Pemilihan Kepala daerah (Pilkada)
serentak sudah di depan mata. Tersisa beberapa hari lagi, masyarakat atau pemilih menimbang, berpikir ulang
terhadap pilihannya. Mereka harus memilih pemimpin yang diinginkan untuk
memimpin daerahnya. Pemimpin memang sangat penting bagi kehidupan. Karenanya
dalam menentukan dan memilihnya dibutuhkan kecerdasan. Pemilih harus
mempelajari latar belakang, profil, kehidupan setiap calon. Penting juga
mengkaji janji-janji dan program mereka. Semua itu dilakukan agar tidak salah
dalam memilih. Sebab salah memilih pemimpin daerah resiko yang akan ditanggung
adalah nasib daerah itu lima tahun ke
depan.
Kaitan dengan pentingnya kepemimpinan,
Rasulullah SAW menegaskan, mewajibkan kepada kaum Muslimin untuk mengangkat
seorang pemimpin meskipun hanya bertiga (HR. Abu Dawud). Karena itu, momentum
lima tahunan seperti ini tidak boleh disia-siakan oleh siapa pun. Tindakan
tidak memilih atau yang biasa disebut golput sama saja dengan memberikan
peluang atau kesempatan menang kepada calon yang tidak baik, yang tidak
diinginkan oleh rakyat.
Cerdas dalam memilih adalah upaya
mempelajari, mengkaji semua hal yang terkait dengan calon pemimpin. Sehingga
pilihan kita tidak seperti memilih kucing dalam karung. Selama ini, masyarakat
meremehkan hal itu. Kenapa demikian? Menurut hemat saya, ada beberapa hal yang melatarbelakangi, pertama, karena sikap apatis. sebagian
pemilih beranggapan bahwa pemilihan kepala daerah atau lainnya tidak
berpengaruh apa-apa pada diri mereka.
Pemilhan tidak merubah masa depan mereka secara langsung. Malah,
kehidupan mereka semakin susah. Mencari pekerjaan sulit. Kebutuhan sehari-hari
melonjak terus. Akhirnya, bagi mereka untuk apa cerdas memilih kalau tidak
merubah apa-apa.
Kedua,
sikap apatis mendorong pragmatisme pemilih. Karena menganggap bahwa memilih itu
tidak ada manfaatnya bagi perubahan nasib hidup
maka sebagian pemilih mengambil jalan pintas. Mereka
memilih sikap pragmatis. Dari sini, lahirlah logika sesat, yang memberi
dipilih. Bila semua calon memberi, maka yang memberi paling banyak adalah
pilihannya. Maka money politik mendapatkan ruang, kesempatan dan momentum yang
tepat di tengah masyarakat pragmatis seperti ini.
Ketiga,
memilih dalam tekanan. Walau di era kebebasan seperti sekarang tekanan
untuk memilih calon tertentu tetap masih ada, paling tidak masih dirasakan oleh
sebagian masyarakat. Tekanan biasa datang dari atas ke bawah. Tekanan bisa
muncul di tempat kerja, juga di tengah
masyarakat. Dan PNS, di beberapa daerah, menjadi obyek yang paling mudah untuk
diarahkan, ditekan dalam memilih. Dan
terbukti, calon yang mampu menguasai mereka akan lebih diunggulkan di banding
yang lain. Padahal menurut aturan yang berlaku PNS adalah zona netral. PNS
tidak boleh berpihak. PNS tidak boleh terlibat dalam upaya pemenangan calon
tertentu atau kampanye.
Siapa
yang dilpilih?
Bagi seorang muslim, kepimimpinan
ideal ada pada diri nabi Muhammad SAW. Rasulullah SAW adalah seorang pemimpin
yang sempurna. Kesempurnaan kepemimpin
Rasulullah SAW tercermin dalam sifat wajibnya. Karenannya, pemilih yang cerdas
akan memilih pemimpin yang memiliki sifat-sifat itu, pertama, memilih mereka yang amanah.
Amanah artinya orang yang dapat dipercaya.
Pemimpin yang memiliki sifat amanah senantiasa akan menjaga kepercayaan
rakyat yang telah diberikan kepadanya. Mereka selalu ingat bahwa tanggung jawab
yang ada di pundaknya adalah sebuah amanah yang akan dipertanggung jawabkan
baik di dunia maupun akherat. Bangsa kita sekarang mengalami krisis pemimpin
yang amanah. Terbukti banyak pemimpin kita baik di tingkat daerah atau pusat
yang terjerat kasus korupsi. Berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri (http://www.jpnn.com/), tercatat hingga Januari 2014
sebanyak 318 orang dari total 524 orang kepala daerah dan wakil kepala daerah
tersangkut dengan kasus korupsi. Jabatan yang dipercayakan rakyat pada mereka
telah disalahgunakan. Mereka memperkaya diri dengan merampok harta negara.
Mereka tidak dapat dipercaya. Bagi pemilih cerdas, tidak akan rela mempercayakan kepemimpinan
daerah pada para pengkhianat seperti mereka.
Kedua,
Fathonah atau cerdas. Pemimpin harus memiliki kecerdasan di atas rata-rata.
Yakni kecerdasan dalam segala hal, terutama dalam memahami persoalan rakyat dan
mencari solusinya. Kecerdasan adalah modal utama untuk menjadi pemimpin. Dengan
kecerdasan, sang pemimpin akan mampu membangun daerahnya. Pemimpin cerdas akan
bisa mensejahterahkan rakyatnya. Ilmu dan kecerdasan seorang pemimpin ibarat
bahan bakar yang digunakan untuk menjalankan roda kepemimpinan. Tidak bisa dibayangkan, bila
pemimpin kita seorang yang bodoh.
Mungkinkah mereka memimpin?
Ketiga,
siddiq berartikan jujur. Kejujuran merupakan syarat mutlak untuk menjadi
pemimpin. Pemimpin jujur akan jauh dari kedustaan dalam kepemimpinanya. Masyarakat senantiasa mempercayainya. Setiap
kebijakan pasti mendapat dukungan besar dari rakyat. Pemimpin yang jujur akan
dicintai rakyat karena janji-janji yang diucapkan saat kampanye tidak sekadar retorika
belaka, tapi terbukti. Sebaliknya pemimpin yang dusta hanya bisa mengumbar janji. Mereka akan debenci rakyat
karena kebohongan-kebohonganya.
Keempat,
tabligh artinya menyampaikan atau komunikatif. Seorang pemimpin harus
terbuka kepada rakyat. Keterbukaan juga menjadi asas terpenting dalam pengelolaan aset
dan kekayaan daerah. Kemudian seorang pemimpin dituntut bisa menyampaikan
setiap program kepada rakyat secara baik. Dan pemimpin yang baik adalah
pemimpin yang dekat dengan rakyat, berkomunikasi dengan mereka dengan santun,
jelas, mudah dipahami. Dia pandai menggali dan siap menerima setiiap aspirasi
dari rakyar. Kemampuan berkomunikasi,
dekat dengan rakyat sangat membantu pemimpin dalam menjalankan tugasnya.
Akhirnya, rakyat pun mencintainya.
Imam Nurharsono (2015) mengusulkan
bagi mereka yang tidak mampu melakukan kajian terhadap profil dan kepribadian
para calon pemimpin maka tanyakan dan musayawakan dengan orang terdekat yang
memilki pemahaman terhadap persoalan tersebut. Kemudian dirikanlah salat
istikharah, memohon kepada Allah, semoga pilihan kita merupakan pilihan yang
benar, membawa manfaat buat masyarakat luas (http://www.republika.co.id)
Akhir kata, sebagai rakyat yang memiliki hak pilih pada Pilkada
9 Desember mendatang selayaknya kita menggunakannya secara baik dan bertanggung
jawab. Tidak memilih atau golput bukanlah tindakan yang bijak. Karena golput
hanya memberi peluang dan kesempatan pada orang yang tak tepat untuk memimpin
daerah. Dan Bagi pemilih cerdas tentu itu tidak akan dilakukan. Pemilih yang
cerdas akan memilih pemimpin sesuai tuntunan akal pikiran sehat serta suara
hati nurani yang suci. Akhirnya, selamat memilih. Wa Allahu Alam
Dimuat di Harian Umum Radar Cirebon, Senin, 7 Desember 2015
Dimuat di Harian Umum Radar Cirebon, Senin, 7 Desember 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar