Dalam rapat terbatas Selasa 23 Juni
2015, tak seperti biasanya Presiden Joko Wododo membahas secara khusus prihal
sampah dan pengelolaanya. Masalah ini dijadikan tema pembahasan karena menurut
Presiden, sepengetahuannya tidak ada daerah yang berhasil mengelola sampah
secara baik, sistemik, terpadu mulai dari masyarakat, pemerintah daerah, sampai
pemerintah pusat. Menurut
Jokowi, dari pengalamannya sebagai Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta,
penanganan sampah kerap terkendala dengan regulasi. Jokowi berharap, sampah
tidak berakhir sekadar menjadi sampah tapi bisa menjadi produk yang bernilai
ekonomi. Selama
ini pemanfaatan sampah masih sangat kecil, hanya sekitar 7,5 persen dari total
sampah yang menumpuk tiap hari. Dengan jumlah penduduk sebesar 250 juta jiwa
dan produksi sampah 0,7 kg per orang per hari, maka timbunan sampah nasional
saat ini mencapai sekitar 175.000 ton per hari.
Berkaitan dengan regulasi, sebenarnya
sudah ada Undang-undang No. 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, juga
Peraturan Pemerintah No.81 tahun 2012 tentang pengelolaan sampah rumah tangga
dan sampah sejenis sampah rumah tangga. Dalam undang-undang tersebut cukup
detail bagaimana pengelolaan sampah diatur mulai kewenangan pemerintah pusat
dan pemerintah daerah, kerja sama antara daerah, kemitraan dengan badan usaha
yang akan mengelola sampah, peran masyaraka, pengawasan, penyelesaian sengketa
terkait sampah, sanksi baik administratif maupun pidana baik bagi mereka yang mengimpor
sampah ke suatu wilayah atau pengelolaan yang menyalahi aturan dan standar baku
pengelolaan menurut yang yang telah diatur dalam Undang-undang ini.
Kemudian
UU No.18 tahun 2008 dijabarkan, dijelaskan lebih jauh oleh PP. No.81 tahun
2012. Dalam peraturan tersebut diatur tentang kebijakan dan
strategi pengelolaan sampah, penyelenggaraan pengelolaan sampah, kompensasi, pengembangan dan
penerapan teknologi, sistem informasi, peran masyarakat; dan pembinaan. Jadi hemat
saya dari sisi perundang-undangan sudah cukup lengkap dan detail, hanya
barangkali praktek di lapangan yang belum maksimal. Ini barangkali yang
dimaksud oleh Presiden terkait dengan
regulasi di daerah yang beliau sebut mandeg, berhenti di jalan terbukti tidak
ada satu daerah pun yang berhasil dalam menangani sampah, yang bisa ditiru dan
dicontoh oleh daerah lain atau dapat dijadikan percontohan untuk skala
nasional.
Membangun
Kesadaran
Sebagai warga negara, menurut hemat
saya yang paling penting adalah bagaimana kita bersama-sama membangun kesadaran
membuang sampah pada tempatnya. Kenapa? Karena hal tersebut akan sangat
membantu pemerintah dalam menangani persoalan sampah. Kesadaran kita akan
mempercepat terciptanya wilayah atau daerah yang bersih. Kesadaran masyarakat
menjadi gerakan dari bawah yang sangat efektif. Dan ini menjadi hal yang utama.
Lebih jauh, walau pemerintah melakukan berbagai upaya, menjalankan berbagai
program sesuai aturan perundang-undangan yang ada bila dibarengi dengan
kesadaran masyarakat yang rendah maka mustahil cita-cita dan keinginan
pemerintah akan terwujud. Nah, akhirnya kesadaran kita menjadi ujung tombak
penyelesaian masalah ini.
Berikut beberapa point yang harus
menjadi perhatian kita dalam membangun kesadaran pertama, jangan menganggap remeh masalah sampah. Sebagian besar
masyarakat tidak menyadari akan pentingnya menjaga lingkungan dari sampah. Itu
bisa dibuktikan dangan kebiasaan mereka membuang sampah sembarangan. Membuang
sampah ke kali, bahu jalan, tepi laut atau lainnya. Mereka tidak menyadari
bahaya yang mengancam karena sampah yang kita buang bukan pada tempatnya.
Membuang sampah sembarangan mengakibatkan banjir, mengundang berbagai penyakit,
pencemaran air bersih, dan kemudharatan
lainnya.
Kedua,
tak memahami jenis sampah. Memahami jenis sampah itu penting untuk
membedakan perlakuan kita terhadapnya. Menurut Daniel (2009) sampah terbagi
menjadi 1. sampah organik yaitu sampah yang dapat diurai secara alamiah atau
biologi seperti sisa makanan, dedaunan. Sampah jenis ini biasa disebut sampah
basah. 2. sampah anorganik yakni sampah
yang tak mudah diurai dan membutuhkan penanganan lebih lanjut seperti plastik,
kaleng. Biasa disebut sampah kering. 3.sampah beracun seprti limbah rumah
sakit, limbah pabrik. Dalam UU No.18 tahun 2008 pasal 2 sampah dibedakan
menjadi sampah rumah tangga, sampah sejenis sampah rumah tangga, dan sampah
spesifik. Sampah rumah tangga yaitu sampah yang berasai dari kegiatan
sehari-hari dalam rumah tangga selain tinja.
Sampah sejenis sampah rumah tangga seperti sampah yang berasal dari
kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial,
fasilitas umum. Sedangkan sampah spesifik yaitu sampah yang mengandung bahan
berbahaya atau racun seperti sampah akibat yang timbul dari bencana alam, puing
bangunan dan lainnya. Pemahaman kita terhadap jenis sampah memudahkan kita
menyikapinya secara berbeda.
Ketiga,
manusia sebagai penguasa bumi (dalam bahasa agama disebut khalifah Allah).
Bahwa kita semua adalah wakil Tuhan di bumi yang bertugas memakmurkannya.
Kesadaran akan kapasitas kita sebagai khalifah di bumi harusnya menyadarkan
kita akan kewajiban menjaga kelestarian bumi. Jangan justru kita sebaliknya
merusak bumi dengan membuang sampah sembarangan. Dalam Al Quran Alllah
berfirman, Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi ".
Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang melakukan perbaikan."(QS.02:11)
Akhirnya, diagendakanya permasalah
sampah dalam rapat kabinet oleh presiden harus menyadarkan kita akan pentingnya
permasalahan tersebut. Seperti diketahui
sebelumnya tidak pernah sampah masuk dalam agenda pembahasan di istana. Itu
menunjukkan keseriusan presiden dalam mengatasi dan menyikapi problematika
sampah di negeri ini. Dan tentu hal ini harus kita dukung. Tanpa dukungan dari
rakyat seperti kita apalah arti seorang Jokowi. Wa Allahu Alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar