Masyarakat seketika terkejut. Badan
Narkotika Nasional BNN menangkap tangan seorang kepala daerah. BNN Minggu malam (13/3), menggerebek rumah
pribadi Bupati Ogan Ilir Ahmad Wazir Nofiadi Mawardi di Jalan Musyawarah,
Kecamatan Gandus, Kota Palembang. Bupati termuda itu ditangkap karena diduga
sedang berpesta narkoba. Petugas BNN sempat
dihadang beberapa penjaga rumah saat hendak masuk ke rumah pribadi sang Bupati.
Sempat terjadi cekcok dan keributan kecil antara keduanya. Petugas BNN baru bisa memasuki halaman dan rumah Bupati Ogan
Ilir sekitar pukul 22.00 malam. Namun, tak ada barang bukti yang bisa
ditemukan, baik berupa narkoba maupun alat isap. Kendati demikian, anggota BNN
tetap melakukan penggeledahan dan menggelar tes urine di tempat. Bupati sempat
melarikan diri ke rumah orang tuanya. Di kediaman orang tuanya akhirnya bupati
dapat diamankan.
Dalam penggerebekan itu, sebanyak 18 orang ditangkap dari
kediaman Nofiadi yang terletak dalam satu halaman dengan rumah Mawardi Yahya,
mantan Bupati Ogan Ilir, yang juga orang tua Nofiadi. Dalam operasi tersebut,
lima orang termasuk Nofiadi, terbukti positif menggunakan obat-obatan
terlarang. Mereka kemudian dikirim ke
Jakarta. Adapun 13 orang lain telah dipulangkan karena negatif narkoba.
Menurut BNN, lebih
kurang selama tiga bulan Bupati Nofiadi
menjadi target. Berdasarkan pengintaian BNN, setiap hari Bupati mengonsumsi narkoba berjenis
sabu-sabu. Sabu didapat Nofiadi melalui orang kepercayaannya Murdani yang juga
tercatat sebagai tetangganya. Bahkan saat
pelantikan beberapa waktu yang lalu, pria yang akrab disapa Nofi itu masih dalam
pengaruh narkoba. Sebelumnya, ia diduga kuat mengkonsumsi sabu.
Insiden
penangkapan Bupati Nofiadi menjadi pukulan telak bagi banyak pihak termasuk
Partai Golkar yang mengusungnya. Agung Laksono, Wakil Ketua Partai beringan
tersebut merasa terkejut. Menurutnya, partai akan segera memberikan sanksi
pemecatan jika bupati tersebut memang terbukti menggunakan narkoba. Agung meminta BNN untuk mengusut kasus
ini sesuai prosedur, termasuk mencari tahu apakah Nofi hanya sekadar pemakai
atau juga ikut menjadi pengedar narkoba.
Terkait
permasalahan di atas, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo merasa kaget.
Menurutnya, ini menyedihkan dan mengecewakan. Sebagai kepala daerah harusnya
memberi contoh kepada warga yang dipimpinnya, malah menunjukkan perilaku yang
tidak benar. Tjahjo mengapresiasi langkah BNN yang pro aktif memberantas
penggunaan narkotika hingga tingkat pimpinan daerah. Pihaknya juga akan
mempelajari kemungkinan pemecatan yang bersangkutan.
Presiden
Jokowi telah memerintahkan Menteri Dalam
Negeri untuk menindak tegas Bupati Ogan Ilir. Melalui juru bicara
kepresidenan, Johan Budi, menegaskan sejak awal presiden menyatakan perang terhadap narkoba dan
itu sering disampaikan. Dan
bila mengacu kepada Undang-undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
di pasal 78 kepala daerah bisa diberhentikan bila melakukan perbuatan yang
tercela. Di Pasal 79 dijelaskan presiden dan menteri bisa memberhentikan kepala
daerah.
Bencana
Moral
Kasus Bupati ogan ilir memang di luar
batas toleransi yang dapat dimengerti oleh khalayak. Ini sesuatu yang memalukan
dan memilukan. Seorang kepala daerah yang harusnya menjadi teladan justru
melakukan tindakan tercela. Ini menjadi bencana moral bagi bangsa kita. Kenapa? Paling tidak beberapa argumentasi
berikut bisa menjelaskan lebih jauh. Pertama,
keteladanan yang hilang. Sebagai kepala daerah, bupati idealnya seorang
teladan. Seseorang terpilih menjadi bupati
tentu melalui seleksi panjang di dalam masyarakat. Harusnya dia yang
terbaik, memiliki integritas tinggi, berkarakter serta berakhlak mulia. Saat
pemimpin tak mampu menampilkan keteladan bagi rakyatnya tentu sebuah petaka
bagi daerah tersebut. Nampaknya ada yang salah dalam seleksi kepemimpinan di
daerah. Ini menjadi bahan koreksi untuk
semua elemen bangsa.
Kedua,
gagal mencetak pemimpin berkualitas. Kasus Bupati Ogan Ilir mengingatkan
Partai politik sebagai institusi politik yang memiliki kewenagan mengusulkan
calon kepala daerah untuk lebih selektif lagi. Tidak asal mencalonkan atau
memberi rekomendasi. Mekanisme pencalonan dalam partai politik wajib
direkontruksi ulang. Jangan sampai kecolongan, meloloskan seorang yang tak layak
dan tak patut menjadi calon kepala daerah. Selama ini publik mencium aroma tak sehat dalam proses rekomendasi calon. Ada
percaloan, juga mahar politik. Hal ini yang menggerus kepercayaan rakyat terhadap
partai politik.
Ketiga,
mempertanyakan kode etik dan moralitas kedokteran. Dalam proses pencalonan
banyak prosedur yang kudu dilewati. Diantaranya adalah soal kesehatan. Bakal
calon kepala daerah disyaratkan dalam kondisi sehat dan bebas narkoba. Hal ini
dibuktikan dengan sebuah surat keterangan. Pertanyaanya, bagaimana dengan surat
dimaksud terkait Bupati Ogan Ilir? Apa dokter telah melakukan kesalahan? Apa
ada pemalsuan? Moralitas para dokter kembali dipertanyakan. Sekarang dunia
kedokteran harus mempertanggungjawabkan.
Keempat,
menyangsikan integritas dan profesionalitas KPU. KPU sebagai penyelenggara
Pilkada dituntut bertindak profesional, adil. Kasus terpilihnya pengguna
narkoba sebagai kepala daerah menimbulkan tanya. Dimanakah profesonalitas dan
integritas KPU?
Kelima, uang menjadi panglima. Dalam dunia kita sekarang, uang atau
harta benda sangat berpengaruh besar. Uang bisa menentukan segala. Segala hal
menjadi mudah dengan uang. Gambaran seperti itu menjelaskan kenapa seorang yang
secara moral tak layak menjadi pantas menjadi pemimpin. Semua proses dilalui
dengan pendekatan matrealistis. Dengan uang, partai politik bisa didikte,
dokter disogok, KPU diatur, serta suara rakyat dibeli. Ini persoalan moral yang
sangat serius. Pergeseran nilai di tengah masyarakat sungguh memperhatinkan.
Akhir kata, kasus Bupati Ogan Ilir
menjadi keprihatinan kita semua. Bupati sebagai kepala daerah yang harus
menjadi teladan bagi rakyat terjebak pada lingkaran setan narkoba. Kasus ini
menampar moralitas kita sebagai bangsa. Ini memilukan dan memalukan. Narkoba
telah mengkhawatirkan semua orang. Narkoba
menguasai hampir semua elemen masyarakat. Narkoba telah nyata menjadi
musuh yang sangat berbahaya. Kapan dan siapa pun kita bisa saja terjebak.
Karenanya semangat perang terhadap narkoba harus ditingkatkan. Seperti ajakan
Presiden Jokowi, memerangi narkoba harus lebih gila lagi. Dan ajakan itu
diterjemakan dengan sangat baik oleh Ketua BNN dengan memburu siapa pun yang
terlibat. Semoga ini menjadi pelajaran buat semua. Amin. Wa Allahu Alam
Tulisan pernah dimuat di harian umum Fajar Cirebon, Senin 21 Maret 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar