Tiga dua hari ini perhatian khalayak
ramai terpusat pada keluarga presiden. Pasalnya, Gibran Rakabuming putra sulung
sang presiden berencana menikah dengan seorang gadis bernama Selvi Ananda
Putri. Gadis cantik berambut panjang itu adalah pemenang juara I dalam
pemilihan putra-putri Solo tahun 2009. Prosesi pernikahan mereka akan
dilaksanakan pada tanggal 9, 10, dan 11 Juni 2015. Acara diawali dengan
lamaran, siraman, midodareni, akad nikah sampai resepsi. Resepsi akan digelar
setelah akad nikah di Gedung Graha Saba
Buana. Acara yang akan menyedot perhatian rakyat Indonesia itu rencananya akan
dihadiri 3500 undangan.
Sebagian
kalangan mempertanyakan jumlah undangan yang cukup banyak, Jokowi dianggap
telah melanggar surat Edaran Pemerintah Nomor 13 Tahun 2014 tentang Gerakan
Hidup Sederhana yang membatasi undangan acara para pejabat negara hanya 400
orang. Berikut kutipan sebagian isi edaran tersebut, 1.
Membatasi jumlah undangan resepsi penyelenggaraan acara sepertipernikahan,
tasyakuran dan acara sejenis lainnya maksimal 400 undangan dan membatasi jumlah
peserta yang hadir tidak lebih dari 1000 orang. Hanya surat edaran yang
berisikan lima point itu tidak tertujuh untuk presiden. Surat edaran tersebut
ditujukan untuk Para Menteri Kabinet Kerja, Panglima Tentara Nasional Republik
Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik
Indonesia, Para Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian,Para Pimpinan
Kesekretariatan Lembaga Negara, Para Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Non
Struktural, Para Gubernur dan Para Bupati/Walikota. Nah, sampai di sini saya
kira sudah jelas tidak ada yang dilanggar oleh presiden. Orang mungkin hanya
menganalogikan surat edaran itu pada presiden. Jokowi sendiri telah menegaskan
bahwa pernikahan anak sulungnya ini dikelolah oleh Gibran sendiri bersama
keluarga sang besan. Pak Jokowi mengaku bahwa dia tidak banyak campur tangan,
pastinya keterlibatan pihak istana menjadi terbatas. Di sini Jokowi seakan ingin
menyampaikan bahwa rangkaian acara pernikahan anaknya terlepas dari status
dirinya sebagai presiden. Untuk menunjukkan hal tersebut, Jokowi sebagai
presiden dan pribadi tidak mengundang kepala negara manapun walaupun sebagian
mereka menghubunginya, menanyakan prihal rencana pernikahan anaknya.
Pelajaran
yang bisa diambil
Di balik pernikahan Gibran dan Selvi
banyak hal yang dapat dijadikan pelajaran oleh semua elemen bangsa, terutama
para pejabat negara, juga para kepala daerah. Pertama, pentingnya keteladanan para pemimpin. Keteladanan
pemimpin merupakan motivator yang signifikan pengaruhnya pada rakyat yang
dipimpinya. Selayaknya pemimpin tidak hanya pandai beretorika memerintahkan
sesuatu tanpa melakukan terlebih dahulu atau memberi teladan. Kaitan dengan
pernikahan anaknya, Jokowi sebagai presiden
berupaya memberi contoh dan keteladanan tentang kesederhanaan seorang
pejabat negara dalam menyelenggarkan acara penting semisal pernikahan. Ini
harus dijadikan pelajaran buat para pejabat seperti para menteri, para gubenur,
bupati/walikota dan lainnya. Sebagai presiden sebenarnya Jokowi bisa saja
menyelenggarakannya lebih dari yang direncanakan sekarang. Tapi hal itu tak ia
lakukan.
Kedua,
tidak menggunakan fasilitas negara. Seperti diketahui pernikahan Gibran dan
Selvi terlihat sepi dari fasilitas negara. Sebenarnya tidak susah bagi Jokowi
(bila ia mau) menikahkan anaknya di istana negara misalnya. Bukankah presiden
sebelumnya, SBY menikahkan kedua anaknya di istana? Putra pertama SBY Agus Harimurti
Yudhoyono digelar di Istana Negara Bogor. Anak kedua SBY, Edhie Baskoro
Yudhoyono-Siti Ruby Aliya Rajasa digelar di Istana Negara Cipanas, yang pernah
menjadi tempat peristirahatan Presiden Soekarno. Bila berkenan, Jokowi bisa
saja meniru presiden sebelumnya. Ini isyarat penting bahwa pejabat negara siapa
pun dia, jangan pernah menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi.
Dalam PP Nomor 14 Tahun 2009
dan Kepmen Keuangan No. 225/MK/V/4/1971 di antaranya menyebutkan bahwa
yang disebut fasilitas negara adalah sarana yang dibiayai APBN atau APBD.
Fasilitas yang dikuasai oleh negara, pemerintah, dibiayai oleh APBN atau APBD,
di bawah pengurusan lembaga-lembaga negara dalam arti yang luas, tidak termasuk
barang atau kekayaan yang dimiliki oleh BUMN/BUMD, yang pemanfaatannya
ditujukan secara khusus untuk kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan
penyelenggaraan negara dan pemerintahan.
Ketiga, melibatkan rakyat kecil. Dalam
pernikahan Gibran-Selvi banyak pihak yang melibatkan diri atau dilibatkan. Sekitar
200 tukang becak siap antarkan para tamu undangan pernikahan Gibran Rakabuming Raka
dan Selvi Ananda ke Graha Saba Buana. Hal itu
diungkapkan Sardi, koordinator tukang becak untuk acara pernikahan Gibran dan
Selvi. Ini pengalaman dan momen yang takkan dilupakan
pengemudi becak Solo. Karena belum tentu teman-teman becak di seluruh Indonesia
bisa dilibatkan seperti ini. Tidak akan ada di tempat lain. Ini momen terbaik
banget, bahwa ternyata Jokowi masih memikirkan keberadaan pengemudi becak di
Kota Solo,” papar Sardi. (http://www.bintang.com)
Tidak sekadar itu, bahkan sebagian
mereka pun diundang oleh Jokowi. Dalam Lensa
Indonesia Pagi, Selasa 9 Juni 2015, salah satu orang yang
merasa beruntung itu memperoleh undangan adalah Ahmad Sardi. Dia adalah Ketua Paguyuban
Becak di Solo. Saya
sebagai warga biasa sangat-sangat bangga. Ini momen penting seumur hidup dan paling
tidak mungkin dilupakan, kata Sardi antusias.( http://www.rtv.co.id)
Sebanyak
2.000 relawan Joko Widodo dari berbagai daerah juga akan turut serta "mangayubagyo" atau
menyambut dengan sukacita pernikahan putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran
Rakabuming Raka, dengan Selvi Ananda. Mereka akan menginap di Asrama Haji
Donohudan, Surakarta, Jawa Tengah. (kompas.com) Mereka datang untuk menyaksikan,
menjadi penggembira di acara resepsi pernikahan anak orang nomor satu di negeri
ini. Semua ini memberi pesan bahwa sebagai pemimpin sebaiknya jangan menjaga
jarak dengan rakyat dalam hal apa pun termasuk yang bersifat pribadi. Jokowi
seakan ingin berbagi kegembiraan kepada rakyatnya. Tentu rakyat dengan suka
cita menyambutnya.
Akhirnya
terlepas dari pro-kontra di dalamnya, di balik pernikahan putra presiden terdapat pesan dan pelajaran. Pesan dan
pelajaran itu disampaikan kepada segenap rakyat Indonesia terutama para pejabat
negara, para kepala daerah, dan semua para pemimpin di setiap lini dan
tingkatan. Bagi mereka yang memiliki hati nurani dan akal budi pasti bisa
menangkap pesan dan pelajaran tersebut.
Wa Allahu Alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar