Kementerian Dalam Negeri berencana
akan memberlakukan KTP untuk anak pada tahun ini. Anak berusia kurang 17 tahun
dapat membuat KTP. Sebutanya adalah Kartu Indentitas Anak (KIA). KIA
diberlakukan berdasarkan Permendagri Nomor 2 Tahun 2016 tentang Kartu Identitas
Anak. KIA diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota.
Sehingga saat anak dewasa, mereka langsung punya identitas terdaftar.
Tujuan KIA atau KTP anak diantaranya
untuk pendataan. Dengan diberlakukanya KTP anak, Pemerintah dapat mendata
seluruh warga negara. Kemudian KTP anak juga diharapkan melatih anak Indonesia
mandiri. Anak dapat melakukan apa yang dilakukan orang dewasa. Ia dapat
menggunakan KTP tersebut untuk keperluan di bandara, stasiun kereta, dan
perbankan. Dapat juga digunakan untuk kepentingan pendidikan seperti mendaftar,
memperoleh kartu pintar dan lainnya. KIA pula dimaksudkan untuk untuk mendorong peningkatan perlindungan, dan
pemenuhan hak konstitusional anak..
Berdasarkan
Permendagri Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Kartu Identitas Anak, KTP anak ini
terdiri dari 2 jenis. Yaitu untuk anak yang berusia 0-5 tahun dan untuk anak 5
sampai 17 tahun. Bagi
anak warga negara Indonesia (WNI) yang baru lahir, KTP Anak akan diterbitkan
bersamaan dengan penerbitan akte kelahiran. Untuk anak WNI yang belum berusia 5
tahun tetapi belum memiliki KIA, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:a.
Fotocopy kutipan akta kelahiran dan menunjukan kutipan akta kelahiran aslinya. b.
KK asli orang tua/wali; dan c.
KTP asli kedua orangtuanya/wali.
Sementara,
bagi anak WNI yang telah berusia 5 tahun tetapi belum memiliki KIA harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Fotocopy kutipan akta kelahiran dan
menunjukan kutipan akta kelahiran aslinya, b. KK asli orangtua/wali, c. KTP asli
kedua orangtuanya/wali, d.
Pas foto Anak berwarna ukuran 2 x 3 sebanyak 2 (dua) lembar.
Untuk
anak warga negara asing yang tinggal di Indonesia, untuk mendapatkan KIA harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Fotocopy paspor dan izin tinggal tetap, b. KK Asli orang tua/wali,
c. KTP elektronik asli kedua orangtuanya.
a. Fotocopy paspor dan izin tinggal tetap, b. KK Asli orang tua/wali,
c. KTP elektronik asli kedua orangtuanya.
Seluruh proses usulan pembuatan KTP
anak dapat dilakukan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapi)
kabupaten/Kota. Permohonan pembuatan dilakukan oleh orang tua. Biaya proses
penerbitan ditanggung APBN. Artinya, KTP anak dapat diperoleh secara gratis.
Untuk tahun ini Kementerian Dalam Negeri seperti ditegaskan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri
Zudan Arif Fakrullah, ada 60 pemkab/pemkot yang mulai memberlakukan KIA.
Terkait
KTP anak, Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembesie merespond positif. Dia mendukung
adanya KTP anak. Hal itu karena sesuai dengan hak sipil anak. Ditegaskannya, KTP
anak itu saya pikir merupakan hak anak yang perlu diperhatikan untuk isu
identitasnya. Hak sipil anak karena ini sesuai dengan konvensi hak anak. Jadi
diperlukan untuk identitas anak, saya sangat mendukung. (http://analisadaily.com/)
Berbeda dengan Yohana Yembesie, anggota
Komisi II DPR, Yandri Susanto, mengusulkan agar pemerintah menunda pelaksanaan
kartu identitas anak (KIA) dan menyelesaikan permasalahan kartu tanda penduduk
elektronik (e-KTP) terlebih dahulu. Yandri melihat belum ada urgensi untuk
membuat KIA. Menurut dia, pemerintah sebaiknya tak terlalu ambisius dan
menggebu-gebu dalam mengerjakan KIA sementara kerja pokok e-KTP belum
terselesaikan. (http://nasional.kompas.com/)
Catatan
Mempelajari
tujuan penerbitan KTP anak, dapat dipahami niat baik Pemerintah dalam
pengelolaan data penduduk. Selama ini anak-anak tidak terdata. Hanya mereka
yang ber-KTP yang dapat dihitung jumlahnya. Juga terkait hak konstitusi anak.
Namun menurut hemat saya ada beberapa point yang harus diperhatikan agar tujuan
di atas terwujud. Pertama, belajar
pengalaman dari program e-KTP yang menyisahkan banyak masalah, Pemerintah dalam
hal ini Kementerian Dalam Negeri seyogyanya berhati-hati. Program ini harus
bersih dari korupsi dan penyelewengan. Dan yang paling penting, program ini
harus tuntas, tidak menggantung apalagi berhenti di tengah jalan. Belajar dari
e-KTP, masyarakat tak merasakan perbedaan atau manfaat apa-apa. E-KTP sama saja
dengan KTP biasa. Padahal dalam rencana besarnya, Pemerintah menjanjikan e-KTP
berbeda dengan KTP biasa terutama terkait pegunaannya.
Kedua, terkait
dengan kemandirian anak, diperlukan pembatasan. Misalnya terkait dengan
transaksi seperti jual beli atau lainnya tentu anak tak bisa melakukan.
Dikhawatirkan muncul kasus-kasus hukum akibat penggunaan KTP anak. Karenanya,
Pemerintah harus mengatur lebih jauh dan rinci terkait penggunaan KTP anak.
Ketiga, orang
tua diminta tak melepas anak begitu saja. Mereka tetap memilki tanggung jawab
penuh terkait dengan anak-anak mereka. KTP anak jangan diartikan sebagai
pelepasan tanggung jawab orang tua. Anak-anak tetap membutuhkan pendampingan,
bimbingan dari orang tua.
Akhir
kata, rencana pemberlakuan KTP anak
merupakan terobosan Pemerintah yang harus disikapi oleh kita semua.. Kita
berkewajiban mengawal agar program ini sesuai tujuannya. Mengambil pelajaran dari
program e-KTP, KTP anak harus dilaksanakan lebih hati-hati. Jangan sampai
menyisahkan banyak masalah di belakang hari. Diantara hal yang harus
diperhatikan anatara lain terkait aturan penggunaan KTP anak, juga tanggung
jawab orang tua. Wa Allahu Alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar