Pendidikan merupakan salah satu
faktor menentukan kemajuan sebuah bangsa. Sayangnya,
pendidikan di Indonesia masih belum merata dan membutuhkan peningkatan
kualitas. Menurut Namim AB Solihin (2015), seorang motivator dan trainer
pendidikan, setidaknya ada empat permasalahan pendidikan yang masih dihadapi di
Indonesia. Keempatnya adalah kurikulum, guru, budaya literasi di kalangan
pendidikan yang masih lemah, dan buku teks pelajaran yang digunakan masih lower
order thinking skill (LOTS).
Salah satu
yang disorot oleh banyak pihak termasuk Namim AB Solihin adalah guru. Guru
dianggap sebagai ujung tombak dalam dunia
pendidikan. Guru memilki peran penting dalam pendidikan. Diantara peran
guru adalah mencerdaskan, memberi ketrampilan, dan menjadikan siswa manusia
berkhlak dan berkarakter. Ini jelas
bukan peran sepele. Ini tanggung jawab besar bagi seorang berprofesi sebagai
guru. Sebagai sebuah tanggungjawab, guru wajib mengemban dan memikulnya dengan
baik. Tanggungjawab adalah amanat. Amanat kudu ditunaikan. Amanat akan dimintai pertanggungjawaban.
Pemerintah
telah mengupayakan berbagai program untuk meningkatan kualitas dan
profesionalitas guru. Diantara program itu adalah tunjangan sertifikasi guru
(TPG). Sertifikasi
guru adalah proses peningkatan mutu dan uji kompetensi tenaga pendidik dalam
mekanisme teknis yang telah diatur oleh pemerintah melalui Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan setempat, yang bekerjasama dengan instansi pendidikan tinggi yang
kompeten, yang diakhiri dengan pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang
telah dinyatakan memenuhi standar profesional.
Seperti
disebutkan dalam UU Nomor No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, TPG
bertujuan menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas
sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, meningkatkan
proses dan mutu hasil pendidikan, meningkatkan martabat guru meningkatkan
profesionalitas guru.
Nyatanya,
TPG tidak banyak membawa perubahan. Guru tetap disorot tajam. Guru dianggap
tidak berubah pasca pemberian TPG. Guru lebih sejahtera iya, tapi tetap tak
berkualitas. TPG hanya mengubah kehidupan dan kesejahteraan para guru. Hafid
Abbas (2015), guru besar Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta, menilai sertifikasi guru melalui portofolio dan
pelatihan 90 jam tak lebih dari formalitas belaka. Guru tidak dilatih,
melainkan hanya diberi sertifikat secara cuma-cuma. Hafid mengusulkan revisi
sertifikasi guru karena TPG yang diberikan tidak memberi dampak perbaikan atas
mutu pendidikan nasional.
Guru sakti
Untuk melaksanakan
amanat mulia di atas, menurut hemat saya, menjadi guru itu harus SAKTI. SAKTI
itu maksudnya sehat, agamis, kompeten, terampil dan inovatif. Kelima kata kunci
itu tidak sekadar selalu diingat tapi
harus ada pada guru. Guru diminta
menjaga, mengembangkan kelima hal itu.
Guru sakti
akan mampu mengantarkan peserta didik pada tujuan pendidikan. Yaitu menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berikut kelima
kata kunci itu. Pertama, guru harus
sehat. Kesehatan sangat penting bagi guru. Kewajiban mengajar 24 jam perminggu
menuntut hal itu. Dalam mendidik dan mengajar guru butuh stamina prima. Guru
tak boleh loyoh. Karenanya, guru mesti menjaga kesehatan dengan berolahraga,
mengatur pola makan. Guru pula kudu bebas narkoba. Narkoba adalah sumber
petaka. Narkoba tak hanya merusak kesehatan. Lebih jauh, narkobah merusak hidup
seseorang.
Sehat tidak
hanya jasmani, ruhani guru pun dituntut hal sama. Saat masuk kelas, pikiran
guru harus fokus. Tidak boleh terbelah. Persoalan di luar tugas harus ditinggal
di luar ruang kelas. Problematika hidup tidak boleh dicampur aduk dalam proses
belajar mengajar.
Kedua, agamis. Pengetahuan dan
pengamalan agama guru mendalam. Mereka seyogyanya memberi teladan dalam
mengamalkan ajaran agama. Kehidupan keseharian mencerminkan sebagai seorang
yang religius. Sehingga akan terpancar dari dirinya akhlak mulia dan karakter
nan kuat.
Ketiga, memiliki kompetensi. Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 10 ayat (1), kompetensi
guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang
diperoleh melalui pendidikan profesi.
Potensi
pedagogik adalah kemampuan guru dalam memahami peserta didik, merancang dan melaksanakan
pembelajaran, mengevaluasi hasil belajar, serta mengembangan
peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi dirinya
secara maksimal.
Kompetensi
Kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang
mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan
berakhlak mulia. Kompetensi ini akan
mencerminkan guru sebagai orang tua di sekolah yang membimbing, menyayangi
peserta didik.
Kompetensi
Profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam,
yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang
menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi
keilmuannya.
Kompetensi
Sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara
efektif dengan peserta didik, tenaga
kependidikan, orang tua/wali peserta
didik, dan masyarakat sekitar.
Keempat, terampil. Guru dituntut
terampil dalam segala hal. Guru hebat adalah mereka yang serba bisa.
Ketrampilan dalam segala hal akan membantu dalam mendidik dan mengajar. Lebih
khusus guru kudu terampil dalam membuka dan menutup pelajaran, melakukan
variasi metode, memancing siswa bertanya, berkomunikasi menyampaikan materi,
memberi penguatan materi, memimpin dan memfasilitasi kegiatan diskusi,
menggunakan media dan teknologi (IT) serta mengelola kelas.
Kelima, inovatif. Guru inovatif adalah
mereka yang gemar melakukan pembaharuan dalam segala hal terkait belajar
mengajar. Pembaharuan akan mengindari kejenuhan peserta didik. Peserta didik
akan senang dan nyaman di kelas mengikuti setiap inovasi yang dilakukan guru.
Untuk itu guru sepantasnya belajar terus mencari hal-hal baru baik mengenai metode,
materi ajar atau lainnya.
Walhasil, guru
memiliki peran penting dalam kemajuan pendidikan di negeri ini. Sewajarnya jika
guru meningkatkan kualitas dan profesionalitasnya. Karenanya, mereka wajib
SAKTI. Yakni sehat, agamis, kompeten, terampil dan inovatif. Guru sakti akan
mengantarkan peserta didik ke tujuan pendidikan nasional. Guru sakti akan
memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia pada waktu yang akan datang. Wa Allahu Alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar