Kasus perpanjangan kontrak PT Freeport
atau yang dikenal papa minta saham belum menunjukkan tanda akan berakhir.
Konflik semakin memanas, melebar. Kasus yang membuat Presiden Jokowi marah
besar itu sudah masuk ke ranah hukum. Kejagung telah menyelidiki dugaan adanya
mufakat jahat. Sementara Setya Novanto melaporkan menteri Sudirmana Said ke
kepolisian dengan tuduhan pencemaran nama baik, fitnah. Dan yang mengejutkan,
politisi muda Partai Golkar melaporkan Setya Novanto ke KPK. Mereka menilai ada
pemufakatan jahat yang mengarah pada tindak korupsi.
Yang menarik, jauh sebelum persoalan
melebar dan menjadi rumit, Menteri
Kordinator Kemaritiman Rizal Ramli menilai bahwa kasus dugaan pencatutan nama
Presiden dan Wakil Presiden terkait kontrak PT Freepot Indonesia ibarat sebuah
senetron. Kasus tersebut menggambarkan pertentangan antara geng yang berebut
saham, daging, kue atau apalah namanya. Karenanya, masyarakat jangan terjebak
dengan permainan mereka. Masyarakat harus fokus memantau. Jangan sampai
pertarungan geng tersebut mengaburkan kepentingan Indonesia memperoleh manfaat
besar dari pengelolaan tambang Freeport. Rizal menyampaikan, Presiden telah
memberikan sejumlah syarat jika Freeport ingin memperpanajng kontrak karya.
Syarat tersebut adalah pembaharuan pembagian royalti, pembangunan smelter,
disvestasi, dan pembangunan Papua termasuk memperbaiki pengelolaan limbah. (http://nasional.kompas.com/)
Sayangnya Rizal Ramli tak menyebut
lebih jauh, siapa mereka? Dina Y Sulaiman (2015), pengamat politik Timur Tengah
dalam blog pribadinya menulis dan menjelaskan lebih jauh tentang peta kekuatan
dalam kasus Freeport yang menggemparkan itu.
Menurutnya, dalam kasus papa minta saham itu ada pertarungan kaum elit. Yakni antara kaum
Kapitalisme rente, kaum Neolib, dan tentu Jokowi yang dianggap sebagai kubu
borjuasi nasional, sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi di republik ini. (https://dinasulaeman.wordpress.com)
Adelia Putri Wibowo (2015) mendefinisikan
kapitalisme sebagai sebuah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan secara
penuh kepada setiap orang untuk melaksanakan perekonomian. Seperti memproduksi
barang, menjual barang, menyalurkan barang. Dalam perekonomian kapitalis setiap
warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Semua orang
bebas bersaing dalam bisnis untuk memperoleh laba sebesar besarnya. Kapitalisme
memiliki sejarah yang panjang yaitu sejak ditemukannya sistem perniagaan yang
dilakukan oleh pihak swasta. Istilah kapitalisme dalam arti modern sering
dikaitan dengan Karlmarx, Marx menulis tentang”cara produksi kapitalis” dengan
metode pemahaman yang sekarang dikenal sebagai Marxisme. (http://www.kompasiana.com)
Kapitalisme sebenarnya tidak memiliki
definisi universal yang bisa diterima secara luas. Beberapa ahli mendefinisikan
kapitalisme sebagai sebuah sistem yang mulai berlaku di Eropa pada
abad ke-16 hingga abad ke-19, yaitu pada masa perkembangan perbankan komersial Eropa di
mana sekelompok individu maupun kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan
tertentu yang dapat memiliki maupun melakukan perdagangan benda milik pribadi,
terutama barang modal,
seperti tanah dan manusia guna
proses perubahan dari barang modal ke barang jadi. Untuk mendapatkan
modal-modal tersebut, para kapitalis harus mendapatkan bahan baku dan mesin
dahulu, baru buruh sebagai operator mesin dan juga untuk mendapatkan nilai
lebih dari bahan baku tersebut.
Kemudian Neoliberalisme yang juga dikenal
sebagai paham ekonomi neoliberal mengacu pada filosofi ekonomi-politik
akhir-abad keduapuluhan, sebenarnya merupakan redefinisi dan kelanjutan dari liberalisme klasik yang dipengaruhi oleh teori perekonomian neoklasik yang mengurangi atau menolak penghambatan oleh pemerintah
dalam ekonomi domestik karena akan mengarah pada penciptaan Distorsidan High
Cost Economy yang kemudian akan
berujung pada tindakan koruptif. Paham ini memfokuskan pada pasar bebas danperdagangan bebas merobohkan hambatan untuk perdagangan internasional dan investasi agar semua negara bisa mendapatkan keuntungan dari
meningkatkan standar hidup masyarakat atau rakyat sebuah negara dan modernisasi melalui peningkatan efisiensiperdagangan dan
mengalirnya investasi. (https://id.wikipedia.org)
Kaum
kapitalisme, kerapkali menggunakan kesempatan dan wewenang, memanfaatkan posisi
dan kedudukan untuk meminta jatah,
memalak. Mereka memiliki modal besar,
tapi tak mau kerja keras. Dalam kasus di atas kaum kapitalisme tercermin pada
Reza Chalid, Setya Novanto. Sementara Sudirman Said, Ma’ruf Syamsuddin atau Freeport menggambarkan kaum neolib. Dalam
analisanya, Dina Y Sulaiman memaparkan kedekatan kaum neolib dengan Jokowi itu
bukan karena Jokowi berpaham neoliberalisme. Tapi, karena Jokowi lebih bisa diharapkan
kejujurannya. Jokowi diprediksi tidak
akan korup dan memalak. Dia adalah generasi baru pengusaha Indonesia yang
bekerja keras dan profesional. Tokoh seperti inilah yang disukai kalangan
bisnis neolib. Namun harus diingat, hal itu bukan berarti kaum neoliberalisme
memperhatikan nasib bangsa Indonesia. Sekali lagi tidak. Baik kaum Kapitalisme
maupun kaum Neolib, mereka hanya berorentasi pada bagaimana mengeruk keuntungan
sebesar mungkin dari bumi pertiwi.
Yang menjadi
persoalan, sebagai kaum borjuasi nasional, ideologi Jokowi masih kosong. Jokowi
bukan neolib, tapi dia tak memiliki kepercayaan terhadap Nawacita, karena
memang dia bukan sosialis. Tapi Nawacita dipakai dalam kampanye. Dan rakyat menyukainya. Jokowi sendiri dikenal
sebagai tokoh sedrhana, populis, pebisnis tulen. Karenanya, Jokowi sebenarnya
rentan ditarik ke arah kubu Neolib yang saat ini ada di sekelilingnya. Di
sinilah perjuangan civil society seperti Rizal Ramli untuk terus menerus
menarik dan mengingatkan Jokowi agar tetap memegang janji Nawacita-nya. Kalau Jokowi dibiarkan sendirian, kubu
Neoliblah yang akan menang. Jokowi sendiri harusnya terus konsisten dengan
Nawacita yang digagasnya. Jokowi bisa memanfaatkan segala kesempatan yang
diberikan kaum Neolib, tapi tidak boleh terjebak. Jokowi harus mengamankan
Nawacita-nya.
Akhir kata,
konflik, kegaduhan politik dalam kasus papa minta saham menyadarkan kita semua,
rakyat kecil. Bahwa pengelolaan negara, termasuk sumber daya alamnya, tak lepas
dari tarik menarik berbagai kepentingan baik dari dalam maupun luar. Ini harus
kita pahami. Tugas kita, ke depan adalah mengawal agar Jokowi tetap konsisten
dengan Nawacita yang dijanjikannya saat kampanye. Baik kaum Kapitalisme maupun
Neolib, kepentingan mereka hanya satu yakni mengeruk keuntungan
sebesar-besarnya dari sumber daya alam yang kita miliki Mereka tak akam peduli dengan nasib, dan
kesejahteraan bangsa ini. Wa Allahu Alam
Penulis adalah alumni IAIN Walisongo
Semarang, tinggal di Indramayu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar