Setelah lebih dari satu bulan proses pemilihan calon
pimpinan KPK mandeg di Komisi III DPR RI,
kemaren (17/12) Komisi yang dipimpin oleh Aziz Syamsuddin itu telah memutuskan, memilih lima pimpinan
KPK. Lima pimpinan terpilih
itu adalah Agus Rahardjo, Basaria Panjaitan, Alexander Marwata, Laode Muhammad
Syarif, dan Saut Situmorang. Mereka
terpilih setelah
dilakukan fit and proper test. Dari 10 capim KPK akan dipilih 5 pimpinan, yang
akan menahkodai lembaga anti ruswah itu. Masyarakat sempat mempertanyakan
kenapa Komisi III lamban memproses? Dugaan dan sepekulasi pun bermunculan. DPR
dianggap bermain-main dan berusaha kembali melemahkan KPK dengan mengulur waktu
hingga batas akhir.
Terlepas dengan proses yang berjalan
di Komisi III DPR, ada sebagian pihak yang mempertanyakan ketidaklolosan capim
yang dianggap berpengalaman, teruji, memiliki rekan jejak yang baik seperti
Busyroh Muqoddas dan Johan Budi. Terkait dengan hal itu, Aziz Syamsuddin, Ketua
Komisi III mengaku tidak tahu mengapa anggota tidak menjatuhkan pilihan pada
mereka berdua. Berbeda dengan Aziz Syamsuddin, politisi Partai Demokrat Ruhut
Sitompul menjelaskan bahwa alasan Johan
Budi dan Busyroh Muqoddas tidak dipilih karena faktor trauma. Menurutnya,
sebagian anggota Komisi III mungkin ada yang pernah tersangkut pesoalan hukum
di KPK saat kepemimpinan mereka berdua. Tapi yang pasti Komisi III telah
mempertimbangkan, mengkaji lebih jauh. Bisa jadi, hal itu bertujuan untuk
penyegaran di kepemimpinan KPK yang akan datang.
Profil
singkat
Untuk mengenal lebih jauh, berikut
adalah profil singkat pimpinan KPK yang baru saja dipilih oleh Komisi III, pertama, Agus Rahardjo. Adalah Kepala Lembaga Kebijakan Pengambilan
Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Agus juga pernah menjabat sebagai Ketua Ikatan
Ahli Pengadaan Indonesia. Pada tahun 2010, karena kesibukannya di LKPP, ia memilih
mengundurkan diri. Agus memfokuskan diri di LKPP.
Kedua,
Basaria Panjaitan. Seorang perwira tinggi Polri yang mengajar di Sekolah Staf
dan Pimpinan Polri di Lembang. Ia merupakan calon yang mendapat dukungan penuh
dari Wakapolri Komjen Budi Gunawan. Ia pernah menjabat sebagai Kepala Biro Logistik
Polri, Kasatnarkoba Polda Nusa Tenggara Timur. Direktur Reserse Kriminal Polda
Kepulauan Riau dan Batam. Terakhir, Basaria ditarik ke Mabes Polri menjadi
penyidik utama Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri.
Ketiga,
Alexander Marwata.
Adalah hakim ad hoc Pengadilan tindak Pidana Korupsi. Alexander merupakan
lulusan Sekolah Tinggi Akutansi Negara (STAN) dan Universitas Indonisia (UI).
Sebelum menjadi hakim, Alexander adalah salah satu auditor di Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Keempat,
Laode Muhamad Syarif. Adalah seorang dosen di Universitas Hasanuddin sekaligus
konsultan hukum lingkungan. Laode juga perancang kurikulum dan pelatih utama
dari Kode Etik Hakim dan Pelatihan Hukum Lingkungan Hidup di Mahkama Agung RI.
Kelima,
Saut Situmorang. Adalah Staf Ahli Kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Ia
merupakan seorang akademisi yang mengajar ilmu kompetitif intelijen di
Universitas Indonesia. Pemilik PT Indonesia Cipta Investama itu pernah
dipermaslahkan oleh Pansel terkait laporan bahwa perusahaannya merupakan tempat
pencucian uang. Waktu itu, Saut menjelaskan bahwa perusahaan itu didirikan
untuk memenuhi syarat saat dirinya ingin bergabung dengan komunitas peminta
persaingan intelijen untuk mendapatkan modul sebagai bahan ajar mahasiswanya. (Nasional Kompas.com)
Catatan
Sebagai
lembaga negara yang memperoleh kepercayaan yang sangat tinggi dari rakyat dalam
menegakkan hukum, memberantas tindak pidana korupsi, KPK telah mengalami
berbagai upaya pelemahan. Tidak hanya pelemahan, bahkan usulan dan upaya pembubaran pun telah dilakukan oleh berbagai
pihak. Seperti diketahui, KPK berulang kali harus berhadapan (baca:berkonflik)
secara terbuka dengan lembaga penegak hukum lain seperti Polri, Kejaksaan
Agung. Upaya pelemahan juga datang dari gedung DPR. Tak heran sederet pimpinan
KPK dipaksa berhenti memimpin lembaga super body itu lantaran dikriminalisasi
oleh penegak hukum lain seperti Abraham Samad, Bambang Widjayanto. Tidak hanya
pimpinan, penyidik KPK juga beresiko dikriminalkan seperti yang dialami Novel
Baswedan.
Latar
belakang di atas yang membuat masyarakat anti korupsi selalu mewaspadai, bahkan
mencurigai setiap ada indikasi atau upaya pelemahan KPK. Termasuk dalam proses
pemiihan capim KPK yang beberapa waktu lalu telah selesai dilakukan oleh DPR,
para pagiat anti korupsi menduga banyak permainan, intrik, kepentingan politik
di dalamnya. Berikut ini, menurut hemat saya, hal-hal yang menjadi keraguan
publik terhadap pimpinan KPK yang baru. Pertama,
proses pemilhan syarat dengan nuansa
politik. Kepentingan politik itu sangat terlihat dengan jelas saat proses
sampai di gedung DPR. Masyarakat meyakini ada banyak konspirasi seperti
persoalan molornya pelaksanaan seleksi, tidak terpilihnya Johan Budi dan
Busyroh Muqoddas seperti yang telah disinggung sebelumnya. Upaya pelemahan KPK oleh anggota DPR tidak
hanya terkait dengan capim KPK, paling mutakhir soal dimasukkannya usulan
revisi UU KPK pada porelegnas tahun 2015. Padahal revisi itu telah ditenntang
oleh berbagai elemen pegiat anti korupsi. Presiden sendiri telah menundanya
beberapa waktu lalu dengan alasan belum ada yang perlu direvisi.
Kedua, lolosanya capim yang integritas dan
komitmennya diragukan publik seperti Basaria Panjaitan, Alexander Marwata dan Saut
Situmorang. Basaria Panjaitan yang banyak kalangan meyakini sebagai capim
titipan Wakapolri Komjen Budi Gunawan itu komitmen terhadap pemberantasan
korupsinya diragukan. Basaria pernah mengusulkan agar KPK melimpahkan
penanganan kasus kepada kepolisian atau kejaksaan ketika sudah menemukan dua
alat bukti. Jadi baginya, KPK cukup menjadi pengepul kasus korupsi. Alexander Marwata dikenal sebagai hakim yang
sering melontarkan pendapat berbeda atau
dissenting opinion dalam putusan. Pada kurun waktu 4 tahun menjabat sebagai
hakim ad hoc pengadilan Tipikor, Alexander Marwata sudah 10 kali mengeluarkan
dissenting opinion dalam putusannya. Kemudian Saut Sitomurang pernah
dipermasalahkan terkait PT
Indonesia Cipta Investama miliknya yang diduga sebagai tempat pencucian uang
seperti telah disebut di atas.
Ketiga, terkait kekayaan. Berbeda dengan
pimpinan KPK sebelumnya yang dikenal sederhana, pimpinan KPK yang baru termasuk
para miliarder. Sebenarnya hal ini tidak menjadi masalah bila diperoleh secara
benar. Basaria Panjaitan merupan yang terkaya. Harta kekayaanya berjumlah 9
miliar lebih. Saut Situmorang mencapai 1,7 milar. Ia diketahui memiliki mobil mewah, Jeep Rubicon seharga 1
milyar lebih. (http://www.rappler.com/indonesia)
Walhasil
terpilihnya pimpinan KPK yang baru merupakan sebuah keputusan yang harus
diterima oleh semua pihak karena telah melalui proses yang sesuai dengan
perundang-undangan yang ada. Persoalan ketidaksempurnaan proses, atau tidak
idealnya pimpinan KPK terpilh itu menjadi tanggung jawab kita semua untuk
mengawasi, mendorong, mendukung kinerja mereka dalam memberantas para pelaku
korupsi. Kita tunggu kerja nyata mereka. Di depan mata, banyak perkara menanti
ketegasan mereka. Terakhir, saya mengucapkan selamat bekerja memberantas
korupsi. Semoga pilihan Komisi III DPR tidak salah.Wa Allahu Alam
Dimuat di Harian Radar Cirebon, Rabu 23 Desember 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar