Anda juga saya pasti menyadari betapa
besarnya jasa penemu lampu. Lampu telah menerangi dunia dan kehidupan manusia.
Lampu sangat membantu hidup kita semua. Anda tau siapa penemu lampu? Thomas
Alva Edison jawabanya. Thomas Alva Edison adalah salah satu ilmuan abad ke 19
yang banyak menemukan temuan ilmiah. Ribuan temuan yang telah dicapai olehnya.
Thomas Alva Edison tercatat sebagai ilmuan besar yang paling banyak menemukan
temuan ilmiah sepanjang sejarah. Thomas Alva Edison dipandang sebagai salah seorang pencipta paling
produktif pada masanya, memegang rekor 1.093 paten atas namanya. Temuan pertamanya adalah mesin alat
penghitung untuk membantu proses pemilu.
Thomas Alva Edison lahir di Milan,
Ohio, Amerika
Serikat pada tanggal 11 Februari 1847. Pada masa kecilnya di Amerika
Serikat,Edison selalu mendapat nilai buruk di
sekolahnya. Oleh karena itu ibunya memberhentikannya dari sekolah dan mengajar
sendiri di rumah. Di rumah dengan leluasa Edison kecil dapat membaca buku-buku
ilmiah dewasa dan mulai mengadakan berbagai percobaan ilmiah sendiri. Pada Usia
12 tahun ia mulai bekerja sebagai penjual koran, buah-buahan dan gula-gula di
kereta api. Kemudian ia menjadi operator telegraf, Ia pindah dari satu kota ke
kota lain. Di New York ia diminta untuk menjadi kepala mesin telegraf yang
penting. Mesin-mesin itu mengirimkan berita bisnis ke seluruh perusahaan
terkemuka di New York. (https://id.wikipedia.org)
Dunia pendidikan di Indonesia sudah berkali-kali berganti
kurikulum. Pergantian kurikulum tentu disertai dengan perubahan pendekatan,
metode belajar mengajar, cara penilaian dan lainnya. Dikutip dari laman Ditjen Dikti Kemendikbud (2014),
pendidikan kita telah mengalami pergantian kurikulum sebanyak sepuluh kali. Perubahan
kurikulum itu terjadi pada 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004,
2006 dan 2013. Perubahan itu sendiri merupakan keniscayaan sebagai konsekuensi
perubahan zaman. Dari berbagai kurikulum, pendekatan, metode, cara belajar yang
pernah diberlakukan, nampaknya dunia pendidikan kita masih belum menemukan
kecocokan sehingga pergantian kurikulum, pendekatan, metode, cara belajar tak
bisa terelakan. Terakhir, kita masih ingat, Kurikulum 2013 yang baru satu
semester diberlakukan kembali dihentikan. Kurikulum kembali mengacu ke KTSP
tahun 2006. Alasan utamanya adalah penyempurnaan, dan mempersiapkan segala
sesuatunya sebelum pemberlakuan. Untuk menambah wacana dan refrensi kita
tentang hal-hal di atas, tidak salah bila kita mengungkap cara belajar di balik
sukses seorang Thomas
Alva Edison.
Cara
Belajar
Wahyu Indra Permana (2015) dalam
bukunya Thomas Alva Edison Saja Pernah
Gagal menyebutkan beberapa cara
belajar seorang Thomas Alva Edison. Diantararanya
sebagai berikut, pertama. sering
bertanya. Menurut Martin Heidegger, seorang filusuf, manusia adalah makhluk
penanya. Manusia mempertanyakan setiap sesuatu termasuk eksistensi dirinya di
dunia. Franz Magnis Suseno (2006), menambahkan bahwa manusia adalah makhluk
yang tak pernah sampai. Artinya, manusia berwatak tak pernah puas. Itulah
sebabnya manusia selalu bertanya tentang apa yang belum dipahaminya. Bertanya
digunakan Thomas Alva Edison sebagai cara belajar. Tak jarang ia menanyakan
berulang-ulang tentang hal yang sama dengan tujuan memperkuat hafalan atau
mempertajam penguasaan terhadap materi yang ditanyakan. Saat masih sekolah,
guru-gurunya sering dibuat kesal karena rentetan pertanyaan yang disampaikan.
Thomas selalu tak puas, selalu memunculkan pertanyaan baru setelah mendapat
jawaban.
Kedua, belajar adalah mencoba. Bagi Thomas
Alva Edison belajar itu harus mencoba. Belajar tidak cukup dengan retorika atau
teori. Satu waktu, Thomas kecil melihat induk ayam sedang mengeram
telur-telurnya. Karena tak mengerti apa yang dilihatnya Thomas kecil bertanya
pada ibunya tentang apa yang sedang dilakukan oleh sang induk ayam. Ibunya
menjelaskan bahwa ayam itu sedang mengeram agar telur-telur itu bisa menetas.
Jawaban ibunya nampaknya belum membuat Thomas puas. Di lain kesempatan, saat
Thomas Alva Edison beserta ibunya berkunjung ke rumah saudaranya yang kebetulan
memiliki banyak binatang ternak termasuk ayam, Thomas tanpa sepengetahuan
ibunya juga saudaranya diketemukan sedang asyik duduk (baca:seperti induk ayam
mengeram) di atas tumpukan telur. Saat ibunya menanyainya untuk apa melakukan
itu? Dijawabnya, agar telur ayam itu menetas. Nampaknya, bagi Thomas Alva
Edison teori tak cukup tapi harus mencoba. Dan nyatanya dengan mencoba atau
praktek penguasaan terhadap sesuatu akan lebih kuat.
Ketiga, belajar itu sampai tuntas. Belajar itu harus sampai akar-akarnya.
Saya ingat satu ungkapan, belajar banyak walau tentang sedikit lebih baik dari
belajar sedikit tentang banyak hal. Pengetahuan seseorang yang mendalam tentang
satu hal lebih baik dibanding pengetahuan sepintas tentang banyak hal. Kaitan
dengan ini Thomas Alva Edison pernah mengatakan, ada lebih banyak peluang
dibanding kemampuan. Artinya, setiap
orang tidak memiliki cukup kemampuan untuk mengungkap segala kemungkinan yang
dapat menjadi peluang untuk menjadi orang sukses. Karenanya kemampuan yang
mendalam tentang satu hal saja bisa jadi mengantar seseorang menjadi sukses.
Keempat, mencintai dan menikmati belajar.
Mencintai adalah syarat mutlak untuk menguasai ilmu. Berawal dari cintai
tersebut lahir kenikmatan dalam belajar. Contoh sederhana kenapa anak-anak
didik alergi atau takut mempelajari matematika? Karena tidak ada rasa cinta.
Walaupun kebencian mereka terhadap matematika dilatarbelkangi oleh
pengalaman-pengalaman negatif dari luar yang belum tentu benar. Kekosongan
cinta dalam hati akan menyiksa saat mempelajari sesuatu. Nah, bila demikian tidak
mungkin akan menguasai apalagi menikmati mempelajarinya.
Kelima, menerapkan hidup 3 B. Yaitu belajar,
bekerja, dan berkaya. Belajar lebih diartikan sebagai menekuni ilmu pengetahuan
baik yang tertulis dalam literatur maupu yang diperoleh melalu pengamatan
langsung. Bekerja artianya melakukan sesuatu yang mendatangkan manfaat buat
orang banyak. Berkraya berarti menciptakan sesuatu, memiliki kreatiftas tinggi
untuk memotivasi hadirnya hal-hal baru. Thomas Alva Edison menghabiskan waktu
untuk ketiga hal itu yang menjadi prisnsip hidupnya.
Akhir
kata, bagaimana orang menjadi sukses bergantung bagaimana cara belajarnya.
Belajar tidak harus di sekolah. Di luar sekolah pun bila menemukan cara belajar
yang tepat dan cocok bisa mengantarkan pada kesuksesan, Thomas Alva Edison contohnya. Nah, saatnya
mencari, menemukan cara belajar yang pas, cocok semoga kesuksesan menyertai
kita semua. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar