Banyak hal di tangan Presiden Jokowi
menjadi beda. Setiap permasalahan di negeri ini ingin diselesaikan dengan
secepat mungkin, tuntas, terkadang harus merubah secara mendasar. Dan untuk
itu, Jokowi berani melawan arus, ditentang oleh khalayak, bahkan dicacimaki
sebagian rakyat. Jokowi sangat teguh dalam pendirian. Apa yang diyakininya
pasti akan dijadikan sebuah keputusan, tentu setelah mengkaji, menyiapkan
segala sesuatunya. Jokowi sangat menyukai hal-hal yang bersifat terobosan.
Apalagi terobosan yang mirip revolusi. Yakni terobosan yang dapat mengurai
permasalahan sampai ke akar-akarnya. Diantara terobosan yang sedang dilakukan
oleh Presiden Jokowi adalah persepakbolaan Indonesia.
Sejak awal Jokowi mempertanyakan,
kenapa sepak bola Indonesia tak pernah meraih prestasi yang membagakan? Bola di
tanah air hanya mendatangkan kerusuhan. Dan yang paling prihatin, bola hanya
menjadi ajang judi. Bola jauh dari sportifitas. Bola sungguh telah jauh
menyimpang dari tujuan awalnya sebagai sarana olahraga rakyat, yang menghibur,
bernilai ekonomi, juga menghadiahkan prestasi bagi negeri. Banyak hal yang
dipertanyakan oleh Jokowi tentang tata kelola persepakbolaan oleh PSSI.
Keangkuhan PSSI yang mengabaikan kehadiran negara mendorong Menpora, Imam
Nahrawi dengan tegas dan berani membekukan PSSI.
Pembekuan PSSI membuat meradang mania
bola di tanah air. Mereka berpikir Jokowi telah membunuh persepakbolaan di
Indonesia. Karena dengan pembekuan itu Indonesia akan dihadapkan dengan sanksi
FIFA. Dan bila sanksi FIFA jatuh, bola Indonesai tak akan bisa lagi berlaga di
level internasional. Harapan mereka Pemerintah memperbaiki tata kelola bola di
tangan PSSI, tak harus membekukan dan membubarkannya.
Pandangan Pemerintah berbeda dengan
mania bola di bawah. Pemerintah menilai PSSI sudah tak bisa diperbaiki. PSSI
tak bisa diintervensi. Hal ini, paling tidak yang sering didengung-dengungkan
oleh pengurus PSSI sendiri. Bahwa PSSI hanya patuh pada statuta FIFA. Tidak
diberikan cela sedikit pun untuk Pemerintah masuk ke PSSI. Kesombongan dan
kecongkakan pengurus PSSI memaksa Presiden melalui Menpora Imam Nahrawi berbuat tegas, tanpa kompromi. Kepungurusan PSSI
harus bubar, dan dibekukan.
Jokowi tidak hanya membekukan PSSI,
tanpa solusi. Karena diyakini pemerintah, pembekuan saja akan menyengsarakan
semua pihak yang terkait dengan si kulit bundar ini. Karena itu, untuk mengisi
kekosongan, menghindari kevakuman sepak bola di tanah air. Pemerintah menggelar
dua turnamen hampir secara bersamaan, yakni turnamen Piala Kemedekaan, dan
Piala Presiden.
Seperti diketahui, Piala Kemerdekaan telah berakhir pada 13 September
2015. Klub PSMS Medan yang keluar sebagai juara Piala Kemerdekaan berhak
mendapatkan uang hadiah sebesar 1,5 miliar rupiah. Sedangkan Persinga Ngawi
yang tampil sebagai runner-up, akan mendapatkan 1 miliar.
Kemudian Piala Presiden berakhir pada Minggu
malam 18 Oktober 2015. Partai final
menjadi puncak kemeriahan, kegembiraan para pecinta bola di tanah air.
Laga bergengsi antara Persib Bandung dan Sriwijaya FC itu telah mengobati
kerinduan masyarakat luas terhadap event bergengsi sepak bola Indonesia. Laga
yang digelar di Gelora Bungkarno itu menjadi hiburan rakyat yang sangat berarti
di tengah kepenatan hidup baik karena tekanan ekonomi, gunjang-ganjing politik,
atau problematika bangsa lainnya. Presiden Jokowi pun turut hadir menyaksikan
laga dua club terbaik hasil seleksi dalam Piala Presiden.
Laga final Piala Presiden berakhir
denga skor 2- 0 untuk kemenangan Persib Bandung.
Persib Bandung berhasil
membawa pulang trofi Piala Presiden 2015. Yaitu sebuah trofi unik, tak dibuat
dari emas seperti piala kebanyakan, namun dari kayu jati. Trofi itu dibuat khusus oleh Ida
Bagus Ketut Lasem, perajin asal Desa Kemenuh, Kabupaten Gianyar, Bali. Piala setinggi 60 sentimeter dengan berat 15 kilogram
dan lebar 25 sentimeter diserahkan langsung oleh Presiden Jokowi.. Sementara
Sriwijaya FC harus puas berada di urutan kedua setelah berjuang keras selama
dua kali empat puluh lima menit.
Seusai
menutup Piala Presiden di Gelora Bung Karno, Jokowi menegaskan, bahwa setelah ini akan
digelar kembali berbagai turnamen. Karena itu, bagi pemain dan semua yang
terlibat harus senantiasa mempersialpkan diri. Berlatih, terus jangan berhenti.
Bola di tanah air akan kembali hidup, tentu beprestasi lebih baik lagi.
Demikian keyakinan Jokowi disampaikan kepada pers. Sekarang turnamen Piala
Sudirman akan bergulir. Turnamen yang digagas TNI dalam merayakan ultahnya yang
ke 70 itu akan mulai digelar 14 Nopember 2015 mendatang. Ada 15 club yang sudah
siap berkompetisi. Turnamen ini rencananya akan digelar di tiga kota yaitu,
Bali, Malang dan Surabaya.
Harapan
Baru
Pembenahan, perombakan atau revolusi
bola yang dilakukan oleh Pemerintah nampaknya sekarang sudah menemui titik
terang. Kebuntuhan komunikasi antara pemerintah, PSSI, serta pengelola Bola
dunia, FIFA dan AFC nampaknya segera berakhir. Ada secercah harapan bagi
persepakbolaan Indonesia. Kemaren Senin 2 Nopember 2015, lembaga pengelola boa
dunia FIFA dan AFC datang Ke Indonesia.
FIFA menyatakan bahwa sepak bola Indonesia
butuh reformasi. Pandangan tersebut tertuang dalam pernyataan resmi FIFA
setelah delegasi yang dipimpin oleh anggota Komite Eksekutif, Kohzo Tashima,
menjalani pertemuan dengan Presiden Republik Indonesia. Kedatangan delegasi
FIFA bertujuan untuk membahas sanksi untuk Indonesia yang berlangsung sejak 30
Mei 2015. Mereka ingin mendengar penjelasan dari pemangku kepentingan sepak
bola Indonesia, dalam hal ini PSSI dan pemerintah. (http:(//bola.kompas.com/)
Dalam
pertmuannya dengan FIFA-AFC, Presiden menyampaikan semua hal yang menjadi
permasalahan bola di tanah air secara terbuka. Mulai dari sikap pengurus PSSI yang
dinilai tak bisa bekerja sama dengan pihak pemerintah dalam memperbaiki sepak
bola, prestasi yang jauh dari harapan, sampai soal pengaturan skor dan judi bola di
sekitar tubuh PSSI.
Dari
pertemuan Pemerintah-FIFA dan AFC tersebut, menurut hemat saya, ada perkembangan yang cukup signifikan bagi
perbaikan sepak bola di tanah air, pertama,
terbukanya komunikasi pemerintah dengan FIFA. Dengan terjalinnya
komunikasi yang baik di antara kedua
belah pihak diharapkan mampu menyamakan persepsi tentang upaya perbaikan yang
ingin dilakukan Pemerintah.
Kedua,
pertemuan itu dapat ditindaklanjuti oleh kedua belah pihak. Ke depan,
seperti yang disampaikan pemerintah akan dibentuk team khusus. Tindak lanjut
tersebut akan diambil tentu setelah delegasi FIFA, AFC melaporkan dan
membahasnya terlebih dahulu di markas mereka masing-masing.
Ketiga,
team khusus akan menjadi penentu masa depan bola Indonesia. Melihat dari
itikad dan kesepahaman kedua belah pihak (Pemerintah-FIFA-AFC), nampaknya kita
optimis, wajah sepak bola Indonesia kembali tersemyum, menatap dunia dengan
segudang prestasi.
Akhir kata, pertemuan Pemerintah-FIFA
dan AFC menjadi angin segar, berita gembira buat kita semua, bangsa Indonesia.
Ini menjadi titik terang dalam memperbaiki persepakbolaan tanah air. Titik
terang ini harus diubah menjadi harapan ke depan oleh semua pihak, Pemerintah,
PSSI, bola mania, rakyat Indoneia
umumnya. Dan semoga di tangan Jokowi,
bola dapat berjaya. Amin. Wa Allahu Alam,
Tulisan dimuat di Harian Radar, Rabu 4 Nopember 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar