Beberapa waktu lalu, tepatnya tanggal
6 sampai 8 Oktober 2015, Fahmina institute Cirebon telah menyelenggarakan
pelatihan HAM dan Hak Kewarganegaraan. Pelatihan dilaksanakan di desa Manis Lor
Kecamatan Jalaksana Kabupaten Kuningan. Kegiatan yang digelar selama tiga hari
itu, menurut Rosidin, direktur Fahmina institut bertujuan untuk membangun
kepedulian dan sensitivitas generasi muda terhadap pelanggaran hak kebebasan
beragama dan intoleransi di tengah masyarakatnya. Kemudian membangun dialog
antara generasi muda yang berbeda agama/keyakinan. Selain itu peserta dibekali
ketrampilan mendokumentasikan tindakan diskriminasi atas nama agama maupun
keyakinan.
Dari kegiatan tersebut diharapkan,
peserta latihan mampu berkontrobusi bagi masyarakat di lingkunganya,
menciptakan tatanan sosial yang adil, damai. Karena meskipun hak warga negara
mnoritas dilindungi undang-undang namun realitasnya seringkali tak sejalan.
(Radar Cirebon, Edisi Rabu, 28 Oktober 2015)
Kegiatan yang dilaksanakan Fahmiina
Institute sungguh sangat penting dan strategis. Penting karena belum meratanya
pemahaman HAM dan Hak Kewarganeraan yang
benar di tengah masyarakat. Strategis karena banyaknya indikasi pelanggaran HAM
seperti sikap intolerasnsi terhadap kelompok minoritas dan pengabaian hak warga
negara dalam masyarakat. Sebut saja kasus Salim Kancil di Lumajang. Berdasarkan
kajian dan dan investigasi Komnas HAM, kasus tewasnya aktivis yang menentang
penambangan pasir ilegar itu dinyatakan telah
melanggar HAM. Terbaru, beberapa waktu lalu, Walikota Bogor Arya Bima
menerbitkan surat edaran pelarangan peringatan Asyuroh bagi warga Syiah. Surat
edaran itu disinyalir banyak pihak aneh, bahkan Mahfud MD, mantan Ketua MK
menyebutnya ngawur. Arya Bima dianggap telah melanggar HAM terhadap kaum
minoritas, penganut madzhab Syiah. Bukankah merayakan peringatan keagamaan
termasuk hak paling dasar manusia, terlepas apa keyakinannya. Ini memang sangat
janggal, ironis, memalukan sekaligus memilukan.. Seorang kepala daerah dengan
terang-terangan merampas hak paling
dasar rakyatnya.
Beberapa
waktu lalu, kita juga membaca di harian
ini, di kabupaten Cirebon ratusan warga masyarakat tak bisa membuat akte untuk anak-anak mereka.
Pasalnya, surat kawin yang menjadi syarat pembuatan akte disinyalir palsu. Pemalsuan
dilakukan oleh perangkat desa, dalam hal ini Lebe. Pasangan suami-istri
dikawinkan tanpa dilaporkan ke KUA. Padahal mereka membayar seusuai aturan yang
berlaku. Warga diberi surat nikah palsu. Ini jelas pelanggaran. Memperoleh
surat menikah, akte anak, atau lainnya adalah hak warga negara.
Apa HAM, Hak Kewarganegaraan itu?
HAM kepanjangan dari Hak Asasi
Manusia. Yaitu hak yang paling dasar yang dimiliki manusia. Hak tersebut harus diterima oleh
manusia siapa pun dia. Yang kaya, miskin, pejabat, rakyat jelata, semua manusia
tak memandang status dan kedudukan. Hak itu ada sejak lahir dan merupakan
martabat manusia. Para pakar, mendefinisikannya dengan beragam. Menurut C. de Rover, HAM
adalah hak hukum setiap orang sebagai manusia. Hak-hak universal dan tersedia
untuk semua orang, kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan. Hak-hak tersebut
dapat dilanggar, tetapi tidak pernah dapat dihilangkan. Hak asasi manusia
adalah hak-hak hukum, ini berarti bahwa hak-hak ini adalah sah. Hak asasi
manusia dilindungi oleh Konstitusi dan hukum nasional dan di banyak negara di
dunia. Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dibawa manusia sejak lahir
sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia yang harus dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap
orang. Hak asasi manusia bersifat universal dan abadi. Franz Magnis- Suseno mendefinisikan lain. Menurutnya, HAM adalah hak-hak manusia tidak seperti yang
diberikan kepadanya oleh masyarakat. Jadi bukan karena hukum positif, tetapi
dengan martabat sebagai manusia. Manusia memilikinya karena ia adalah manusia.
Sedangkan menurut Nomor 39 Tahun 1999, HAM
adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Hak itu adalah kasih karunia-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Adapun
Hak kewarganegaraan dapat diartikan sebagai hak yang harus diterima oleh warga
negara dari negaranya. Dalam UUD 1945 Pasal 27
ayat 2 ditegaskan, setiap warga
negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjungjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya.
Lebih
jauh UUD 1945 menjelaskan haak warga negara dan HAM sebagi berikut: 1)hak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak sesuai Pasal 27 ayat 2 yang bebunyi, tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusian, 2)hak untuk hidup dan mempertahankan
kehidupan, sesuai Pasal 28 A, 3)hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan
keturanan melalui perkawinan yang sah (Pasal28 B ayat 1) 4)hak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang, 5)hak untuk mengembangkan diri, mendapatkan pendidikan, ilmu
pengetahuan dan tekhnologi, meningkatkan kualitas hidup demi kesejahteraannya
(Pasal 28 C ayat 1) 6)kemerdekaan berserikat (pasal 28), 7)pengakuan yang sama
di hadapan hukum (Pasal 28 D) 8)kebebasan memeluk agama (Pasal 28 E)
9)memperoleh, menyimpan, menyampaikan informasi (Pasal 28 F) 10)perlindungan
diri, keluarga, harta benda (Pasal 28 G)
Pasal-pasal
diatas harus menjadi jaminan bahwa setiap warga negara terlindungi hak asasi
dan hak kewarganegaraannya. Negara harus menjamin hak-hak warganya. Dan
sebagai warga yang baik kita harus
memahami hak-hak tersebut kemudian menuntut bila hak-hak itu diabaikan oleh
negara.
Masyarakat
diminta mengawasi bersama, tanggap bila ada pelanggaran HAM di lingkunganya.
Kemudian berani melaporkannya ke pihak berwenang. Pengawasan bersama diharap
mampu mengurangi pelanggaran HAM.
Akhir
kata, memahami HAM dan hak dan kewarganegaraan sedikit banyak membantu
mengurangi tindakan pelanggaran HAM. Memahami diharpkan menghadirkan kesadaran
bersama. Kesadaran bersama dapat mengontrol tindakan yang akan dilakukan
masyarakat. Di sini pentingya pemahaman HAM dan Hak kewargengaraan. Dan apa
yang digagas Famina Institute layak mendapat sambutan semua pihak. Wa Allahu Alam