Satu sore, Rasulullah SAW mengelilingi
pinggiran kota Madinah. Di bulan suci Ramdhan itu sengaja beliau menghabiskan
waktu menjelang magribnya untuk melihat dan memantau aktivitas masyarakat
Madinah. Di sebuah perkampungan, seorang perempuan sedang marah-marah,
mengomel, mengumpat dan memaki lawan bicaranya, pembantu rumahnya sendiri.
Rasulullah SAW menyaksikan kejadian itu, beliau mengamati perempuan itu,
kemudian beliau kembali ke rumahnya. Sampai di rumah, nabi SAW langsung menujuh
ke satu sudut, beliau mengambil berbagai macam makanan. Bergegas meninggal
kembali rumahnya dan menuju ke perkampungan yang telah dikunjungi sebelumnya.
Begitu sampai, Rasulullah SAW langsung
mengucap salam dan menyapa. Salam dan sapaan Rasulullah menghentikan sang
perempuan memarahi pembantu rumahnya tersebut seraya ia menjawab salam dan
sapaan Rasulullah. Siapa gerangan anda? Aku Muhammad, Rasul Allah, jawab sang
nabi. Ini aku bawakan beberapa makanan untuk kamu, makanlah wahai fulanah,
lanjut nabi. Aku sedang berpuasa wahai nabi Allah jawabnya.Nabi Muhamad SAW
menimpali, puasa itu tidak sekadar menahan makan dan minum. Mulut, mata,
seluruh anggota tubuh pun harus ditahan dari segala perbuatan dosa seperti
mencaci maki orang lain, marah, mengumpat dan lainnya. Kemudian Rasulullah
SAW bersabda, Saat ini sungguh sedikit
orang yang sedang berpuasa yang banyak hanyalah orang yang merasakan lapar dan
dahaga.
Riwayat di atas menegaskan kepada kita
bahwa puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga tetapi lebih daripada itu.
Puasa secara bahasa diartikan sebagai imsak, dalam bahasa Indonesia
diterjemahkan dengan menahan diri. Sedangkan menurut istilah, para ahli fiqhi
menyebutkan puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari.
Al Imam Gazali membagi orang puasa pada tiga kelompok. Kelompok pertama
disebutnya sebagai puasanya orang awam yakni berpuasa hanya menahan lapar dan
dahaga. Kelompok kedua disebutnya puasanya orang khusus yaitu disamping menahan
lapar dan dahaga juga menjaga seluruh anggota tubuh dari perbuatan keji dan
dosa. Sedangkan kelompok ketiga disebutnya sebagai puasanya orang super khusus
yakni disamping menahan lapar dan dahaga, menjaga anggota badan dari dosa, juga
menjaga hati dari keburukan seperti berprasangka buruk, iri hati dan lainnya.
Puasa
memang berbeda dengan ibadah yang lainnya, pertama,
khusus ibadah puasa urusannya langsung Allah SWT yang menanganinya. Allah
yang akan memberi penilaian terhadap orang yang berpuasa, berbeda dengan ibadah
lainnya Allah SWT melibatkan para malaikat seperti malaikat Raqib dan Atid.
Dalam sebuah hadist Qudsi disebutkan "Setiap amal perbuatan anak Adam - yakni manusia itu,
yang berupa kebaikan akan dilipatgandakan pahalanya dengan sepuluh kalinya
sehingga tujuhratus kali lipatnya. "Allah Ta'ala berfirman:
"Melainkan puasa, karena sesungguhnya puasa itu adalah untukKu dan Aku
akan memberikan balasannya” (HR. Imam Muslim).
Kedua, puasa tidak bisa dimasuki riya’
karena dalam ibadah ini hanya Allah SWT yang mengetahuinya. Dalam ibadah salat
misalnya, bisa saja pelakunya bertujuan untuk dipuji orang, tapi tidak dengan
puasa sebab hanya Allah yang mengetahui apakah ia sedang berpuasa apa tidak.
Ketiga, berbeda dengan ibadah lainnya, Allah
membalas orang yang berpuasa dengan surga dan menyediahkannya pnitu khusus buat
mereka. Rasulullah SAW bersabda, sesungguhnya syurga mempunyai suatu pintu yang
dinamakan “Rayyan”. Pada hari kiamat nanti pintu tersebut akan berseru kepada
orang-orang yang telah berpuasa untuk memasuki surga melalui pintu itu. Setelah
semuanya masuk, ditutuplah pintu itu.(HR. Bukhori Muslim)
Pesan
Moral dan Sosial
Ibadah puasa menyampaikan banyak pesan
kepada kita baik yang bersifat moral maupun sosial. Pesan-pesan tersebut harus
kita tangkap selama kita berpuasa. Pesan-pesan itu harus kita rasakan dalam
kehidupan nyata pasca Ramadhan. Di antara pesan itu adalah, pertama, berpuasa mengajarkan kejujuran
dan tanggung jawab. Seperti disinggung sebelumnya puasa ibadah yang hanya Allah
dan yang bersangkutan yang mengetahuinya. Ini menjadi ujian kejujuran seorang.
Orang bisa saja mengatakan berpuasa, tapi Allah SWT mengetahu yang sebenarnya.
Hal ini sekaligus menamkan tanggung jawab terhadap diri sendiri, lingkungan,
tentu Allah SWT.
Kedua,
menyucikan jiwa. Puasa menjadi ajang dan wahana penyucian diri dan jiwa.
Karenanya selesai berpuasa kita diharapkan menjadi orang yang suci, kembali
seperti semula (fitrah). Idul fitri (menjadi suci seperti awal penciptaan)
menjadi tujuan akhir orang berpuasa. Maka beruntunglah orang berpuasa, yang
senantiasa mensucikan dirinya. (QS.87:14)
Ketiga,
puasa mendidik kita bahwa harta yang kita miliki itu ada waktu dan saat yang
benar kita menggunakannya. Ini disimbolkan makanan yang halal, yang kita miliki
tak boleh dimakan sebelum waktu maghrib tiba. Saya teringat dengan ucapan Sayidana Ali bin
Abi Thalib ra, Tidak pernah aku melihat ada orang yang memperoleh harta yang
berlimpah kecuali di sampingnya ada hak orang yang disia-siakan. Harta dan
kekayaan yang kita peroleh secara halal sebaiknya tak kita gunakan sebelum
mengeluarkan apa yang menjadi hak kaum lemah seperti fakir, miskin, anak yatim.
Keempat,
puasa melatih kesabaran. Sabar adalah
menahan diri (baca:menerima) apa yang kita terima, kita rasakan. Menahan lapar,
dahaga dan apa saja yang membatalkan
puasa melatih dan menggebleng kesabaran seorang mukmin. Tanpa sabar kita
tidak mungkin mampu menahan diri dari makan dan minum ketika berpuasa. Sifat
sabar, semcam ini harus dimiliki dalam
kehidupan setelah berpuasa yang penuh dengan godaan, cobaan dan problem yang
berkaitan dengan aspek-aspek ekonomi, pendidikan, politik, kemanusiaan dan
lain-lainnya. Dan sifat sabar tidaklah muncul dengan sendirinya, melainkan
harus dilatih secara bertahap, sehingga kesabaran tertanam secara kokoh dalam
diri dan jiwa kita.
Kelima,
memupuk solidaritas sosial. Berpuasa seharusnya menumbuhkan kesadaran
sosial. Kita dipaksa merasakan penderiataan orang-orang miskin berupa rasa
lapar dan dahaga. Hal itu diharapkan dapat menumbuhkan kepedulian terhadap
mereka yang lemah. Tak heran jika di bulan ini infak, sodaqoh kerapkali
dilakukan oleh umat Islam.
Keenam,
mengajarkan
kebersamaan. Dalam berpuasa pola makan kita diatur secara bersama-sama. Sahur
di pagi hari sebelum fajar dan berbuka (ifthor) saat tiba waktu maghrib yakni
ketika matahari terbenam.
Pesan-pesan
itu akan bisa ditemukan dan kita rasakan selama kita berpuasa dengan cara yang benar, tentu tidak berpuasa
yang hanya menahan lapar dan dahaga. Semoga kita termasuk orang berpuasa yang
mampu meraih berbagai hikmah di balik kewajiban itu. Amin