Secara mengejutkan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi membatalkan rencana
pengangkatan 400 ribuan tenaga honorer K2 menjadi Aparatur Sipil Negara. Awalnya
pengangkatan itu akan dilakukan secara bertahap mulai 2016 sampai 2019. Setiap tahun direncanakan
akan diangkat 100 ribuan honorer K2. Janji pemerintah, kini hanya tinggal
angan. Penyebabnya, karena dukungan politik dari anggota DPR untuk proses
pengangkatan tenaga honorer K2 ternyata tidak berdampak pada ketersediaan
anggaran.
Dengan berat hati,
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Yuddy
Chrisnandi mengatakan, pengangkatan tenaga honorer itu terbentur anggaran. Jangankan
untuk anggaran gaji, duit untuk proses pengangkatannya saja tidak ada di dalam
postur APBN 2016. Kita minta tambahan anggaran sekitar Rp 20 miliar untuk
proses verifikasi-validasi dan untuk proses rekrutmen saja juga tidak dapat.
Demikian ungkap sang Menteri.
Padahal menurut Yuddy, proses pengangkatan tenaga honorer K2 itu
tidak bisa dilepaskan dari verifikasi dan validasi. Sebab pemerintah tidak
ingin ada tenaga honorer siluman ikut masuk menjadi CPNS.Yuddy menjelaskan
pengangkatan tenaga honorer K2 menjadi CPNS memang pelik sekali. Di satu sisi
pengangkatan ini terkait dengan sisi kemanusiaan. Apalagi ada banyak tenaga
honorer yang sudah mengabdi lama dan tidak bisa ikut tes CPNS umum karena usia
lanjut. Di sisi lain, pemerintah memiliki keterbatasan anggaran untuk urusan gaji
dan aneka tunjangan pegawai negeri. (http://www.jawapos.com/)
Keputusan
pemerintah ini bagai petir di siang hari, sangat mengejutkan sekaligus
menyakitkan bagi honorer K2. Karena sebelumnya, tepatnya 15
September 2015, di hadapan Komisi II DPR, Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Yuddy
Chrisnandi berjanji akan mengangkat seluruh honorer K2 sebanyak 439.965 orang. Setelah kami berhitung dan mempertimbangkan dampak
positif dan negatifnya, kami putuskan untuk mengangkat seluruh honorer K2,
kata Yuddy pada rapat kerja Komisi II DPR tersebut. Yuddy bahkan menambah lebih dari
jumlah honorer K2. Jika hanya tercatat 439.965, ia membulatkanya menjadi 440
ribu orang
Sekarang secara sepihak, Men-PAN-RB
menarik, mengingkari janjinya sendiri. Sebagai pejabat negara Men-PAN-RB telah
mengingkari janji secara terbuka di depan publik. Ini kejadian langkah, bahkan
sepengetahuan saya, hanya satu-satunya menteri yang dengan ceroboh telah
melakukannya. Ingkar janji MenPAN-RB ini, menurut saya, menunjukkan hal-hal
berikut:pertama, menunjukkan kecerobohan.
Pejabat sekelas Menteri harusnya dalam mengambil setiap keputusan itu dilakukan
setelah kajian mendalam dan menyeluruh terhadap permaslahan. Kalau sekarang
beralasan tidak ada anggaran, pertanyaanya apa kemaren saat mengambil keputusan
akan mengangkat tenaga honorer K2 menjadi ASN tidak dihitung terlebih dahulu?
Kalau dihitung, berarti hitungannya salah. Artinya, di sini bisa disimpulkan
MenPAN-RB bekerja tidak profesional. Apalagi kalau tidak dihitung, itu jelas
merupakan kesalahan fatal, sangat
ceroboh.
Kedua,
menunjukkan bahwa Men-PA-RB tidak memiliki pendirian. Keputusan yang diambil bisa
jadikan karena kepanikan atas desakan dari tenaga honorer K2. Seperti
diketahui, sebelum diputuskan tenaga honorer menggelar demo besar-besaran di
Jakarta, bahkan mengancam akan mengepung istana negara.
Ketiga,
menunjukkan inkonsistensi. Konsistensi itu bukti tanggung jawab. Kementerian
PAN-RB harusnya mengayomi semua pihak yang mengabdi pada negara baik yang
berstatus ASN maupun honorer secara konsisten. Sikap yang diambil MenPAN-RB
sama sekali tak menggambarkan itu semua.
Keempat,
menujukkan lemah dan buruknya kepemimpinan Menteri Yuddy Chrisnandi. Tak sepantasnya seorang
pemimpin mengingkari janjinya sendiri
secara terbuka. Ini menjadi contoh yang tidak baik untuk ASN yang ada di bawah
kepemimpinanya. Hal ini juga menandakan gagalnya Yuddy Chrisnandi memimpin ASN
di republik ini.
Janji itu hutang, harus ditagih
Keputusan
pembatalan pengangkatan oleh MenPan-RB harus disikapi oleh tenaga honorer
dengan tegas. Mereka harus menuntut sang
Menteri untuk merealisasikan janjinya. Bila diperlukan mereka harus berani
memproses Menteri bersangkutan secara
hukum. Bukankah MenPAN-RB jelas-jelas telah melakukan kebohongan publik? Tenaga
honorer K2 layak mengadukan permaslahan ini ke Presiden, juga DPR. Presiden
diminta tegas, merealisasikan janji MenPAN-RB atau memberhentikan yang
bersangkutan dari anggota kabinet. Negeri ini tidak selayaknya dipimpin oleh para pemimpin yang gemar ingkar
janji.
Adalah Amirul Tamim, anggota
Komisi II DPR dari Fraksi PPP, disamping merasa ikut prihatin atas nasib para
tenaga honorer K2 yang sudah dijanjikan oleh Menteri Pemberdayaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi untuk diangkat menjadi Calon
Pegawai Negeri Sipil (CPNS) bertahap hingga 2019, namun batal terlaksana juga
telah menuntut Yuddy Chrisnadi mundur. Menurut anggota DPR asal Daerah
Pemilihan Sulawesi Tenggara itu, kejadian yang menimpa para honorer sangat
fatal. Yuddy Chrisnadi harus bertanggung jawab. (http://www.jawapos.com/)
Memang mundur adalah pilihan yang paling elegan sebagai wujud
tanggung jawab. Peristiwa pembatalan ini adalah bukti ketidakmampuan Yuddi
Chrisnandi menjadi pemimpin Kementerian Pemberdayan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi. Tapi, saya belum yakin itu akan dilakukan oleh Men-PAN-RB. Di Indonesia,
sikap ksatria seperti masyarakat Jepang
itu masih belum membudaya.
Menyikapi hal di atas, tenaga honorer
K2 harus bersatu, merapatkan barisan. Terus berjuang menuntut apa yang telah
menjadi hak mereka. Jangan putus asa. Perjuangan memang membutuhkan waktu dan
pengorbanan. Namun demikian, mereka harus tetap menjalankan tugas
(baca:mengabdi) seperti biasa. Berita sedih nan memilukan ini jangan dijadikan
alasan untuk mengendorkan semangat mengabdi. Saya yakin bangsa dan negara masih
membutuhkan mereka, tenaga honorer. Dan jasa mereka selama ini kepada negara
sangat besar.
Walhasil, pembatalan pengangkatan
tenaga honorer K2 menjadi ASN oleh MenPAN-RB adalah sebuah kecorobohan dan
kesalahan yang sangat fatal. Karenanya, tenaga honorer K2 sebagai pihak yang
menjadi korban harus berani menuntut, menagih apa yang telah dijanjikan pada
mereka. Tuntuan bisa disampaikan kepada Presiden sebagai atasan sang Menteri,
juga DPR. Bila tidak dipenuhi, tak ada salahnya dan logis kalau mereka menuntut
Menteri yang dengan mudah ingkar janji itu untuk mundur. Atau meminta kepada
presiden untuk mencopotnya sebagai menteri. Wa
Allahu Alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar