaah asal Indonesia, 805 terluka, karena terinjak-injak saat
melakukan pelemparan jumrah di Mina, Kamis, 24 September 2015. Untuk di Mina
sebenarnya ini bukan tragedi yang pertama kali. Sebelumnya sudah pernah terjadi
dari tahun ke tahun. Pada 1990, insiden paling fatal,
terjadi ketika massa berdesakan di terowongan menuju Mekkah. Sebanyak 1.426
orang jamaah haji meninggal duniia karena terinjak-injak. Tahun 1994, sekitar 270
calon haji meninggal lantaran terinjak-injak massa saat pelaksanaan ritual
jumrah di Mina. Tahun 1998, sekitar 180
calon haji terinjak-injak massa yang panik setelah beberapa di antara mereka
jatuh dari jembatan layang saat pelaksanaan ritual jumrah.Tahun 2001, sedikitnya
35 calon haji tewas terinjak-injak massa di Mina pada hari terakhir ibadah
haji. Tahun 2003,
sebanyak 14 orang tewas terinjak-injak saat dua rombongan yang
usai melempar jumrah bertemu dengan rombongan lain yang baru datang. Tahun 2004,
massa yang
berdesakan di Mina mengakibatkan ratusan orang terinjak-injak. Sebanyak 244
orang tewas, dan ratusan lainnya cedera pada hari terakhir pelaksanaan ibadah
haji. Tahun 2006,
lebih dari 360 calon haji tewas terinjak-injak massa yang
tengah menjalani ritual lempar jumrah di Mina. Pada musim haji tahun itu pula,
sebuah gedung delapan lantai yang berfungsi sebagai penginapan di dekat
Masjidil Haram ambruk. Sedikitnya 73 orang tewas. (http://internasional.kompas.com/)
Catatan
Memahami Musibah
Musibah merupakan hal yang tak bisa
terelakkan, tapi bisa dihindari. Saat kejadian tentu siapa pun tak bisa
menghindar. Tapi, sebagai orang beriman kita diwajibkan berikhtiar, berusaha
untuk menjaga keselamatan, terhindar dari segala bencana, malapetaka, atau
musibah. Karenanya, ke depan, menurut
hemat saya ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian kita semua umat Islam,
pertama, bagi penyelenggara haji di
semua level dan tingkatan terutama Pemerintah Arab Saudi hendaknya berkaca dari
pengalaman pada tahun ini atau tahun-tahun sebelumnya untuk selalu memperbaiki
pelayanan pada tamu-tamu Allah. Pemerintah Arab Saudi secepatnya mengevaluasi
seluruh proses pelayan haji dan merencanakan perbaikan dalam segala hal untuk
persiapan haji berikutnya. Arab Saudi tidak bisa berlepas diri kemudian dengan
mudah menyalahkan jamaah. Bagaimanapun mereka penanggung jawab utama sebagai
khodimul haromain, pengelola dua kota suci umat Islam (mekkah-Madinah). Sangat
disayangkan, Pangeran Khaled al-Faisal, ketua Komite Pusat
Haji Kerajaan Arab Saudi, dengan mudah seakan melepas tanggung jawab yang ada
di pundaknya, menyalahkan jamaah haji asal negara-negara Afrika sebagai
penyebab desak-desakan.
Kedua, sebagai umatan wahidan (baca:umat
bersatu), selayaknya kita semua bersatu memperbaiki, merekontruksi ulang sistem
pelayanan haji di semua tingkatan dan level. Kita harus menghindari saling
menyalahkan. Arab Saudi harus berinisiatif membicarakannya secara terbuka
dengan negara-negara Islam lainnya dalam forum internasional. Karena bagaimana
pun persoalan haji tidak hanya persoalan Arab
Saudi, tapi persoalan negara-negara muslin secara keseluruhan.
Ketiga, saya tertarik dengan ajakan Fajar
Mukhtar (2015), Pemerintah
Saudi perlu belajar ke Karbala. Ya, ke
Karbala. Peringatan Asyura dan arbain Imam Husein as disebut-sebut sebagai gathering terbesar
di dunia. Menurut Wikipedia,
tahun 2014 saja ada 20 juta peziarah mendatanginya. Jumlah itu 10 kali lipat
orang yang melaksanakan ibadah haji. Bagaimana kota Karbala bisa mengatur jumlah peziarah yang sangat banyak
itu? Itu sangat menarik dan layak untuk dipelajari. Toh tak ada salahnya untuk
mencari sesuatu yang baik demi keselamatan Jemaah. Maaf, Saya tak sedang
membicarakan madhzabnya. (http://www.kompasiana.com/)
Keempat,
memperhatikan berbagai musibah atau tragedi
di setiap musim haji, saatnya (baca:tidak ada salahnya) bagi Pemerintah Arab
Saudi untuk mendengarkan, mempertimbangkan, menerima usulan beberapa negara muslim seperti
Iran, Libiya agar pengelolaan ibadah haji ditangani secara bersama oleh
negara-negara muslim. Pengelolaan bisa dikomandani oleh oraganisasi
negara-negara muslim seperti OKI.
Kelima,
selama ini, petugas haji kita baik team
kesehatan, pembimbing atau lainnya mereka bertugas bersamaan melaksanakan
ibadah haji. Hal ini sedikit banyak memecah konsentrasi dalam melaksanakan
tugas utama mereka sebagai petugas atau panitia haji. Ke depan mustinya mereka
fokus melaksanakan tugas memberi pelayanan pada jamaah, tidak menjalankan
ibadah haji.
Keenam,
bagi jamaah haji dari manapun asalnya, selayaknya menaati aturan, menjaga
kebersamaan, lebih mendahulukan kepentingan umum daripada ego pribadi.
Akhir kata,
hal-hal di atas mejadi PR bersama, kita semua umat Islam. Bukan saatnya kita
berbicara madzhab, kelompok, organisasi, negara, etnis, suku bangsa atau apa
pun perbedaan yang ada. Saatnya kita bersatu mengelola pelaksannan haji yang
lebih baik lagi di masa yang akan datang. Dan itu menjadi tanggung jawab
bersama. Semoga bisa terwujud dalam waktu yang akan datang. Semoga.
.
.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar