Kloter demi kloter jamaah haji
Indonesia tiba di tanah air. Mereka baru saja melaksanakan ibadah haji, salah
satu rukun Islam. Ibadah haji merupakan ibadah yang menuntut semangat juang pelakunya. Ibadah
haji disebut ibadah badaniyah, ruhaniyah dan Maliyah. Yakni ibadah yang
membutuhkan kekutan fisik (baca:kesehatan prima), juga kemampuan finansial
yakni memiliki harta benda atau bekal yang cukup, disamping tentu kesiapan
jiwa.
Musim haji tahun ini sangat
memperhatinkan. Pasalnya, musibah secara beruntun menimpa jamaah haji, termasuk
jamaah Indonesia. Diawali dengan jatuhnya alat berat crane di atap
Masjidil Haram karena diterjang angin dan badai yang terjadi pada Jumat
(11/9/2015) Ratusan orang meninggal dalam musibah ini, termasuk 11 jamaah haji
asal Indonesia. Kemudian, Kebakaran
yang menimpa pemondokan haji 403 yang dihuni jemaah asal Indonesia di wilayah
Aziziyah Utara di Kota Mekah, Arab Saudi, Rabu, 16 September 2015, waktu setempat.
Peristiwa kebakaran terjadi pukul 23.30 di kamar nomor 810. Penyebabnya adalah
seorang jamaah memasak nasi dengan rice cooker lalu kelupaan dan ditinggal pergi ke
Masjidil Haram. Tidak
ada korban dalam musibah ini. Saat terjadi kebakaran, semua penghuni pemondokan
yang berjumlah 1.024 jemaah langsung dievakuasi ke Hotel Holiday Inn, tidak
jauh dari pemondokan.
Disusul, Selasa
(22/9/2015) malam, puluhan tenda jamaah
haji Indonesia di Padang Arafah roboh diterpa angin kencang. Tenda-tenda yang
roboh tersebut berada di maktab nomor 8 dan 9 yang dihuni jamaah haji dari
Banten, Jakarta Selatan, dan Depok. Robohnya tenda disebabkan angin
kencang disertai klat yang menerpa Padang Arafah selepas Isya. Jamaah yang
sedang berada di dalam tenda sudah menduga tenda mereka akan roboh. Mereka pun
memutuskan untuk keluar dari tenda.
Dan yang
terakhir, Mina kembali berduka. Ribuan orang meninggal dunia dan terluka dalam musibah itu ,
termasuk puluhan jamaah Indonesia karena terinjak-injak saat melakukan prosesi
ibadah pelemparan
jumrah di Mina, Kamis, 24 September 2015. Tragedi memilukan yang menimpa jamaah itu sampai saat ini masih
dilakukan investigasi berkaitan dengan jumlah korban meninggal, korban luka, dan
yang hilang, termasuk sebab kejadian, dan siapa yang bertanggung jawab.
Tercatat, sampai saat ini, masih puluhan jamaah Indonesia yang belum kembali ke
pemondokan. Menteri Agama terpaksa mengundurkan jadwal kepulangannya ke tanah
air. Kementerian Agama RI, sebagai penanggung jawab jamaah haji telah membentuk
empat team pencari korban, untuk mencari mereka yang hilang atau belum kembali
ke pemondokan.
Evaluasi
Pelaksanaan ibadah haji tahun ini
mendapat sorotan tajam dari berbagai elemen masyarakat dunia, juga negara-negara
muslim asal jamaah. Pasalnya ibadah haji tahun ini diwarnai berbagai musibah. Musibah
merupakan hal yang tak bisa terelakkan, tapi bisa dihindari. Saat kejadian
tentu siapa pun tak bisa menghindar. Tapi, sebagai orang beriman kita
diwajibkan berikhtiar, berusaha untuk menjaga keselamatan, terhindar dari
segala bencana, malapetaka, atau musibah. Karenanya, ke depan, sebagai bahan evaluasi pelaksanaan ibadah
haji, menurut hemat saya ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian kita
semua umat Islam, pertama, bagi
penyelenggara haji di semua level dan tingkatan terutama Pemerintah Arab Saudi hendaknya
berkaca dari pengalaman pada tahun ini atau tahun-tahun sebelumnya untuk selalu
memperbaiki pelayanan pada tamu-tamu Allah. Pemerintah Arab Saudi secepatnya
mengevaluasi seluruh proses pelayan haji dan merencanakan perbaikan dalam
segala hal untuk persiapan haji berikutnya. Arab Saudi tidak bisa berlepas diri
kemudian dengan mudah menyalahkan jamaah. Bagaimanapun mereka penanggung jawab
utama sebagai khodimul haromain, pengelola dua kota suci umat Islam
(mekkah-Madinah). Sangat disayangkan, Pangeran Khaled
al-Faisal, ketua Komite Pusat Haji Kerajaan Arab Saudi, dengan mudah seakan
melepas tanggung jawab yang ada di pundaknya, menyalahkan jamaah haji asal
negara-negara Afrika sebagai penyebab desak-desakan.
Kedua, sebagai umatan wahidan (baca:umat
bersatu), selayaknya kita semua bersatu memperbaiki, merekontruksi ulang sistem
pelayanan haji di semua tingkatan dan level. Kita harus menghindari saling
menyalahkan. Arab Saudi harus berinisiatif membicarakannya secara terbuka
dengan negara-negara Islam lainnya dalam forum internasional. Karena bagaimana
pun persoalan haji tidak hanya persoalan Arab
Saudi, tapi persoalan negara-negara muslin secara keseluruhan.
Ketiga, saya tertarik dengan ajakan Fajar
Mukhtar (2015), Pemerintah
Saudi perlu belajar ke Karbala. Ya, ke
Karbala. Peringatan Asyura dan arbain Imam Husein as disebut-sebut sebagai gathering terbesar
di dunia. Menurut Wikipedia,
tahun 2014 saja ada 20 juta peziarah mendatanginya. Jumlah itu 10 kali lipat
orang yang melaksanakan ibadah haji. Bagaimana kota Karbala bisa mengatur jumlah peziarah yang sangat banyak?
Itu sangat menarik dan layak untuk dipelajari. Toh tak ada salahnya untuk
mencari sesuatu yang baik demi keselamatan Jemaah. Maaf, Saya tak sedang
membicarakan madhzabnya. (http://www.kompasiana.com/)
Keempat,
memperhatikan berbagai musibah atau tragedi di
setiap musim haji, saatnya (baca:tidak ada salahnya) bagi Pemerintah Arab Saudi
untuk mendengarkan, mempertimbangkan, menerima usulan beberapa negara muslim seperti
Iran, Libiya agar pengelolaan ibadah haji ditangani secara bersama oleh
negara-negara muslim. Pengelolaan bisa dikomandani oleh oraganisasi
negara-negara muslim seperti OKI.
Kelima,
selama ini , petugas haji kita baik team
kesehatan, pembimbing atau lainnya mereka bertugas bersamaan melaksanakan
ibadah haji. Mereka seperti menyelam sambil minum air. Hal ini sedikit banyak memecah konsentrasi
dalam melaksanakan tugas utama mereka sebagai petugas atau panitia haji. Ke
depan mustinya mereka fokus melaksanakan tugas memberi pelayanan pada jamaah,
tidak dibarengi dengan menjalankan ibadah haji.
Keenam,
bagi jamaah haji dari manapun asalnya, selayaknya menaati aturan, menjaga
kebersamaan, lebih mendahulukan kepentingan umum daripada ego pribadi.
Akhir kata,
hal-hal di atas mejadi PR bersama, kita semua umat Islam. Bukan saatnya kita
berbicara madzhab, kelompok, organisasi, negara, etnis, suku bangsa atau apa
pun perbedaan yang ada. Saatnya kita bersatu mengelola pelaksannan haji yang
lebih baik lagi di masa yang akan datang. Dan itu menjadi tanggung jawab
bersama. Dan semoga ibadah haji tahun ini diterima oleh Allah, dikategorikan
haji mambrur yang tak ada balassan kecuali surga. Amin. Wa Allahu ‘Alam
Penulis adalah Guru Pendidikan Agama Islam,
tinggal di Indramayu
.
.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar